Menu Close
Kejurnas bola voli U-17 di Tangerang, Banten. ANTARA FOFO/Sulthony Hasanuddin/YU.

Bagaimana atlet Indonesia dapat membantu meningkatkan citra bangsa di kancah internasional

Olahraga, yang awalnya sering dianggap sekadar kompetisi dan hiburan, kini juga merupakan instrumen penting dalam diplomasi publik dan politik. Di Indonesia, fenomena ini ditandai dengan semakin banyaknya atlet-atlet Indonesia yang berlaga untuk klub luar negeri.

Sebut saja, atlet bola voli Megawati Hangestri Pratiwi di Liga Voli Korea, atlet bola voli Fahri Septian di Liga Bulgaria bersama SKV Montana, dan atlet sepak bola Pratama Arhan yang memperkuat Tokyo Verdy di Liga Jepang.

Fenomena ini bukanlah hal baru. Sebelumnya, ada Bima Sakti yang bermain di klub sepak bola Helsingborg IF, Swedia, Bambang Pamungkas di klub sepak bola Selangor FA, Malaysia, dan Irfan Bachdim yang juga telah memperkuat nama Indonesia sebagai pemain sepak bola di Consadole Sapporo, Jepang.

Menariknya, penampilan atlet-atlet Indonesia di luar negeri tidak hanya menjadi perbincangan viral di internet tetapi juga berdampak positif terhadap citra Indonesia.

Hal ini bisa dilihat dari respons yang diterima oleh Megawati setelah bermain di Korea Selatan. Ia tidak hanya mendapatkan dukungan dari rekan satu tim, tapi juga pendukung klub voli di mana dia bermain, Red Sparks, warga Indonesia, bahkan pecinta bola voli di Korea Selatan dan dunia secara umum.

Dengan kata lain, atlet-atlet ini, baik sengaja maupun tidak, telah membantu membentuk citra bangsa yang positif melalui diplomasi.

Apa itu diplomasi olahraga?

Dalam studi ilmu Hubungan Internasional, diplomasi tidak hanya dilakukan secara tradisional oleh aktor negara melalui para diplomat, tapi juga individu ataupun organisasi sipil yang kehadirannya membawa pengaruh atas negaranya atau kepentingan nasional negara terhadap aktor atau publik di negara lain.

Dengan kata lain, Megawati, Pratama Arhan dan atlet berprestasi lainnya berpotensi menjadi pelaku diplomasi yang berperan besar dalam membangun citra positif Indonesia sebagai negara demokrasi dan destinasi pariwisata-ekonomi.

Olahraga dan citra bangsa

Olahraga adalah media efektif untuk menyebarkan informasi dan membangun reputasi dalam hubungan internasional. Asian Games 1962, contohnya, digunakan oleh Presiden Soekarno untuk memperkenalkan Indonesia sebagai negara berkembang yang maju.

Hal ini disebabkan karena adanya afeksi masyarakat terhadap olahraga dan kemampuan olahraga sebagai medium politik.

1. Afeksi publik atas olahraga

Suporter Indonesia memberikan dukungannya pada tim nasional yang sedang bertanding. Kusjunianto/shutterstock.

Diplomasi melalui olahraga menjadi mungkin untuk dilakukan terutama karena kemampuan olahraga dalam menggalang afeksi, bukan hanya emosi, publik.

Dalam sejarahnya, olahraga tidak terlepas dari afeksi publik, terutama dalam penyelenggaraan perhelatan besar seperti Olimpiade.

Afeksi ini memungkinkan penggemar untuk menyalurkan emosinya lebih jauh, seperti dengan membentuk komunitas khusus untuk mendukung klub tertentu atau menggerakkan dukungan untuk aksi-aksi tertentu. Misalnya, The Green Brigade, kelompok fans garis keras klub sepak bola Celtic C.F, Skotlandia, baru-baru ini membentangkan lautan bendera Palestina sebagai aksi solidaritas.

Atlet bola voli Indonesia Megawati telah menjadi lambang kebanggaan nasional dan simbol prestasi di kancah internasional. Keberhasilannya tidak hanya membuktikan kemampuan individu tetapi juga membawa dampak signifikan terhadap pembentukan afeksi publik di Indonesia. Salah satu indikatornya adalah lonjakan pengikut akun Instagram Red Sparks - klub tempat Megawati bermain - dari 20 ribu pengikut di bulan Juli 2023 menjadi 104 ribu pada 11 November 2023.

Artinya, prestasi Megawati tidak hanya memperkuat reputasi Indonesia di Korea Selatan, tetapi juga berpotensi menjadi alat pembentuk citra bangsa yang efektif.

2. Olahraga adalah medium representasi politik

Sebuah penelitian di Indonesia tahun 2023 menyebutkan bahwa olahraga dapat dijadikan medium representasi politik baik oleh aktor negara maupun sipil. Bagi aktor negara, kesuksesan dalam penyelenggaraan agenda olahraga internasional dan prestasi atlet menjadi indikator keberhasilan atau kegagalan kebijakan mereka.

Contoh nyata dari interaksi ini terlihat dalam penyelenggaraan Asian Games 2018 di Indonesia. Kinerja pemerintahan Joko Widodo dalam mengorganisir Asian Games berhasil menciptakan impresi positif di kalangan masyarakat Indonesia terhadap kepemimpinannya, terutama dalam hal kemajuan dan pengembangan di bidang olahraga.

Tajuk Associated Press saat itu menyoroti bagaimana suksesnya Asian Games memberikan dorongan popularitas kepada Jokowi menjelang pemilihan presiden tahun 2019. Kesuksesan ini tidak hanya mendapat pengakuan di dalam negeri, tetapi juga memperoleh apresiasi internasional, termasuk dari Thomas Bach, Ketua Komite Olimpiade Internasional.

Sementara bagi aktor sipil, dimensi olahraga menjadi ajang untuk menanamkan nilai, paham dan pandangan politik yang melekat pada organisasi-organisasi olahraga internasional, atlet dan para pendukung dari klub-klub olahraga melalui perhelatan kegiatan olahraga itu sendiri. Contohnya, keputusan FIFA mencabut status Indonesia sebagai tuan rumah piala dunia U-20 Maret 2023 lalu, atau perilaku yang ditunjukkan oleh atlet dan pendukung pada peristiwa politik internasional atau domestik.

Meski gagal menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20, Indonesia dipercaya menjadi tuan rumah Piala Dunia U-17. Syifa_Studio/shutterstock.

Ketegangan politik juga telah menjadi ciri dari hubungan antara politik dan olahraga, seperti yang terlihat dalam Olimpiade Stockholm 1912 di Swedia. Ketika itu atlet Finlandia diharuskan untuk berkompetisi di bawah bendera Rusia, yang melambangkan penundukan politik.

Fenomena ini memberikan peluang bagi aktor-aktor politik untuk memanfaatkannya sebagai legitimasi politik, yang apabila dikelola dengan baik, bisa mengarah pada pencapaian tujuan politik mereka.

Apa yang harus dilakukan selanjutnya?

Dalam konteks kebijakan luar negeri, Indonesia memiliki kesempatan untuk memanfaatkan keberhasilan Megawati sebagai bagian dari strategi nation branding.

Proses ini seringkali memperhitungkan faktor-faktor seperti budaya, sejarah, produk, pariwisata, dan olahraga untuk menciptakan persepsi positif di mata pemangku kepentingan nasional dan internasional.

Hal ini dapat mencakup integrasi narasi keberhasilan Megawati ke dalam diplomasi untuk memperkuat hubungan bilateral dengan Korea Selatan dan negara-negara lain.

Pemerintah juga perlu merancang strategi yang mengakomodasi dan memanfaatkan potensi ini, tidak hanya dalam membangun hubungan bilateral yang lebih kuat, tetapi juga dalam mengangkat citra Indonesia secara global.

Selanjutnya, pembentukan kebijakan olahraga yang inovatif dan responsif terhadap dinamika internasional merupakan kebutuhan mendesak. Kebijakan ini mencakup dukungan pemerintah terhadap atlet yang ingin berkompetisi dan berlatih di luar negeri, pengembangan program pertukaran budaya dan olahraga, peningkatan fasilitas pelatihan atlet di dalam negeri, serta kolaborasi antara sektor publik dan swasta dalam pengembangan olahraga.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now