Menu Close
Budi daya rumput laut di Nusa Lembongan, Bali. Jean-Marie Hullot/Flickr, CC BY-SA

Budi daya perikanan Indonesia tumbuh pesat, ini 3 caranya agar tak merusak lingkungan

Sektor perikanan budi daya (akuakultur) Indonesia memproduksi jauh lebih banyak ikan dibandingkan sektor perikanan tangkap. Pertumbuhannya juga luar biasa, dari volume produksi sekitar 2,4 juta ton hingga 6,4 juta ton pada 2010 dan 2019.

Di tingkat global, seiring sektor perikanan tangkap yang melambat, produksi makanan laut (seafood) mulai beralih ke perikanan budi daya. Dari total makanan laut global yang terhidang, sekitar 49% di antaranya berasal dari perikanan budi daya.

Menyadari tren ini, pemerintah Indonesia menargetkan kenaikan volume produksi tahunan sektor perikanan budi daya hingga 10,4% pada 2024.

Kendati demikian, pesatnya pertumbuhan berisiko merusak lingkungan. Misalnya, perikanan budi daya selama ini menyebabkan kehilangan ataupun kerusakan ekosistem mangrove. Limbah yang mencemari perairan laut maupun tawar akibat akuakultur juga menjadi persoalan.

Laporan terbaru kami berjudul Trends in Marine Resources and Fisheries Management in Indonesia: A Review yang diterbitkan World Resources Institute Indonesia menunjukkan bagaimana ketahanan pangan Indonesia turut bergantung pada sektor akuakultur.

Laporan kami menemukan bahwa, hampir separuh boga bahari Indonesia berasal dari hasil budi daya air tawar, payau, ataupun marikultur (budi daya di laut). Sekitar 70% produk perikanan air tawar juga dikonsumsi di dalam negeri.

Seiring dengan itu, laporan kami mengulas sejumlah tantangan untuk mencapai perikanan budi daya yang lestari. Ada tiga aspek yang patut diperhatikan agar sektor perikanan budi daya bertumbuh secara lestari.

Kami berfokus pada budi daya udang dan rumput laut. Sebabnya, udang adalah produk akuakultur unggulan sekaligus salah satu komoditas ekspor terbesar Indonesia. Sedangkan budi daya rumput laut adalah sektor yang berpotensi tumbuh pesat sekaligus menjadi sumber kesejahteraan warga pesisir berpenghasilan menengah ke bawah.

1. Perencanaan secara gotong royong dan konsisten

Indonesia berpeluang untuk memperbaiki sekaligus memulihkan kawasan akuakultur yang rusak, terutama budi daya udang. Sektor ini merupakan penyebab utama kerusakan mangrove di tanah air.

Budi daya udang di Aceh yang membantu para pebudi daya memulihkan ekonomi pasca-tsunami Aceh 2004. Mike Lusmore/Duckrabbit, CC BY

Degradasi paling parah terjadi di sepanjang pantai utara Jawa, pantai timur Kalimantan, dan pesisir Sulawesi sebelah tenggara.

Di tengah persoalan itu, pemerintah masih berambisi untuk menggandakan produksi udang budi daya hingga 2 juta ton pada 2024. Target ini, jika tidak dilandasi perencanaan yang memadai, mengancam kelestarian ekosistem mangrove tanah air.

Untuk meredam risiko tersebut, pemerintah sebenarnya menerbitkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 4 Tahun 2017 yang menargetkan pemulihan mangrove seluas 1,8 juta hektare.


Read more: Inilah mengapa aksi iklim warga memulihkan kawasan mangrove tak bisa disepelekan


Nah, supaya target produksi dan perbaikan ekosistem mangrove bisa beriringan, pemerintah harus berhati-hati merencanakan pertumbuhan. Strategi penambahan produksi semestinya berfokus pada intensifikasi – pemakaian lahan serta sumber daya yang ada – dibandingkan perluasan kawasan atau ekstensifikasi.

Kementerian Kelautan dan Perikanan juga harus berkolaborasi dengan pemerintah provinsi untuk memastikan perencanaan yang selaras dengan beraneka prioritas pembangunan di daerah.

Ada sekitar 27 provinsi di Indonesia yang memiliki Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K). Pemerintah harus memastikan dokumen tersebut memiliki batas zona-zona yang jelas dan dievaluasi setiap tahun. Pemantauan diperlukan untuk mempertimbangkan risiko perubahan garis pantai akibat kenaikan air laut, ataupun karena alasan lainnya.

Otoritas juga mesti rajin mengumpulkan dan memperbarui data kawasan perairan dan pesisir seperti sumber daya perairan, habitat, dan pengguna zonanya. Data harus terkumpul dalam format yang mudah digunakan, supaya gampang diakses oleh berbagai kementerian maupun lembaga.

Pengelolaan data yang memadai akan meningkatkan kualitas perencanaan sektor perikanan budi daya. Data ini juga harus mencakup ekosistem perikanan yang vital seperti mangrove ataupun padang lamun, ataupun prioritas kawasan lainnya yang mungkin dapat tumpang tindih seperti pariwisata ataupun pelayaran.

2. Kebijakan yang mencakup berbagai kegiatan budi daya

Akuakultur yang mencakup beragam jenis budi daya membutuhkan sistem pengelolaan khusus agar tak merusak lingkungan. Misalnya, riset menunjukkan bahwa budi daya rumput laut di kawasan Indonesia timur mengakibatkan kerusakan ekosistem padang lamun. Hal ini sangat disayangkan karena lamun berperan penting bagi makhluk perairan sekaligus menyerap emisi karbon.

Selain itu, pemerintah juga membutuhkan strategi untuk mencegah sekaligus mengatasi penyebaran penyakit yang dapat menghambat produktivitas budi daya rumput laut. Di pesisir Konawe, Sulawesi Tenggara, produksi rumput laut berkurang lantaran wabah penyakit “ice-ice” atau pemutihan rumput laut.

Penyakit ‘Ice-ice’ yang berdampak pada rumput laut. Ronald Simbajon/Wikimedia Commons, CC BY

Untuk memastikan pertumbuhan industri rumput laut yang lestari dan bertanggung jawab, otoritas harus menyusun kebijakan-kebijakan yang cocok. Ini dapat dimulai dengan pendataan lokasi yang cocok untuk budi daya maupun pengolahan rumput laut di dalam negeri supaya nilai tambah industri ini bertambah.

Pemerintah juga dapat memacu pegiat industri untuk mengolah produk rumput lautnya di tanah air. Harapannya, nilai ekspor rumput laut jauh meningkat sehingga lebih menguntungkan warga yang terlibat dalam industri ini.

3. Akses untuk peningkatan keahlian

Sektor perikanan budi daya berpotensi menyerap banyak tenaga kerja terampil, bahkan di kawasan perdesaan di daerah terluar.

Sayangnya, produktivitas sektor ini masih rendah, dengan produksi rata-rata yang kurang dari 1 ton per pebudi daya pada 2016. Angka ini masih jauh lebih rendah dibandingkan Cina ataupun Norwegia, dengan produktivitas masing-masing mencapai 10 dan 165 ton.

Perempuan rumput laut
Warga perempuan sedang mengikat rumput laut di jaring nilon. www.shutterstock.com

Guna mengatasi persoalan ini, pemerintah dapat mengadakan program pelatihan untuk para pebudi daya. Pelatihan dapat berfokus pada pengelolaan lingkungan dalam perikanan budi daya berbasis kolam.

Program pelatihan diharapkan bisa menambah pengetahuan pebudi daya seputar praktik terbaru agar hasil panen mereka dapat bertambah–dengan lingkungan sekitar yang lestari.

Akses pada subsidi perikanan juga penting untuk mengurangi risiko aktivitas budi daya dan mendukung pengelolaan lingkungan perairan yang berkelanjutan.

Program peningkatan keahlian juga harus diikuti secara memadai oleh perempuan. Pasalnya, kaum hawa terbukti berperan penting dalam fase pemrosesan rumput laut. Pelatihan seputar pascapanen juga bermanfaat untuk mengurangi limbah sekaligus memangkas angka kehilangan produksi.


Read more: Tak melulu soal Laut Cina Selatan, penghidupan masyarakat di pulau-pulau kecil Natuna pun perlu perhatian


Masa depan sektor perikanan budi daya Indonesia bakal cerah. Namun, kita juga harus memastikan pertumbuhannya dilandasi perencanaan kawasan pesisir dan perairan yang jelas, kebijakan memadai untuk industri rumput laut, disertai program peningkatan keahlian dari pemerintah.

Melalui langkah-langkah tersebut, sektor akuakultur akan mampu menjaga ketahanan pangan masyarakat dan ekonomi biru Indonesia tanpa merusak lingkungan ataupun warga sekitarnya.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,300 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now