Menu Close
Proses pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam, Kalimantan Timur. RA's Creative/Shutterstock

Belajar dari Helsinki untuk IKN: bagaimana membangun kota cerdas yang dapat membuat masyarakat lebih bahagia?

Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko “Jokowi” Widodo telah menunjukkan keseriusannya dalam merealisasikan rencana pemindahan ibu kota negara Indonesia dari Jakarta ke wilayah Kalimantan Timur dengan mengeluarkan UU No 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara.

Bercita-cita menjadikannya sebagai “Kota Dunia untuk Semua”, langkah Indonesia dalam mewujudkan Ibu Kota Nusantara (IKN) ini dibarengi dengan inisiasi untuk menjadikan IKN sebagai kota pintar dan salah satu kota paling bahagia di dunia.

Dalam rencana pembangunan IKN, kota cerdas akan dibangun tanpa melupakan konsep kota hutan (forest city) yang berkelanjutan. Komitmen ini dicanangkan agar tetap mempertahankan lanskap wilayah hutan di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara dan terus berpedoman pada komitmen pembangunan berkelanjutan.

Dalam Cetak Biru Kota Cerdas Nusantara, terdapat enam aspek strategis dalam rangka pembangunan kota cerdas tersebut, yaitu sistem tata kelola yang cerdas, pola hidup cerdas, industri dan sumber daya manusia yang cerdas, lingkungan dan infrastruktur yang dibangun dengan cerdas, sumber daya alam dan energi yang cerdas, dan sistem transportasi dan mobilitas cerdas.

Melihat aspek tersebut, komitmen pembangunan kota cerdas berbasis hutan (smart forest city) perlu dilakukan untuk mengimbangi penggunaan dan pengembangan informasi teknologi komunikasi dalam implementasinya.

Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN), sebagai lembaga yang berwenang dalam pembangunan IKN, dan Kementerian Ekonomi dan Ketenagakerjaan Republik Finlandia menandatangani nota kesepahaman untuk memperkuat kerja sama terkait kota cerdas pada 29 Januari 2024. Kerja sama ini menjadi langkah awal Indonesia dalam mewujudkan ambisi kota cerdas yang bahagia untuk Nusantara yang tidak hanya memperhatikan infrastruktur pembangunan dan lingkungan, tetapi juga memperhatikan kondisi sosial masyarakat dengan upayapemenuhan kesejahteraan dan kebahagiaan.

Pengunjung melihat maket Ibu Kota Nusantara (IKN) dalam pameran Forum Sistem Transportasi Cerdas Asia Pasifik ke-19 2024 di JCC Senayan, Jakarta. Aprillio Akbar/Antara Foto

Indonesia perlu belajar dari Helsinki, ibu kota Finlandia, untuk dapat menjadi salah satu kota cerdas paling bahagia di dunia.

Helsinki, kota paling bahagia

Finlandia adalah salah satu negara di Eropa yang terdepan dalam melakukan pengembangan konsep kota cerdas dan berada di peringkat pertama sebagai negara paling bahagia di dunia selama tujuh tahun berturut-turut.

Tuntutan Uni Eropa (UE) melalui inisiasi program seperti Horizon 2O2O dan European Innovation Partnership for Smart Cities and Communities (sekarang the Smart Cities Marketplace) serta berbagai dukungan program pengembangan kota cerdas lainnya sejak tahun 2010 mendorong Finlandia dan negara-negara anggota UE lainnya beradaptasi dan berinovasi dalam mengembangkan kota cerdas.

Helsinki kemudian berkembang menjadi kota cerdas paling bahagia di negaranya. Berdasarkan Happy City Index 2024 yang dilakukan oleh Happy City Hub Ltd, lembaga yang mengkaji kualitas hidup manusia di berbagai kota di dunia, Helsinki menempati urutan ke-11 sebagai kota paling bahagia di dunia.

Kebahagiaan pada setiap individu memiliki faktor penentu yang berbeda-beda. Dalam konsep perkotaan, kota bahagia menempatkan ruang emosional sebagai infrastruktur penting di dalamnya. Kota bahagia mengedepankan kenyamanan bagi warga dalam bertukar ide dan pikiran, sehingga dapat membangun emosi yang baik dan sehat.

Dari Helsinki untuk Nusantara

Setidaknya ada empat narasi yang dapat dipelajari dari Helsinki jika pemerintah Indonesia ingin bisa menyeimbangkan aspek smartness dan happiness dalam membangun ibu kota yang bahagia.

1. Orientasi pelayanan dan digitalisasi data

Penyelenggaraan pelayanan publik berbasis teknologi informasi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Nusantara telah dituliskan secara berulang kali dalam Cetak Biru Kota Cerdas Nusantara. Ini menjadi sebuah tanda baik sebagai pondasi dalam pembangunan kota pintar IKN. Namun, pemerintah Indonesia perlu memastikan bahwa pola orientasi pelayanan yang dibangun di ibu kota Nusantara mengedepankan unsur pelayanan yang mengedepankan kepentingan masyarakat, bukan sebagai otoritas pembuat peraturan semata.

Suasana di pusat Kota Helsinki, Finlandia. Finn stock/Shutterstock

Pemerintah perlu menghadirkan sistem pelayanan publik yang sederhana, efisien, dan tidak berbelit-belit dengan mengandalkan sistem teknologi informasi yang mumpuni. Selain itu, transparansi data dengan mengupayakan digitalisasi data juga perlu dilakukan.

Masyarakat setempat perlu mendapatkan informasi layanan kemasyarakatan secara terbuka dan memiliki akses terhadap data-data publik yang dibutuhkan dalam satu wadah yang terintegrasi—menghindari banyaknya aplikasi yang dibangun dengan fungsi yang berbeda-beda seperti yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia.

Dalam upaya mewujudkan pelayanan publik berbasis digital yang efisien, pemerintah kota Helsinki banyak membuka peluang kerja sama dengan universitas, peneliti, pebisnis, dan para ahli. Hal serupa dapat dilakukan oleh Indonesia dalam merealisasikan pelayanan publik yang bersifat akomodatif.

2. Partisipasi publik dan transparansi

Jika ingin warga yang tinggal di kota menjadi lebih bahagia, pemerintah perlu melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait kebijakan.

Di Helsinki, komitmen citizen-centric menjadi yang utama dengan tujuan agar masyarakat memiliki kewenangan untuk membentuk kotanya seperti yang mereka inginkan. Partisipasi masyarakat dibuka melalui layanan bersifat daring atau warga dapat datang langsung ke kantor pelayanan kota.

Pemerintah kota Helsinki juga menetapkan secara spesifik besaran persentase suara masyarakat yang dibutuhkan, yakni paling tidak ketika 2% dari publik memiliki sebuah inisiatif atau menyoroti permasalahan yang sama, pemerintah perlu memutuskan langkah lebih lanjut terkait inisiasi atau masalah tersebut dalam kurun waktu enam bulan.

Kota Helsinki juga sangat memanfaatkan internet untuk meningkatkan interaksi antara masyarakat dan pemangku kepentingan dan membangun satu platform bernama Ahjo Explorer yang memfasilitasi masyarakat untuk dapat memberikan masukan kebijakan, melaporkan pelanggaran, dan memonitor sejauh mana usulan mereka telah ditanggapi di tingkat pemerintah kota.

Selain itu, pemerintah juga mengajak masyarakat kota Helsinki dalam program OmaStadi Online Service untuk merancang alokasi anggaran kota bersama-sama. Selain partisipasi publik, praktik transparansi pun terefleksikan melalui program-program ini.

Saat ini, permasalahan yang masih terjadi di Indonesia adalah terkait transparansi—sejauh mana inisiasi masyarakat akan ditanggapi dan dalam kurun waktu berapa lama permasalahan dapat terselesaikan.

Jembatan Pulau Balang. Proyek pemerintah Indonesia untuk menghubungkan kota Balikpapan dengan Ibu Kota Nusantara. hendra yuwana/Shutterstock

Sebagai wujud kota pintar, pembangunan IKN dapat mengambil contoh baik dari praktik partisipasi publik yang dilakukan di Helsinki. Melibatkan masyarakat dalam membangun kota pintar dan memberikan informasi kemajuan serta waktu penyelesaian yang pasti terkait usulan yang diberikan mungkin dapat meningkatkan peluang dalam mewujudkan berbagai cita-cita besar IKN, termasuk menjadi kota yang bahagia.

Ketika merasa didengar dan dirangkul, ruang emosional dan kreativitas masyarakat dalam memberikan pendapat menjadi lebih terpenuhi.

3. Keterbukaan ruang inovasi dan kreativitas

Di Helsinki, ruang inovasi dan kreativitas sangat terbuka luas. Partisipasi masyarakat juga sangat tinggi. Hal ini didorong oleh kemudahan akses usaha dan juga pelayanan publik serta perizinan yang mudah. Menariknya, Pemerintah Kota Helsinki juga memberikan dana hibah kepada pengusaha-pengusaha baru yang potensial dalam bentuk startup grants dengan nominal mencapai kurang lebih Rp13 juta per bulan selama satu tahun agar usaha tersebut dapat beroperasi secara stabil. Masyarakat bahkan dapat mendaftarkan ide-ide usahanya sebelum mendirikan perusahaan tersebut.

Kesempatan dan dukungan seperti ini telah memenuhi ruang emosi dan menciptakan ketenangan tersendiri bagi masyarakat Helsinki, sehingga mendorong mereka untuk lebih berinovasi. Ini terbukti dengan banyaknya jumlah usaha baru yang tumbuh di kota tersebut.

Hal serupa dapat pula diterapkan dalam pembangunan kota cerdas IKN. Ruang-ruang inovasi dan kreativitas tidak hanya diberikan untuk perusahaan yang telah berdiri, tetapi juga bagi ide-ide inovatif dari anak-anak muda dalam mewujudkan apa yang telah dituliskan dalam Cetak Biru Kota Cerdas Nusantara. Kesempatan dalam berinovasi ini dapat mendorong realisasi kota cerdas yang bahagia dengan merangkul ide-ide sesuai kebutuhan masyarakatnya.

4. Membangun kepercayaan

Berdasarkan OECD Trust Survey yang menganalisis terkait level kepercayaan masyarakat di suatu negara, tingkat kepercayaan di Finlandia baik di level individu maupun pemerintah terbilang tinggi. Masyarakat di Finlandia bahkan memiliki kepercayaan besar pada layanan publik yang diberikan pemerintah. Khususnya, masyarakat di Helsinki menunjukkan kepercayaan dan kepuasan pada pemerintah daerah dan pelayanan publik paling besar dibandingkan kota-kota lain di Finlandia.

Di Helsinki, masyarakat juga saling percaya satu sama lain. Hal ini dibuktikan dengan angka kriminalitas yang rendah dan tingkat keamanan yang tinggi. Sebagai contoh, mayoritas anak-anak di Helsinki selalu berangkat dan pulang sekolah secara mandiri sejak mereka duduk di bangku sekolah dasar.

Wujud kota pintar berbasis kepercayaan ini menjadikan masyarakatnya lebih bahagia tanpa rasa khawatir akan kriminalitas atau tindakan tindak bertanggung jawab yang dilakukan oleh pemerintah maupun sesama warga.

Pemerintah kota Helsinki pun tidak lupa meletakkan perhatian besar pada jaminan pendidikan dan kesehatan sebagai pondasi kota bahagia. Dalam Helsinki City Strategy 2021-2025, alokasi pengeluaran anggaran operasional untuk sektor kesehatan dan sektor pendidikan adalah dua terbesar di tahun 2020 dengan persentase 47% untuk pelayanan sosial serta kesehatan dan 26% untuk pendidikan.

Proses pembangunan sebuah gedung di Ibu Kota Nusantara. wisnupriyono/Shutterstock

Melalui upaya-upaya ini, baik pemerintah maupun masyarakat secara bertahap membangun kepercayaan satu sama lain. Kepercayaan yang terbangun ini juga menjadikan masyarakat di dalamnya memiliki rasa aman di lingkungannya.

Bukan hanya tentang teknologi

Kota cerdas sering kali dianggap sebagai solusi dalam menjawab tantangan perkotaan dengan menerapkan teknologi informasi pada saat pengambilan keputusan, efisiensi, dan inovasi. Padahal, jika melihat dari sudut pandang manusia (human-centered), teknologi tidak hanya dianggap sebagai sekadar solusi dalam membangun kota, tetapi juga pendorong produktivitas dan pemberdaya masyarakat untuk mengekspresikan ide-ide di ruang publik.

Ide-ide yang diakomodasi di ruang pubik ini menjadikan kebutuhan emosional, rasa aman dan percaya, serta kebebasan dalam menentukan pilihan yang mereka anggap penting terpenuhi dan menciptakan kebahagiaan tersendiri.

Dengan menjadi lebih bahagia, masyarakat diharapkan dapat menciptakan langkah-langkah kreatif lainnya untuk keberlanjutan kota pintar tersebut, sehingga kedua unsur smartness dan happiness ini dapat saling mendukung satu sama lain dalam pembangunan Nusantara sebagai ibu kota Indonesia.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 186,100 academics and researchers from 4,986 institutions.

Register now