Menu Close

AI dalam kampanye Pemilu 2024: akankah memperparah penyebaran hoaks?

CC BY62.3 MB (download)

Masa kampanye Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 telah dimulai sejak 28 November 2023 dan akan berlangsung hingga 10 Februari 2024. Beberapa agenda kampanye yang akan dilakukan, baik yang diorganisir oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun masing-masing kandidat dan tim suksesnya, mencakup pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada publik, pemasangan alat peraga kampanye di tempat umum, debat pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, serta kampanye melalui media sosial.

Selama masa kampanye, potensi penyebaran berita palsu sangat tinggi. Berkaca dari Pemilu 019, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menemukan ada 771 hoaks yang disebarkan selama masa kampanye.

Kekhawatiran penyebaran berita palsu dalam masa kampanye pemilu kali ini semakin besar. Maraknya penggunaan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) diduga akan semakin memperparah situasi penyebaran berita bohong. Salah satu berita bohong yang sempat menyebar adalah sebuah video yang beredar di media sosial dan memperlihatkan Presiden Joko Widodo berpidato menggunakan bahasa Mandarin.

Apakah penggunaan AI ini bisa memperparah dis/misinformasi, khususnya selama masa kampanye Pemilu 2024?

Dalam episode SuarAkademia terbaru, kami berbincang dengan Arif Perdana, Associate Professor dari Monash University.

Arif mengatakan, penggunaan AI sebenarnya bisa sangat membantu dalam proses membuat bahan kampanye. Sebagai contoh, penggunaan predictive AI bisa digunakan dalam menentukan strategi bahan kampanye yang sesuai dengan target pemilih yang akan disasar oleh peserta pemilu.

Namun, Arif juga mengatakan penggunaan AI ini berpotensi memperparah dampak disinformasi. Mudahnya akses layanan generative AI membuka peluang yang besar dalam pembuatan berita bohong selama masa kampanye. Situasi ini makin diperparah dengan algoritme media sosial yang mendukung amplifikasi konten-konten hoaks tersebut.

Untuk mengatasi permasalahan ini, Arif berpendapat pentingnya regulasi dari pemerintah dalam mengatur penggunaan AI. Ia juga mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam mengecek keaslian konten yang tersebar terutama di media sosial.

Simak obrolan lengkapnya hanya di SuarAkademia – ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,800 academics and researchers from 4,948 institutions.

Register now