Menu Close
Lebih keras dari batu berlian
shutterstock. Shutterstock

Apakah para ilmuwan berhasil menemukan bahan yang lebih keras dari berlian?

Jika bertanya kepada orang, material apa yang paling keras di Bumi? Sebagian besar akan menjawab “berlian”. Namanya berasal dari kata Yunani ἀδάμας (adámas) yang berarti “tidak dapat dipecahkan” atau “tak terkalahkan” dan dari sinilah kita mendapatkan kata “teguh”. Kekerasan berlian memberikannya kemampuan memotong luar biasa yang–bersama dengan keindahannya–membuatnya tetap diminati selama ribuan tahun.

Para ilmuwan modern telah menghabiskan waktu puluhan tahun untuk mencari alternatif yang lebih murah, lebih keras dan lebih praktis. Setiap beberapa tahun sekali berita menayangkan penciptaan “bahan terkeras di dunia” yang baru. Namun, apakah semua penantang ini benar-benar layak?

Terlepas dari daya pikatnya yang unik, berlian hanyalah sebuah bentuk khusus, atau “alotrop”, dari karbon. Ada beberapa alotrop dalam keluarga karbon termasuk tabung nano karbon, karbon amorf, berlian dan grafit. Semuanya terbuat dari atom karbon, tetapi jenis ikatan atom di antara mereka berbeda sehingga menimbulkan struktur dan sifat material yang berbeda.

Kulit terluar dari setiap atom karbon memiliki empat elektron. Pada berlian, elektron-elektron ini dibagi dengan empat atom karbon lainnya untuk membentuk ikatan kimia sangat kuat dan menghasilkan kristal tetrahedral yang sangat kaku. Susunan yang sederhana dan terikat erat inilah yang membuat berlian menjadi salah satu zat terkeras di Bumi.

Seberapa keras?

Landasan uji Vickers. R Tanaka, CC BY

Kekerasan adalah sifat penting dari suatu bahan dan sering kali menentukan penggunaan bahan tersebut. Namun, sifat ini juga cukup sulit untuk didefinisikan. Untuk mineral, kekerasan gores adalah ukuran seberapa tahan mineral tersebut terhadap goresan mineral lain.

Ada beberapa cara untuk mengukur kekerasan, tetapi biasanya sebuah instrumen digunakan untuk membuat lekukan pada permukaan material. Rasio antara luas permukaan lekukan dan gaya yang digunakan untuk membuatnya menghasilkan nilai kekerasan. Semakin keras bahannya, semakin besar nilainya. Uji kekerasan Vickers menggunakan ujung berlian piramida berbentuk persegi untuk membuat lekukan.

Baja ringan memiliki nilai kekerasan Vickers sekitar 9 GPa, sedangkan berlian memiliki sekitar 70 - 100 GPa. Ketahanan berlian terhadap kerusakan sangat legendaris dan saat ini, 70% dari berlian alami dunia ditemukan pada lapisan tahan abrasif untuk perkakas yang digunakan dalam memotong, mengebor, dan menggiling, atau sebagai bahan tambahan untuk abrasif.

Masalahnya, meskipun sangat keras, ternyata berlian juga tidak stabil. Ketika berlian dipanaskan di atas 800 °C di udara, sifat kimianya berubah, memengaruhi kekuatannya dan memungkinkannya bereaksi dengan besi, sehingga tidak cocok untuk baja permesinan.

Keterbatasan penggunaannya ini telah menyebabkan meningkatnya fokus pada pengembangan bahan baru yang stabil secara kimiawi dan sangat keras sebagai penggantinya. Lapisan tahan aus yang lebih baik memungkinkan peralatan industri bertahan lebih lama di antara penggantian suku cadang yang aus dan mengurangi kebutuhan akan pendingin yang berpotensi berbahaya bagi lingkungan. Para ilmuwan sejauh ini telah berhasil menemukan beberapa saingan potensial untuk berlian.

1. Boron nitrida

Boron nitrida mungkin lebih keras dari batu berlian
Kristal BN mikroskopis. NIMSoffice/Wikimedia Commons

Bahan sintetis boron nitrida, yang pertama kali diproduksi pada 1957, mirip dengan karbon yang memiliki beberapa alotrop. Dalam bentuk kubik (c-BN), ia memiliki struktur kristal yang sama dengan berlian. Namun, alih-alih atom karbon, ia terdiri dari atom-atom boron dan nitrogen yang berikatan secara bergantian. C-BN stabil secara kimiawi dan termal, dan saat ini umumnya digunakan sebagai pelapis peralatan mesin superkuat di industri otomotif dan kedirgantaraan.

Namun, boron nitrida kubik masih merupakan bahan terkeras kedua di dunia dengan kekerasan Vickers sekitar 50 GPa. Bentuk heksagonalnya (w-BN) pada awalnya dilaporkan lebih keras lagi, tetapi hasil ini didasarkan pada simulasi teoritis yang memprediksi kekuatan lekukan 18% lebih tinggi dari berlian. Sayangnya, w-BN sangat jarang ditemukan di alam dan sulit untuk diproduksi dalam jumlah yang cukup untuk menguji klaim ini dengan eksperimen.

2. Berlian sintetis

berlian sintetis mungkin lebih keras daripada batu berlian
Berlian sintetis dari dekat. Instytut Fizyki Uniwersytet Kazimierza Wielkiego, CC BY

Berlian sintetis sudah ada sejak 1950-an dan sering dilaporkan lebih keras daripada berlian alami karena struktur kristalnya yang berbeda. Berlian sintetis dapat diproduksi dengan menerapkan tekanan dan suhu tinggi pada grafit untuk memaksa strukturnya menyusun ulang ke dalam berlian tetrahedral, tetapi ini lambat dan mahal.

Metode lain adalah dengan membangunnya secara efektif dengan atom karbon yang diambil dari gas hidrokarbon yang dipanaskan, tetapi jenis bahan substrat yang dapat digunakan terbatas.

Memproduksi berlian secara sintetis menciptakan batu yang bersifat polikristalin dan terdiri dari agregat kristalit atau “butiran” yang jauh lebih kecil, mulai dari beberapa mikron hingga beberapa nanometer. Hal ini berbeda dengan monokristal besar dari sebagian besar berlian alami yang digunakan untuk perhiasan.

Semakin kecil ukuran butirannya, semakin banyak batas butiran dan semakin keras bahannya. Penelitian terbaru terhadap beberapa berlian sintetis menunjukkan bahwa berlian tersebut memiliki kekerasan Vickers hingga 200 GPa.

3. Q-karbon

Q-karbon mungkin lebih keras daripada batu berlian
Q-Karbon dari dekat. North Carolina State University

Baru-baru ini, para peneliti di North Carolina State University menciptakan sesuatu yang mereka gambarkan sebagai bentuk baru dari karbon, berbeda dengan atom karbon lainnya, dan dilaporkan lebih keras dari berlian.

Bentuk baru ini dibuat dengan memanaskan karbon non-kristal dengan pulsa laser cepat bertenaga tinggi hingga 3.700°C kemudian dengan cepat mendinginkan atau “memadamkannya” - oleh karena itu dinamakan “Q-carbon” - untuk membentuk berlian berukuran mikron.

Para ilmuwan menemukan bahwa Q-karbon 60% lebih keras daripada karbon mirip berlian (jenis karbon amorfus dengan sifat serupa berlian). Hal ini membuat mereka mengharapkan Q-karbon bisa lebih keras daripada berlian itu sendiri, meskipun pembuktiannya masih memerlukan eksperimen lanjutan.

Q-karbon juga memiliki sifat tidak biasa yaitu bersifat magnetik dan bercahaya ketika terkena cahaya. Namun, sampai saat ini penggunaan utamanya adalah sebagai langkah perantara dalam produksi partikel berlian sintetis yang sangat kecil pada suhu ruang dan tekanan. Nanoberlian ini terlalu kecil untuk perhiasan tetapi ideal sebagai bahan lapisan murah untuk alat pemotong dan penggosok.


Rahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,800 academics and researchers from 4,948 institutions.

Register now