Menu Close
A man watching TV.
Terlalu banyak menonton liputan COVID-19 dapat membuat ketakutan dan menciptakan kekhawatiran yang semakin parah. seb_ra via Getty Images

Bagaimana media dapat memperburuk kesehatan mental selama pandemi COVID-19

Sejak pandemi bermula, tingkat kecemasan di Amerika Serikat meningkat tiga kali lipat dan tingkat depresi meningkat empat kali lipat. Kini, penelitian menunjukkan bahwa media adalah bagian dari masalah tersebut. Menonton dan membaca berita tentang COVID-19 secara terus-menerus dapat berbahaya bagi kesehatan mental Anda.

Kami adalah profesor yang mempelajari efek psikologis pada orang-orang yang terjebak dalam krisis, kekerasan, dan bencana alam. COVID-19 jelas memenuhi kriteria kondisi krisis, dan survei kami atas lebih dari 1.500 orang dewasa AS dengan jelas menunjukkan bahwa mereka yang paling banyak terpapar media yang membahas pandemi merasakan lebih banyak stres dan depresi.

Ini bisa dimengerti. Kematian, penderitaan, dan gambar-gambar rumah sakit yang kewalahan serta pasien yang diintubasi dapat sangat menakutkan. COVID-19 telah menciptakan infodemik; di mana anggota masyarakat kewalahan dengan banyaknya informasi yang tidak dapat dikelola. Informasi ini sangat banyak, terutama yang disebarkan secara daring, rumor-rumor yang menggelisahkan, teori konspirasi, dan pernyataan tidak berdasar yang membingungkan, menyesatkan, dan menakuti.

Sebagian orang merasakan stres berat

Sebuah studi pada Juni 2020, yang mempelajari 5.412 orang dewasa AS menyatakan bahwa 40% responden dilaporkan berjuang dengan masalah kesehatan mental atau penggunaan narkoba. Temuan ini tidak membahas apakah responden telah terdampak COVID-19. Sejak itu, beberapa orang yang terdampak COVID-19 sekarang melaporkan masalah kesehatan mental yang muncul pada 90 hari setelah penyakit mereka mereda.

Merawat kerabat atau teman yang terpapar virus dan bahkan hanya mengenal seseorang yang terjangkit COVID-19 dapat membuat stres dan menggangu kesehatan mental. Jika anggota keluarga atau teman meninggal, kesedihan atas kepergian tersebut akan menimbulkan kecemasan dan depresi. Hal ini bahkan lebih mungkin terjadi jika individu tersebut meninggal tanpa kerabat – atau jika peringatan kematiannya tidak dapat diadakan karena pandemi.

Para pekerja sektor esensial, baik yang bertugas di rumah sakit hingga bekerja di toko kelontong, memiliki risiko lebih tinggi untuk terdampak masalah kesehatan mental karena COVID. Terlebih para petugas kesehatan yang merawat pasien yang akhirnya meninggal karena virus.

[Dapatkan fakta tentang virus corona dan penelitian terbaru. Daftar ke buletin The Conversation.]

Orang-orang dewasa hispanik dan kulit hitam juga melaporkan masalah kesehatan mental lainnya , termasuk penyalahgunaan obat-obatan dan keinginan untuk bunuh diri. Minimnya akses kepada obat-obatan dan rasisme sistemik yang terjadi di fasilitas kesehatan A.S. menjadi dua faktor masalah ini.

Pandemi COVID-19 juga diikuti dengan laporan-laporan kekerasan polisi terhadap orang kulit hitam Amerika. Hal ini saja bagaimanapun telah memperburuk masalah kesehatan mental.

Anak-anak, pemuda, dan mahasiswa juga menunjukkan reaksi kesehatan mental yang relatif lebih buruk. Ini bisa jadi karena suasana hati yang menghilang karena kondisi terisolasi dari teman sebaya nya, hilangnya dukungan dari guru, dan hilangnya kegiatan sehari-hari.

Menetapkan batas penting

Penting bagi Anda untuk tetap terinformasi. Tetapi Anda juga perlu memantau seberapa banyak media yang dikonsumsi, serta pengaruhnya terhadap Anda. Jika Anda terus-menerus khawatir, merasa kewalahan, atau sulit tidur, Anda mungkin mengonsumsi terlalu banyak informasi terkait COVID.

Apabila ini terjadi, istirahatlah sejenak dari berita dan lakukan hal lain untuk membantu menenangkan pikiran Anda.

Orang tua harus sering memeriksa kondisi anak, dan bagaimana mereka terpengaruh oleh informasi tersebut. Mendengarkan dan memvalidasi kekhawatiran mereka, kemudian memberikan tanggapan jujur atas pertanyaan mereka, akan sangat membantu.

Jika seorang anak mengalami kesulitan untuk membicarakannya, orang dewasa dapat membuka diskusi dengan pertanyaan terbuka, misalnya: “Bagaimana perasaan mu tentang apa yang terjadi?”. Yakinkan anak-anak bahwa semua akan dikerahkan untuk melindungi mereka, dan semua juga dapat mendiskusikan upaya-upaya untuk tetap selamat dan terjaga: memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.

Akhirnya, Anda dapat mendorong keterampilan beradaptasi untuk anak-anak. Ingatkan mereka bahwa hal-hal baik masih ada di dunia. Bekerja samalah untuk membuat daftar cara sehat untuk mengatasi stres karena COVID-19. Kemudian lakukan itu. Kegiatan-kegiatan ini akan membantu si buah hati mengatasi masalah mental yang ada – sekaligus itu juga akan berdampak positif bagi Anda.


Rachel Noorajavi menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now