Menu Close

4 alasan mengapa toleransi terhadap alkohol dapat berubah

toleransi terhadap alkohol
Minum sebanyak yang biasa dilakukan dapat menyebabkan keracunan yang lebih parah. View Apart/ Shutterstock

Ketika pub dan bar dibuka kembali di seluruh Inggris, negara tempat saya mengajar, banyak orang yang gembira dengan kesempatan untuk menikmati minuman bersama teman dan keluarga. Meskipun beberapa bukti menunjukkan konsumsi alkohol meningkat selama lockdown, laporan lain menunjukkan bahwa satu dari tiga orang dewasa minum lebih sedikit–atau berhenti sama sekali.

Meskipun kita mungkin bersemangat untuk kembali ke pub, toleransi kita mungkin lebih rendah daripada sebelum lockdown_.

Minum alkohol dalam jumlah tertentu secara teratur (misalnya, minum empat gelas setiap Jumat malam setelah pulang kerja) dapat menyebabkan peningkatan toleransi. Di sinilah otak beradaptasi dengan efek alkohol (seperti relaksasi dan peningkatan suasana hati), dan seiring waktu, lebih banyak alkohol diperlukan untuk mencapai efek yang sama.

Dalam skenario ini, kamu mungkin perlu minum lima gelas untuk mendapatkan “buzz” awal yang sama dengan yang kamu dapatkan dari empat gelas. Toleransi adalah ciri khas kecanduan. Namun, hal ini juga dapat berkembang dengan penggunaan alkohol secara teratur dan terus menerus pada peminum sosial.

Setelah periode pengurangan penggunaan atau puasa alkohol, toleransi dapat menurun hingga ke tingkat sebelum penggunaan rutin. Ini berarti otak dan tubuh sudah “tidak terbiasa” dalam memproses dan merespons alkohol. Toleransi terhadap alkohol dapat dijelaskan melalui beberapa mekanisme–tetapi berikut ini adalah empat cara toleransi dapat berkembang dan berubah.

1. Toleransi fungsional

Ketika kita minum sepanjang malam, jumlah alkohol dalam aliran darah kita meningkat, yang menyebabkan waktu reaksi yang lebih lambat, hambatan yang lebih rendah, dan gangguan penilaian. Alkohol dalam jumlah besar menyebabkan bicara cadel, kurangnya koordinasi, dan penglihatan kabur.

Orang yang secara teratur meminum alkohol dalam jumlah berapapun dapat menjadi toleran terhadap gangguan-gangguan ini dan hanya menunjukkan sedikit tanda-tanda keracunan–bahkan ketika ada sejumlah besar alkohol dalam aliran darah mereka. Jika peminum ini menghentikan atau mengurangi konsumsi alkohol mereka, toleransi ini dapat hilang.

Namun, jika mereka mulai minum pada tingkat yang sama seperti sebelumnya, gangguan kognisi dan perilaku yang berhubungan dengan alkohol dapat kembali terjadi–tetapi setelah mengonsumsi alkohol dalam jumlah yang lebih sedikit. Perubahan toleransi ini mencerminkan desensitisasi otak (peningkatan toleransi) dan resensitisasi (penurunan toleransi) terhadap alkohol pada tingkat sel.

2. Toleransi yang bergantung pada lingkungan

Toleransi dapat berkembang jauh lebih cepat jika alkohol selalu dikonsumsi di lingkungan yang sama–misalnya, jika kamu hanya minum di rumah selama penguncian. Ini adalah subjenis toleransi fungsional.

Ini karena “isyarat” yang sudah dikenal–seperti suasana rumah–berulang kali dipasangkan dengan efek alkohol. Hal ini mengarah pada respons kompensasi terkondisi. Respons ini melawan efek alkohol yang merusak, dan kita mungkin tidak merasa “mabuk” sebagai akibatnya.

toleransi alkohol
Jika sudah terbiasa minum-minum di rumah, minum-minum di pub dapat membuat seseorang lebih mabuk. Jelena Zelen / Shutterstock

Namun, ketika kita minum di lingkungan yang baru–seperti pergi ke pub untuk pertama kalinya dalam enam bulan–respons kompensasi tidak diaktifkan, sehingga kita lebih rentan mengalami efek alkohol. Jadi, meskipun kita masih mengonsumsi alkohol dalam jumlah besar di rumah selama karantina wilayah, kita mungkin akan merasakan efek alkohol yang lebih besar saat minum dalam jumlah yang sama seperti biasanya di pub atau bar.

3. Toleransi yang dipelajari

Mengembangkan toleransi dapat dipercepat jika kita berulang kali melakukan tugas atau aktivitas yang sama di bawah pengaruh alkohol.

Penelitian terhadap tikus menunjukkan bahwa hewan yang dilatih untuk menavigasi labirin dalam keadaan mabuk sebenarnya menunjukkan kinerja yang lebih baik dan lebih [toleran terhadap efek alkohol] dibandingkan dengan hewan yang tidak diberi alkohol selama pelatihan.

Pada manusia, jenis toleransi ini dapat ditunjukkan dalam performa permainan yang terlatih dengan baik yang dimainkan di bawah pengaruh alkohol. Sebagai contoh, seseorang yang biasanya bermain dart dalam keadaan sadar kemungkinan akan mengalami penurunan performa jika mabuk. Namun, jika seseorang secara teratur minum saat bermain dart, mereka mungkin tidak akan mengalami gangguan yang berhubungan dengan alkohol karena “toleransi yang telah dipelajari” (learned tolerance).

Jika kamu secara teratur bermain dart atau biliar di pub sebelum lockdown, hilangnya toleransi yang dipelajari dapat berarti bahwa kamu tidak bermain sebaik biasanya ketika kamu bermain setelah beberapa kali minum.

4. Toleransi metabolik

Jika tiga jenis toleransi lainnya berfokus pada efek alkohol pada otak, toleransi metabolik justru mengacu pada pembuangan alkohol secara cepat dari tubuh setelah konsumsi alkohol dalam waktu lama atau berat.

Penggunaan alkohol berulang kali menyebabkan hati menjadi lebih “efisien” dalam menghilangkan alkohol dari tubuh. Hal ini mengakibatkan berkurangnya alkohol dalam aliran darah, di samping efek memabukkannya. Mirip dengan toleransi fungsional, seiring dengan berkembangnya toleransi metabolik, jumlah alkohol yang lebih besar diperlukan untuk mengalami efek yang sama seperti yang dialami pada awalnya.

Jadi, meminum alkohol dalam jumlah yang lebih sedikit selama karantina wilayah dapat berarti bahwa hati menjadi kurang efektif dalam “membersihkan” alkohol dari dalam tubuh. Akibatnya, kamu akan merasakan efek memabukkan bahkan dari jumlah alkohol yang lebih rendah. Sama halnya, peningkatan konsumsi alkohol selama karantina wilayah dapat menyebabkan peningkatan toleransi metabolik sehingga diperlukan jumlah alkohol yang lebih banyak untuk merasa mabuk.

Toleransi adalah faktor penting dalam memahami kebiasaan minum kita. Penting juga untuk diingat bahwa minum alkohol sebanyak yang biasa kamu lakukan setelah periode minum alkohol lebih sedikit (atau tidak sama sekali) dapat menyebabkan keracunan yang lebih parah, pingsan, dan kecelakaan. Jadi, jika kamu berencana untuk kembali ke pub bersama teman-teman setelah lockdown berakhir, perhatikan bagaimana pola minum kamu berubah sehingga kamu dapat tetap aman dan menikmati minuman pertama kamu.


Rahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now