Menu Close
Pekerja TEPCO di tempat penyimpanan air PLTN Fukushima, April 2013. (Greg Webb/IAEA), CC BY-NC-SA

Bagaimana limbah PLTN Fukushima dapat berdampak pada laut Indonesia

Tindakan pemerintah Jepang yang membuang air limbah pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Fukushima pada akhir Agustus lalu menuai polemik global. Pembangkit ini rusak dan mengalami kebocoran radioaktif akibat dihantam tsunami 12 tahun silam.

Masyarakat Jepang memprotes aksi pembuangan air limbah nuklir ini, terutama kelompok nelayan. Negara-negara tetangga seperti Cina, Korea Selatan, dan Taiwan juga melarang impor produk pertanian dan perikanan dari negeri Sakura.

Jepang mengklaim limbah yang dibuang sudah melalui proses penyaringan dan lulus uji keamanan bagi laut berikut organismenya. Klaim Jepang diperkuat hasil pengujian Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) yang juga turut mengawasi proses pembuangan limbah.

Sementara itu, Indonesia tidak mengeluarkan pernyataan yang tegas menolak ataupun mendukung langkah Jepang. Pemerintah hanya meminta pembuangan limbah diikuti dengan pemantauan yang ketat dan transparan.

Lantas, apakah klaim Jepang seputar keamanan limbah PLTN Fukushima ini sahih secara sains? Bagaimana dampaknya bagi perairan Indonesia? Dalam artikel ini, kami mencoba menjawab dua pertanyaan tersebut.

Bagaimana limbah nuklir dibuang

Jepang tidak boleh membuang air limbah nuklir begitu saja. Sebelum dibuang, air limbah nuklir harus disaring (filterasi) dengan sistem Advance Liquid-processing System (ALPS). Perusahaan listrik pelat merah Jepang, Tokyo Electric Power (TEPCO), selaku operator PLTN Fukushima bertanggung jawab dalam proses pengolahan dan pembuangannya.

Pengujian limbah nuklir
Para ahli IAEA yang hadir di lokasi pengambilan sampel air limbah PLTN Fukushima yang telah diolah dan diencerkan. IEA melakukan pemantauan dan analisis langsung di lokasi tersebut. (TEPCO/IAEA), CC BY-NC-SA

Proses ALPS, melibatkan beberapa tahapan utama. Pertama, air limbah nuklir yang terkontaminasi dengan material radioaktif dikumpulkan dari sumbernya. Selanjutnya, air limbah menjalani tahap pengendapan dan penyerapan partikel radioaktif dengan bantuan bahan kimia tertentu.

Proses selanjutnya adalah penyaringan fisik untuk menghilangkan partikel yang tersisa dan memastikan air menjadi lebih bersih. Air limbah yang tersaring kemudian disimpan dalam tangki-tangki baja.

Air limbah di tangki kemudian dialirkan langsung ke laut melalui pipa sepanjang satu kilometer dari pesisir. Pembuangan berlangsung secara perlahan hingga 30 tahun mendatang. Jepang menyatakan, ada lebih dari sejuta ton air limbah yang akan dibuang ke perairan.

Dampak limbah nuklir terhadap laut Indonesia

Studi yang dilakukan oleh akademikus Jutta Lehto dan tim dari University of Helsinki Finlandia pada 2019 menyatakan, proses penyaringan mampu menghilangkan 62 dari 64 zat radioaktif dalam air limbah nuklir.

Kualitas air limbah hasil penyaringan, menurut riset ini, juga masih lebih baik standar IAEA yakni 1.500 becquerels (ukuran radioaktivitas suatu zat) per liter.


Read more: Indonesia ngotot pakai energi nuklir -- dan salah kaprah lainnya dari RUU EBT


Namun, proses penyaringan tidak menghilangkan carbon-14 dan tritium (elemen radioaktif dari hidrogen). TEPCO mengklaim konsentrasi tritium dalam limbah akan larut dalam air seiring waktu. Begitu juga dengan konsentrasi carbon-14 dalam tangki.

Walau begitu, meski aman secara teori, tidak ada cukup penelitian yang langsung membuktikan tritium tak berdampak pada organisme laut dan manusia. Terlebih lagi, paparan radioaktif yang larut dalam air laut akan masuk ke sel-sel makhluk hidup sehingga dampaknya sulit diketahui dalam jangka pendek.

Pada bulan lalu, pekerja TEPCO menemukan ikan di perairan sekitar saluran pembuangan PLTN Fukushima terpapar senyawa radioaktif Cesium-137 dengan kadar 180 kali lebih tinggi dari standarnya. Senyawa ini yang dapat masuk ke dalam tubuh makhluk hidup dan berisiko menyebabkan kanker.

Temuan tersebut berlawanan dengan hasil simulasi oleh Raúl Periáñez dan tim peneliti dari Cina dan Spanyol pada 2021. Studi ini memperkirakan konsentrasi Cesium-137 dalam air limbah nuklir PLTN Fukushima tidak akan memiliki dampak lingkungan signifikan dalam sedimen dan biota laut, termasuk ikan.

Kontaminasi Cesium-137 yang diduga berasal dari PLTN Fukushima juga ditemukan dalam dua merek minuman anggur California, Amerika Serikat. Walau begitu, kadar senyawa ini dianggap sangat rendah sehingga tidak berisiko bagi kesehatan.

Arus limbah nuklir.
Peta arus Tsushima yang melintasi Jepang, Laut Cina Selatan, lalu ke Indonesia. (Encyclopaedia Britannica)

Nah, kami menduga air limbah nuklir Fukushima berpotensi sampai ke laut Indonesia melalui arus Tsushima. Arus ini mengalir dari pantai barat Jepang ke arah barat yakni Laut Cina Selatan di sepanjang pesisir Thailand, Malaysia, lalu masuk ke Indonesia.

Arus tersebut kemudian bercampur dengan Arlindo (Arus Lintas Indonesia) dari perairan Natuna lalu menyebar ke seluruh Indonesia. Arus inilah yang berisiko menyebarkan dampak limbah tersebut di perairan bahkan pesisir Indonesia.

Air limbah juga terbawa arus ke lautan sebelah timur. Hasil simulasi pada 2019 yang dilakukan Chang Zhao dan tim dari First Institute of Oceanography, Kementerian Sumber Daya Alam Cina, memprediksi pembuangan limbah nuklir yang dilakukan oleh pemerintah Jepang akan mencapai perairan Pasifik Timur dalam waktu sepuluh tahun mendatang.

Selain membawa air laut, arus juga menjadi rute bagi ikan-ikan bermigrasi seperti tuna sirip kuning ataupun biru. Walau begitu, dampak limbah nuklir terhadap makhluk-makhluk ini baru dapat diketahui melalui studi jangka panjang, sekitar 10 atau 20 tahun.

Studi yang terbit pada 2023 oleh tim peneliti dari Tsinghua University Cina (belum melalui proses telaah sejawat) turut mengatakan dampak pembuangan air limbah PLTN Fukushima berisiko menyebabkan kanker bagi manusia, dan berdampak pada organisme laut terutama ikan hingga ke seluruh dunia.

Butuh studi

Hingga artikel ini ditulis, limbah nuklir PLTN Fukushima sudah terlepas dan masih terus dialirkan ke laut. Kita pun belum bisa memastikan seberapa besar dampaknya bagi ekosistem laut dunia, terutama Indonesia.

Indonesia memerlukan penelitian lebih lanjut untuk memahami konsekuensi limbah nuklir terhadap ekosistem laut Indonesia. Kita membutuhkan upaya yang cermat dan hati-hati untuk memastikan seluruh aktivitas terkait nuklir di tingkat global tidak berdampak pada kelestarian ekosistem laut.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,800 academics and researchers from 4,948 institutions.

Register now