Menu Close

Apa penyebab fenomena ‘aurora borealis’?

Aurora Borealis
Pemandangan yang sangat menakjubkan. Joshua Harvey/Unsplash

Apa yang menyebabkan fenomena aurora borealis? – Ffion, umur hampir 7 tahun, Pembrokeshire, Inggris.

Saya pertama kali melihat fenomena aurora borealis (cahaya kutub utara) ini tiga tahun yang lalu, ketika sedang berkendara pulang ke rumah pada suatu malam. Cahaya tersebut sangat indah, saya harus menghentikan mobil dan keluar untuk melihat dengan jelas, meskipun saat itu cuaca sedang dingin. Meskipun cahaya utara terlihat seperti sihir, namun sebenarnya cahaya ini dapat dijelaskan oleh sains - dengan sedikit bantuan dari matahari, burung, dan minuman bersoda.

Energi yang menghasilkan cahaya utara ini berasal dari matahari. Matahari menciptakan sesuatu yang disebut “angin matahari”. Ini berbeda dengan cahaya yang kita dapatkan dari matahari yang membuat kita tetap hangat dan membantu kita melihat di siang hari.

Angin matahari ini bergerak menjauhi matahari melalui ruang angkasa, membawa partikel-partikel kecil yang disebut proton dan elektron. Proton dan elektron adalah blok bangunan kecil yang membentuk sebagian besar benda-benda di alam semesta seperti tanaman, cokelat, aku ,dan kamu.

Bayangkan balok-balok lego terkecil yang ada di dalam kotak mainanmu yang bisa disatukan untuk membuat sesuatu yang lebih besar - itulah proton dan elektron (dan juga neutron) di alam semesta. Partikel-partikel ini membawa banyak energi dari matahari dalam perjalanannya melintasi ruang angkasa.

Angin matahari

Terkadang angin matahari kuat dan bisa juga terkadang lemah. Kita hanya bisa melihat cahaya utara pada saat angin matahari cukup kuat.

Ketika angin matahari mencapai planet Bumi, sesuatu yang sangat menarik terjadi: angin matahari menabrak medan magnet Bumi. Medan magnet mendorong angin matahari menjauh dan membuatnya berputar mengelilingi Bumi.

Medan magnet inilah yang membuat jarum kompas menunjuk ke arah utara, dan merupakan cara burung-burung mengetahui ke mana harus pergi saat mereka bermigrasi - ini juga yang menyebabkan kita memiliki kutub utara dan selatan.

Medan magnet berinteraksi dengan angin matahari dan memandu proton dan elektron menuju Bumi di sepanjang medan magnet menjauh dari tengah planet dan menuju kutub utara dan selatan.

Karena itu, kita mendapatkan cahaya kutub utara dan cahaya kutub selatan - yang juga dikenal sebagai aurora borealis dan aurora australis.

Kenapa warna aurora borealis hijau?

Ketika angin matahari melewati medan magnet dan bergerak menuju Bumi, angin tersebut masuk ke atmosfer. Atmosfer seperti selimut gas besar yang mengelilingi planet kita yang mengandung banyak partikel berbeda yang membentuk udara yang kita hirup dan membantu melindungi kita dari radiasi berbahaya dari matahari.

Ketika proton dan elektron dari angin matahari menabrak partikel-partikel di atmosfer Bumi, mereka melepaskan energi - dan inilah yang menyebabkan terjadinya cahaya utara.

Begini prosesnya: bayangkan kamu memiliki sebotol minuman bersoda, dan kamu mengocoknya. Hal ini akan memasukkan banyak energi ke dalam botol dan ketika kamu membukanya, energi ini akan dilepaskan dalam bentuk gelembung-gelembung bersoda.

Dengan cara yang sama, proton dan elektron dari matahari “mengguncang” partikel-partikel di atmosfer. Kemudian, partikel-partikel tersebut melepaskan semua energi itu dalam bentuk cahaya (bukan gelembung).

Jenis partikel yang berbeda di atmosfer menghasilkan warna yang berbeda setelah diguncang - oksigen menghasilkan cahaya merah dan hijau kemudian nitrogen menghasilkan cahaya biru. Mata kita melihat warna hijau paling baik dari semua warna, jadi kita melihat warna hijau paling terang saat melihat cahaya utara.

Paling mudah untuk melihat cahaya utara di musim dingin ketika sangat gelap di malam hari, dan juga di luar kota dan jauh dari lampu jalan. Kamu juga akan lebih mudah melihatnya jika kamu berada lebih jauh ke utara. Lihatlah situs web yang bagus ini dari Universitas Lancaster di Inggris - mungkin bisa membantu kamu menemukannya!


Demetrius Adyatma Pangestu dari Universitas Bina Nusantara menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,900 academics and researchers from 4,948 institutions.

Register now