Menu Close

Bagaimana Indonesia bisa mengatasi penurunan produktivitas perekonomian akibat COVID-19

antarafoto pembangunan makassar new port tahap kedua abhe.

Pandemi COVID-19 mengakibatkan resesi global yang paling dalam sejak Perang Dunia Kedua dan memperparah tren penurunan pertumbuhan produktivitas global. Hal ini juga dihadapi Indonesia.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) laju pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) atau total produksi barang dan jasa per tenaga kerja Indonesia menurun ke -1,84% pada tahun lalu dibandingkan 3% pada tahun sebelumnya.

Penurunan pertumbuhan produktivitas ini akan menimbulkan dampak berantai mulai dari penurunan pertumbuhan pendapatan per kapita dan melambatnya pengurangan tingkat kemiskinan.

Pembangunan gedung bertingkat berlangsung di Jakarta, Minggu (12/9/2021). Antara Foto

Penurunan produktivitas akan mengancam pertumbuhan jangka panjang

Pandemi COVID-19 berpotensi meninggalkan bekas yang lama terhadap perekonomian.

Pandemi mengakibatkan penurunan produktivitas banyak negara karena penurunan investasi, kemunduran perdagangan, dan rantai pasok global akibat pembatasan mobilitas, serta penurunan kualitas sumber daya manusia akibat hilangnya jam belajar dan meningkatnya jumlah orang menganggur.

Semuanya akan mengakibatkan penurunan produktivitas dan menjadi kendala bagi banyak negara dalam meningkatkan pendapatan riil dalam jangka panjang.

Produktivitas adalah jumlah output atau luaran yang dihasilkan dalam suatu periode. Para ekonom mengukur tingkat produktivitas suatu negara dari jumlah Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per tenaga kerja.

Bahkan sebelum pandemi, tren pertumbuhan produktivitas global, termasuk Indonesia, sudah dalam posisi yang mengkhawatirkan. Menurut Bank Dunia, pandemi COVID terjadi ketika pertumbuhan produktivitas global mengalami perlambatan yang tajam setelah krisis finansial 2008.

Perlambatan pertumbuhan pasca krisis 2008 bersifat merata. Sekitar 70% negara maju dan 80% negara berpendapatan rendah mengalaminya.

Penurunan pertumbuhan produktivitas di negara maju lebih disebabkan oleh penurunan investasi (capital deepening).

Sementara penurunan pertumbuhan produktivitas di negara berkembang lebih kompleks dari itu. Negara berkembang pengekspor komoditi seperti Indonesia mengalami penurunan produktivitas tenaga kerja terbesar karena jatuhnya harga komoditi seperti batu bara dan kelapa sawit.

Negara berkembang juga mengalami penurunan investasi, seperti di negara maju.

Namun, lebih dari itu, negara berkembang mengalami pelemahan dalam hal kemampuan menggunakan modal dan tenaga kerja secara efisien atau Total Factor Productivity (TFP). Di dalam akuntansi pertumbuhan (growth accounting), yaitu prosedur dalam ilmu ekonomi untuk mengukur kontribusi pelbagai faktor dalam pertumbuhan ekonomi, TFP sering juga digunakan sebagai pendekatan (proxy) untuk mengukur tingkat kemajuan perubahan teknologi di dalam kegiatan produksi.

Penurunan pertumbuhan produktivitas Indonesia

Untuk kasus Indonesia, satu dekade sebelum pandemi COVID (2010-2019), pertumbuhan produktivitas perekonomian Indonesia yang diukur dari output (PDB) per pekerja memiliki tren menurun dari 6,95% pada tahun 2011 menjadi 3% pada tahun 2019.

Berdasarkan Asian Productivity Databook 2020, Indonesia satu-satunya ekonomi di lingkungan ASEAN-6 (Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam) yang memiliki kontribusi pertumbuhan TFP negatif terhadap pertumbuhan ekonomi pada periode 2010-2018.

Pada periode yang sama investasi untuk sumber daya manusia dan inovasi juga rendah, ini ditandai oleh rendahnya rasio anggaran untuk penelitian dan pengembangan terhadap PDB Indonesia yang terendah di ASEAN-6.

Selanjutnya berdasarkan Penn World Table 10.0 yang mengukur kapasitas sumber daya manusia lewat Human Capital Index, Indonesia juga yang terendah di lingkungan ASEAN-6 dan bahkan satu-satunya yang mengalami penurunan sejak 2010.

Kombinasi antara penurunan kemampuan sumber daya manusia, rendahnya investasi teknologi dan inovasi bermuara pada kontribusi pertumbuhan TFP yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Dari sembilan sektor ekonomi, lima mengalami penurunan pertumbuhan produktivitas, yaitu sektor pertanian, industri pengolahan, perdagangan, transportasi & komunikasi, dan sektor jasa-jasa.

Dari lima sektor di atas, sektor pertanian diikuti sektor jasa-jasa dan sektor perdagangan memiliki tingkat produktivitas di bawah produktivitas rata-rata nasional.

Apa yang dapat dan perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas

Peningkatan produktivitas terletak pada peningkatan Total Factor Productivity (TFP).

Peningkatan TFP dalam suatu perusahaan bisa dilakukan dengan mengadopsi inovasi yang dilakukan oleh perusahaan terkemuka sejenis, sehingga dapat menerapkan teknologi dan manajemen produksi yang lebih baik dan efisien. Inovasi dan adopsi teknologi ini membutuhkan investasi peralatan dan juga investasi riset, pengembangan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia.

Peningkatan TFP juga bisa diperoleh dari realokasi kapital dan tenaga kerja ke perusahaan yang lebih produktif. Kondisi ini bisa diraih ketika sumber daya meninggalkan bisnis yang tidak produktif dan mengalihkannya ke bisnis yang lebih produktif melalui kemudahan entry dan exit dari perusahaan.

Untuk meningkatkan TFP beberapa langkah kebijakan berikut patut untuk dipertimbangan:

Pertama, meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan di semua jenjang. Ini termasuk pendidikan vokasi dan program pelatihan upskilling untuk meningkatkan keterampilan di dalam satu sektor dan reskilling untuk menyiapkan realokasi tenaga kerja lintas sektor.

Kedua, meningkatkan investasi di sektor teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung program digitalisasi, Internet of Things, dan Industry 4.0 yang telah terbukti memiliki kontribusi cukup signifikan dalam peningkatan produktivitas.

Ketiga, meningkatkan investasi infrastruktur untuk produksi pengetahuan, penelitian dan pengembangan, serta inovasi untuk mendukung penciptaan produk atau proses baru.

Keempat, meningkatkan investasi penanaman modal asing di sektor industri terutama bagi industri yang mendorong terjadinya difusi dan transfer teknologi melalui skema lisensi, produksi bersama, integrasi teknologi, dan pengembangan produk sendiri.

Kelima, melanjutkan reformasi kebijakan dan tata kelola serta regulasi untuk meningkatan efisiensi pasar sehingga memungkinkan terjadinya alokasi sumberdaya (tenaga kerja, kapital, dan material) secara efisien.

Pemerintah harus bisa memperbaiki masalah produktivitas agar bisa menjaga momentum pertumbuhan dalam jangka panjang. Dengan transformasi ekonomi, Indonesia akan bisa membalik tren penurunan pertumbuhan produktivitas, mencapai target Sustainable Development Goals (SGDs) dan terhindar dari middle income trap.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,500 academics and researchers from 4,943 institutions.

Register now