Menu Close
UU P2SK
Gedung Kementerian Keuangan. Wulandari Wulandari/shutterstock

Bagaimana undang-undang sektor keuangan yang baru memperkuat lanskap keuangan digital

Pada era sekarang ini, kita merasakan begitu pesatnya pertumbuhan keuangan digital. Pertumbuhan pinjaman online kini telah melampaui pinjaman bank tradisional. Jumlah perusahaan teknologi finansial (tekfin) bertumbuh lebih dari dua kali lipat sepanjang lima tahun terakhir. Meski nilai transaksinya anjlok, jumlah investor kripto di Indonesia terus bertumbuh.

Perkembangan ini perlu disikapi dengan sigap oleh pemerintah–tak hanya untuk meningkatkan potensi keuangan digital namun juga menghadapi risikonya.

Pengesahan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) pada awal 2023 menandai babak baru dalam sejarah perekonomian Indonesia.

Menanggapi mendesaknya kebutuhan reformasi di bidang keuangan, UU P2SK menjadi contoh komitmen pemerintah untuk menjawab tantangan di era teknologi maju.

Transformasi digital di sektor keuangan: potensi dan risiko

Salah satu aspek vital yang menjadi mandat dari UU P2SK yaitu pemanfaatan dan adaptasi terhadap inovasi teknologi dalam sektor keuangan. Ada dua sisi mata uang yang harus dipertimbangkan di sini. Di satu sisi, teknologi dapat mengubah cara kerja sektor keuangan, meningkatkan efisiensi, dan inklusi. Di sisi lain, implementasi teknologi yang buruk dapat membuka pintu bagi kerugian besar dan risiko yang belum pernah dialami sebelumnya.

Dalam konteks teknologi dan informasi yang serba pesat, sektor keuangan Indonesia harus mampu beradaptasi dan inovatif agar tetap relevan dan efisien. Tekfin, blockchain, dan kecerdasan buatan (AI) adalah perangkat yang dapat merombak sektor keuangan, namun mereka juga membawa risiko.

Misalnya, terbatasnya akses terhadap data-data dari Direktorat Kependudukan dan Catatan Sipil (Ditjen Dukcapil) untuk memverifikasi data pengguna dan meminimalisasi penipuan membuat tekfin sulit berkembang. Regulasi spesifik yang memayungi inovasi-inovasi baru di tekfin yang seharusnya bisa dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga masih absen karena kurang memadainya sumber daya ahli di bidang ini.

Sementara itu, ancaman terhadap privasi dan keamanan data, penipuan investasi, serta risiko terkait dengan stabilitas dan integritas sistem keuangan, menjadi isu utama yang perlu dimitigasi.

Bagaimana kita memilih untuk memanfaatkan teknologi ini, dan dalam lingkungan regulasi seperti apa mereka diterapkan, akan berdampak langsung pada keberhasilan upaya transformasi ini.

Peran OJK dan BI dalam Implementasi UU P2SK

Peran OJK selaku regulator industri keuangan dan Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral, menjadi semakin penting dengan adanya UU ini. Dengan wewenang yang diberikan oleh UU P2SK, mereka bertanggung jawab untuk mengarahkan transformasi digital di sektor keuangan Indonesia.

Peran OJK

UU P2SK meningkatkan kewenangan dan peran OJK dalam mengatur dan mengawasi berbagai sektor keuangan, termasuk industri yang relatif baru seperti tekfin dan transaksi aset digital. OJK kini memiliki ruang gerak yang lebih luas untuk melakukan pengawasan terintegrasi dan melindungi konsumen. Misalnya, aset digital yang merupakan bagian dari tekfin namun sebelumnya diawasi oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI), kini akan menjadi bidang kerja OJK.

Hal ini memungkinkan pembentukan ekosistem yang mendukung pertumbuhan industri keuangan dengan penerapan teknologi canggih. Misalnya, dengan adanya regulasi yang jelas dan mutakhir, industri tekfin dan aset digital seperti uang kripto dan non-fungible token (NFT) akan memiliki panduan yang jelas tentang bagaimana mereka dapat beroperasi dan berkembang di Indonesia.

Ini juga akan menarik lebih banyak investasi ke sektor tersebut, karena investor selalu mencari kepastian hukum dan regulasi sebelum menginvestasikan dana mereka. Tanpa adanya regulasi yang jelas, risiko investasi akan semakin besar, dan tingkat kepercayaan menurun.

Bagaimana OJK mengevaluasi teknologi dan inovasi keuangan, misalnya, dapat membuka pintu bagi inklusi keuangan yang lebih besar dan model bisnis baru serta memetakan risiko-risiko yang ada.

Namun, mengingat kecepatan perkembangan industri tekfin dan digital, OJK perlu menjaga agar keterampilan dan pengetahuannya adaptif dengan inovasi terbaru. Jika tidak, ada risiko bahwa pengawasan dan regulasi tersebut dapat menjadi hambatan dan bukan akselerator bagi inovasi. OJK pun mesti memerhatikan perlindungan konsumen.

Peran BI

UU P2SK juga mempertegas peran BI untuk fokus pada kebijakan moneter (peredaran uang) dan stabilitas sistem keuangan secara makro, termasuk mengawasi dan mengatur risiko yang mungkin ditimbulkan oleh inovasi teknologi. Hal ini memastikan bahwa tidak ada tumpang tindih antara BI dan OJK meski, seperti yang dijelaskan oleh Pasal 217 UU P2SK, keduanya dapat berkoordinasi dalam rangka pengaturan, pengawasan, dan penyelenggaraan inovasi teknologi di sektor keuangan ketika dibutuhkan.

Wewenang yang diberikan UU P2SK memunculkan tantangan baru bagi BI.

Pertama, BI harus menyesuaikan kebijakan moneter untuk menangani penerbitan mata uang digital bank sentral (CBDC).

Kedua, BI dihadapkan pada tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran yang kini bertransisi dari metode pembayaran tradisional menjadi digital–misalnya dengan hadirnya QRIS dan dompet digital lainnya. BI memantau dan mengatur teknologi baru di perbankan untuk memastikan kepatuhan terhadap standar keamanan dan stabilitas sistem pembayaran.

Ketiga, dengan bank semakin banyak menggunakan teknologi digital dalam operasional mereka, BI perlu memutakhirkan regulasi dan mekanisme pengawasan termasuk memastikan perbankan memiliki tata kelola data dan teknologi yang baik.

Dengan kata lain, UU P2SK memerlukan BI untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi dalam sektor keuangan, memperbarui regulasi dan pengawasan, dan menjaga stabilitas sistem keuangan serta melindungi hak konsumen dalam lingkungan yang semakin digital.

Melihat ke depan: peluang, tantangan, dan kunci keberhasilan

Mengawasi dan mengatur teknologi baru ini akan memerlukan pemahaman dan pengetahuan yang dalam. Kedua lembaga ini harus berinvestasi dalam membangun dan memperkuat kapasitas mereka sendiri, serta memastikan bahwa mereka memiliki keterampilan dan alat yang tepat untuk memahami dan mengatur teknologi baru ini.

Hal ini mencakup investasi di bidang sumber daya manusia yang memahami kemampuan analitis, strategis, taktis, dan teknis. Begitu pula investasi di bidang teknologi untuk membantu lembaga keuangan memastikan regulasi ditaati oleh pelaku industri keuangan.

Ini bukanlah tugas yang mudah, namun penting untuk keberhasilan jangka panjang reformasi sektor keuangan.

Meski tantangannya besar, UU P2SK juga membuka pintu bagi peluang dan kesempatan baru. Penggunaan AI, misalnya, dapat meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam pengawasan dan pengaturan, membuka pintu bagi analisis data yang lebih kompleks, dan akurat, serta pengambilan keputusan yang lebih baik.

Blockchain, di sisi lain, dapat meningkatkan transparansi dan efisiensi dalam berbagai proses keuangan, seperti transfer dana dan penyelesaian transaksi. Kemampuan meningkatkan kapasitas dalam bidang keamanan siber juga bisa membantu melindungi sektor keuangan dari serangan siber dan ancaman lainnya.

Dengan UU P2SK, Indonesia memiliki peluang dalam pengembangan dan penerapan teknologi baru dalam sektor keuangan–menyeimbangkan perlindungan konsumen dengan inovasi.

Namun perlu menjadi catatan bahwa perluasan wewenang yang diberikan oleh UU P2SK juga bisa memicu risiko penyalahgunaan kekuasaan. Ini dikarenakan UU ini meningkatkan peran dan kekuasaan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)–yang beranggotakan Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)-dalam pengambilan keputusan keuangan. Hal ini berpotensi mengurangi kewenangan dan independensi institusi keuangan lain.

Pengawasan independen perlu ditingkatkan dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan harus diperkuat. Semua langkah ini akan membantu memastikan bahwa kekuatan baru yang diberikan oleh UU P2SK digunakan dengan bijaksana dan bertanggung jawab.

Pendekatan yang seimbang, yang mempertimbangkan baik peluang maupun risiko, serta mempertimbangkan faktor etika dan sosial, menjadi kunci keberhasilan implementasi UU P2SK dalam menjamin inklusivitas, kedalaman, dan stabilitas di sektor keuangan.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now