Menu Close
file pj jb.

Setelah COP15, ini 5 langkah terbaik untuk memulihkan biodiversitas bumi

Hampir 200 negara telah berkomitmen untuk hidup lebih selaras dengan alam pada 2040 demi meredam dan memulihkan angka kehilangan makhluk hidup di Bumi sejak era dinosaurus.

Komitmen ini menghasilkan Perjanjian Kunming-Montreal – belum mengikat secara hukum – yang mewajibkan para peserta untuk melaporkan kemajuan pemenuhan sejumlah komitmen. Dua di antaranya adalah melindungi 30% permukaan Bumi pada 2030 dan merestorasi habitat yang rusak.

Kesepakatan yang diteken dalam Konferensi Biodiversitas Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) ke-15 (COP15) ini memang tak membuat girang semua negara, atau cukup diyakinkan untuk menghindari kepunahan massal. Namun setidaknya, penelitian sudah mengungkapkan berbagai pilihan terbaik untuk memulihkan dan memperkuat biodiversitas – berbagai jenis makhluk hidup mulai dari mikroba hingga paus.

Berikut ini pilihan-pilihan langkahnya:

1. Pemangkasan subsidi

Langkah pertama yang harus dilakukan oleh negara-negara adalah berhenti membiayai perusakan ekosistem. Pakta Montreal mengamanatkan kita untuk memangkas subsidi bagi praktik-praktik yang berbahaya bagi lingkungan, setidaknya hingga senilai US$ US$ 500 miliar (Rp 7.792 triliun) per tahun pada 2030.

Studi yang terbit pada 2020 menunjukkan bahwa pengakhiran subsidi bahan bakar dan perawatan kapal dapat mengurangi penangkapan ikan berlebihan. Penangkapan yang berkurang dapat menambah jumlah ikan di laut, sekaligus meningkatkan peluang penangkapan ikan serta mengurangi perjalanan armada perikanan lainnya. Harapannya, keuntungan sektor perikanan dunia dapat bertambah. Emisinya pun dapat berkurang.

Penghapusan kebijakan yang menyokong eksploitasi berlebihan di segala sektor industri – perikanan, pertanian, kehutanan, dan tentu saja energi fosil – adalah cara yang paling memungkinkan untuk melestarikan keragaman hayati kita.

2. Melindungi laut lepas

Hampir separuh muka bumi ini tidak dimiliki oleh negara manapun, misalnya laut lepas.

Sebagian besar lautan di dunia tidak dimiliki oleh siapa pun. (biru muda = zona ekonomi eksklusif; biru tua = tinggi laut) B1mbo / wiki (data: VLIZ), CC BY-SA

Di Zona Mesopelagik laut (kedalaman 200-1000 meter di bawah permukaan laut), ikan-ikan dan udang kecil kerap naik ke atas permukaan untuk mencari makan pada malam hari, lalu mencernanya dan beristirahat pada pagi hari. Aktivitas ini termasuk dalam siklus biologis lautan yang menyerap karbon dari permukaan ke dasar laut. Karena karbon tidak terangkat ke atmosfer, proses ini turut meredam perubahan iklim.

Nah, jumlah ikan yang menghuni laut lepas jauh lebih banyak dari yang sudah ditangkap habis-habisan di laut seluruh negara. Meski belum banyak dieksploitasi, laut lepas maupun kawasan terpencil lainnya di sekitar Antartika membutuhkan kesepakatan internasional yang mengikat.

Harapannya, kita dapat melestarikan keragaman mereka, sekaligus menjaga siklus karbon dan stabilitas iklim lautan yang bermanfaat bagi seluruh makhluk hidup.

3. Larangan praktik tebang-habis dan pukat dasar laut

Metode-metode pengerukan sumber daya alam tertentu, seperti praktik tebang habis seluruh pohon dan pukat dasar laut (melempar jaring besar yang nyaris menyentuh dasar laut atau bottom trawling) harus ditinggalkan karena merusak biodiversitas.

Praktik tebang pilih mengakibatkan kehilangan organisme dalam jumlah besar. Kondisi ini tidak akan kembali, setidaknya ratusan tahun lagi, terutama di kawasan dataran tinggi – apabila hutan telah pulih. Banyak spesies yang terlanjur beradaptasi untuk hidup di suatu hutan belantara harus mati lantaran praktik ini.

Bidikan udara hutan hujan dan lahan gundul
Buruk bagi keanekaragaman hayati. Richard Whitcombe / shutterstock

Sedangkan praktik bottom trawling menjaring ikan dan karang tanpa mengenal jenis. Praktik ini merusak, dan bahkan melumat satwa-satwa perairan yang hidup di dasar laut, misalnya beberapa jenis karang ataupun oyster.

Praktik ini juga mengangkat endapan ke perairan di atasnya. Sedimen yang seharusnya terkunci di dasar laut akan terangkat dan melepaskan gas rumah kaca. Dasar laut yang sudah terobok-obok jaring akan terlihat seperti area yang mati, atau setidaknya hanya dihuni sedikit ragam spesies. Keramaian ekosistem area tersebut menjadi jauh berkurang.

4. Memberdayakan masyarakat adat

Masyarakat adat merupakan penjaga dari sekian banyak ekosistem yang terawat dengan baik di seluruh dunia. Usaha mereka untuk melestarikan ruang hidup di darat maupun perairan, dan cara-cara mereka memanfaatkan ekosistem serta biodiversitas kerap menjadi alasan utama tempat-tempat tersebut masih bertahan.

Banyak contoh-contoh yang memperkuat hal ini. Misalnya, primata-primata lebih banyak ditemukan di kawasan-kawasan adat dibandingkan area di sekitarnya.

5. Jangan ada lagi target produksi

Perlindungan biodiversitas juga harus ditopang oleh perubahan pengelolaan cara kerja. Pasalnya, cara kerja ini kerap kali didasarkan pada asumsi yang tidak realistis.

Salah satu contohnya adalah target penangkapan maksimum yang berkelanjutan (maximum sustainable yield atau MSY) yang dikembangkan pada pertengahan abad 20. MSY berarti pengambilan tangkapan terbanyak dari ikan-ikan yang ada, tanpa mengurangi potensi stok di masa depan. Target serupa juga diterapkan di sektor kehutanan, yang dilandasi lebih banyak pertimbangan ekonomi.

Perahu nelayan dengan banyak burung camar
Memancing ikan hering di dekat Norwegia. Alessandro De Maddalena / shutterstock

Pada beberapa dekade berikutnya, cara kerja seperti itu banyak dikritik karena terlalu menggampangkan proses alam. Misalnya, suatu spesies kerap kali terdiri dari beberapa kantong populasi lokal yang hidup terpisah dan bereproduksi hanya satu sama lain. Sayangnya, beberapa populasi ini masih dapat ditangkap secara berlebihan apabila suatu target produksi diterapkan untuk populasi spesies tersebut secara keseluruhan.

Pada abad ini, gagasan maximum sustainable yield kembali mengemuka, dimaksudkan untuk meredam praktik perikanan yang berlebihan.

Salah satu contohnya adalah pada ikan hering. Spesies ini terdiri dari kantong-kantong populasi yang berbeda tersebar di sepanjang kawasan Atlantik Utara yang sangat luas. Namun tetap saja, target penangkapan maksimum ini ditetapkan untuk seluruh populasi herring di kawasan tersebut.

Di Laut Baltik, pemerintah Swedia – dalam rangka kebijakan ekonomi neoliberal mereka – memberikan hak penangkapan kepada pemilik kapal-kapal besar untuk mengefektifkan armada perikanan. Akibatnya, stok hering saat ini menurun, sehingga keragaman genetik spesies hering lokal perlahan-lahan menyusut.

Ketimbang menetapkan target yang sulit dipahami, penyusunan strategi yang tangguh disertai pengelolaan stok ikan maupun hutan yang memadai bisa lebih mempertahankan biodiversitas dan meredam perubahan iklim. Kita bisa menerapkan kuota penangkapan ikan yang lebih rendah.

Cara lainnya adalah perubahan sektor perikanan, dari berbasis industri, ke perikanan berbasis lokal dengan kapal-kapal yang lebih kecil.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now