Menu Close
AI chatbot dan penghasil gambar diproses oleh ribuan komputer yang ditempatkan di pusat data seperti fasilitas Google di Oregon, AS. (Tony Webster/Wikimedia) CC BY-SA.

Apakah ChatGPT berdampak buruk bagi lingkungan? Ini kata ahli komputer tentang jejak karbon AI generatif

Kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) generatif adalah teknologi mutakhir yang acap dipakai untuk chatbot dan pembuatan gambar. Lantas apa saja dampak AI terhadap Bumi?

Sebagai peneliti AI, saya sering mengkhawatirkan ongkos energi yang dikeluarkan untuk membangun suatu model kecerdasan buatan. Semakin pintar AI, maka semakin banyak energi yang disedot untuk operasionalnya. Bagaimana maraknya kemunculan AI generatif terhadap jejak karbon penggunanya pada masa depan?

“Generatif” adalah istilah untuk kemampuan AI memproduksi data yang kompleks. Lawannya adalah “AI diskriminatif” yang bekerja dengan opsi-opsi yang sudah ada dan memproduksi keluaran atau keputusan tertentu. Salah satu contohnya adalah bagaimana AI diskriminatif memutuskan untuk menolak atau menerima pengajuan kredit.

Sementara itu, AI generatif dapat membuat keluaran yang lebih kompleks seperti kalimat, paragraf, gambar, atau bahkan video pendek. Teknologi ini sebenarnya telah lama dipakai dalam aplikasi smart speakers untuk menghasilkan respons suara, ataupun fitur autocomplete guna merekomendasikan sebuah pencarian.

Namun, popularitas AI generatif jadi bertambah karena teknologi ini sudah bisa memproduksi konten berbahasa seperti manusia ataupun foto realistis.

Menyedot listrik lebih banyak

Hingga saat ini belum ada angka pasti seputar ongkos energi yang dihabiskan untuk satu model AI. Ongkos ini misalnya energi yang digunakan untuk membuat peralatan komputasi, pembuatan model ataupun penerapannya dalam proses produksi.

Pada 2019, para peneliti menemukan bahwa pembuatan AI generatif bernama BERT yang beroperasi dengan 110 juta parameter menghabiskan energi yang setara dengan sekali perjalanan antarbenua dengan pesawat terbang. Jumlah parameter menentukan ukuran model AI. Semakin besar jumlahnya, maka AI semakin cerdas.

Peneliti memperkirakan proses pembuatan GPT-3 (model AI terbaru hasil pengembangan ChatGPT) yang memiliki 175 miliar parameter, menghabiskan listrik 1.287 megawatt jam yang menghasilkan 552 ton CO2. Emisi itu setara dengan emisi dari 123 mobil berbahan bakar bensin yang hilir mudik selama setahun.

Angka di atas baru berasal dari proses pembuatannya, sebelum digunakan secara massal oleh pengguna.

Walau begitu, ukuran pun bukan satu-satunya tolok ukur emisi karbon dari AI. Model AI open access BLOOM yang dikembangkan BigScience project di Prancis, berukuran mirip dengan GPT-3 tapi memiliki jejak karbon jauh lebih rendah. BLOOM hanya menghabiskan listrik 433 megawatt jam dan menghasilkan emisi 30 ton setara CO2.

Google dalam studinya menemukan, penggunaan AI dengan ukuran serupa tapi dilengkapi model perancangan dan prosesor yang lebih efisien, serta ditopang pusat data yang lebih ramah lingkungan, bisa memangkas jejak karbon seratus hingga seribu kali.

Saat sudah diluncurkan, model AI yang lebih besar memang menghabiskan energi lebih banyak. Data terkait jejak karbon dalam satu permintaan AI generatif masih terbatas. Beberapa pihak memperkirakan jumlahnya bisa mencapai 4-5 kali lipat lebih tinggi dari satu permintaan di mesin pencari.

Saat chatbot dan pembuat gambar menjadi semakin populer, dan saat Google maupun Microsoft menerapkan model bahasa AI di mesin pencari mereka, maka setiap hari jumlah pertanyaan yang mereka terima bisa terus bertumbuh secara eksponensial.

satu ruangan penuh orang mengerjakan suatu komputer
AI chatbots, mesin pencari, dan pembuat gambar dengan cepat menjadi arus utama, menambah jejak karbon AI. AP Photo/Steve Helber

Bot AI untuk pencarian

Beberapa tahun lalu, tak banyak orang di luar lab riset yang menggunakan model seperti BERT dan GPT. Kondisi berubah pada 30 November 2022, ketika OpenAI meluncurkan ChatGPT.

Menurut data terakhir yang tersedia, per Maret 2023 ada sekitar 1,5 miliar kunjungan ke ChatGPT. Dua bulan kemudian, Microsoft juga memasukkan ChatGPT dalam mesin pencari mereka, Bing, sehingga setiap orang bisa menggunakannya.

Jika chatbot sama populernya dengan mesin pencari, ongkos energi dalam operasional AI akan terus bertambah. Bantuan AI juga tak hanya mencakup pencarian, bisa juga penulisan dokumen, pemecahan soal matematika, hingga membuat kampanye pemasaran.

Model AI juga harus selalu diperbarui. Misalnya, ChatGPT hanya dilatih dengan data per 2021. Karena itu model AI ini tidak mengetahui apa yang terjadi setelahnya. Jejak karbon dalam pembuatan ChatGPT tak termasuk informasi publik, tapi patut diduga angkanya lebih besar dari GPT-3. Nah, pembaruan pengetahuan ChatGPT terus menerus bisa menyedot energi lebih besar lagi.

Ada juga orang yang bertanya ke chatbot untuk memperoleh lebih banyak informasi dibandingkan mesin pencari. Dibandingkan menampilkan halaman yang penuh dengan tautan, kamu akan mendapatkan jawaban langsung seperti saat kamu bertanya ke manusia–dengan asumsi tak ada masalah dengan akurasinya. Cepatnya perolehan informasi dapat menyeimbangkan kenaikan penggunaan energi dari AI dibandingkan mesin pencari.

Langkah ke depan

Masa depan amat susah diprediksi. Namun, model AI generatif yang besar bisa terus ada. Orang-orang juga bisa semakin mengandalkannya untuk memperoleh informasi.

Misalnya, saat ini siswa yang membutuhkan pemecahan soal matematika bisa langsung bertanya ke guru ataupun temannya, ataupun membaca buku teks. Di masa depan, mereka mungkin akan bertanya ke chatbot. Kebutuhan terhadap pengetahuan ahli juga bisa berlaku pada persoalan hukum ataupun kesehatan.

Satu model AI yang besar memang tidak langsung merusak lingkungan. Namun, jika ribuan perusahaan mengembangkan ribuan AI bot untuk beragam tujuan, dan setiap modelnya digunakan oleh jutaan pengguna, maka pemakaian energinya bisa bermasalah. Kita membutuhkan lebih banyak riset agar AI generatif beroperasi lebih efisien.

Pemakaian listrik energi terbarukan juga bisa membuat operasional AI lebih rendah emisi sepertiga puluh ataupun seperempat puluh dibandingkan energi fosil. Caranya dengan penempatan sistem komputasi di lokasi yang memiliki banyak energi bersih, ataupun menjadwalkan operasi pada pagi-sore hari, kala pasokan energi terbarukan lebih banyak.

Akhirulkalam, tekanan sosial memang bisa mendorong perusahaan ataupun lab riset untuk mengumumkan jejak karbon model AI mereka–beberapa sudah melakukannya. Harapannya, pada masa depan, konsumen dapat menggunakan informasi tersebut untuk memilih chatbot yang ramah lingkungan.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,500 academics and researchers from 4,943 institutions.

Register now