Menu Close
Bursa karbon

Bursa karbon dapat memperbaiki kinerja lingkungan perusahaan plus melindungi hutan: Bagaimana caranya?

Isu mengenai emisi karbon semakin mendapat perhatian dalam operasi bisnis di Indonesia. Ini terlihat dari hadirnya bursa karbon di tanah air sejak 26 September 2023.

Eksisnya bursa karbon dapat dilihat sebagai keseriusan pemerintah mencapai target nol emisi pada 2060, dengan secara langsung melibatkan organisasi-organisasi bisnis di dalamnya. Tak hanya itu, secara ekonomi, potensi ekonomi dari perdagangan karbon diperkirakan mencapai Rp 8.488 triliun.

Terlepas dari nilai finansial yang dapat diperoleh, adanya bursa karbon di Indonesia harus dilihat dengan perspektif yang lebih luas. Kehadiran bursa karbon ini pun menjadi jembatan antara konteks ekonomi dan konteks lingkungan.

Namun, kerumitan mekanisme di dalam bursa karbon memerlukan pemahaman dari pihak manajemen organisasi. Masih banyak manajemen dari perusahaan yang belum memahami mengenai mekanisme di bursa karbon di Indonesia dan manfaatnya bagi perusahaan mereka.

Ini terlihat dengan masih sedikitnya transaksi yang terjadi di bursa karbon. Saat hari pertama perdagangan di bursa karbon, transaksi perdagangan mencapai Rp 29,2 miliar. Pada hari kedua, bursa karbon tidak mencatatkan perdagangan sama sekali.

Saya menilai fluktuasi perdagangan ini sebagai sesuatu yang wajar mengingat bursa karbon baru mulai berjalan di Indonesia. Kita memerlukan kolaborasi antar pemangku kepentingan untuk meningkatkan transaksi di bursa karbon, serta sosialisasi dan promosi agar skema perdagangan menjadi lebih dipahami. Jika manajemen perusahaan mulai memahami skema perdagangan, aktivitas di bursa karbon berpotensi semakin ramai.

Apa untungnya bursa karbon bagi perusahaan?

Pertama, terlibat dalam perdagangan karbon dapat membantu meningkatkan reputasi perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang membeli kredit karbon berpeluang memperkuat reputasi mereka sebagai pihak pro-lingkungan, meskipun harus dilihat kembali motivasi perusahaan atas pembelian kredit karbon tersebut.

Pemangku kepentingan mesti melihat apakah peningkatan reputasi ini selaras dengan komitmen manajemen untuk melakukan operasi yang pro-lingkungan. Dalam konteks perbankan, misalnya, pembelian kredit karbon masih dibayangi praktik penyaluran pendanaan untuk energi fosil dan sektor yang menghasilkan emisi karbon.

Kedua, bursa karbon dan perdagangan karbon semakin menguatkan praktik keberlanjutan dalam pengelolaan perusahaan. Misalnya, perhitungan emisi karbon perusahaan dapat membantu mengidentifikasi aktivitas yang menghasilkan emisi yang besar dan peralihan energi dari sebelumnya berbasis fosil menjadi energi terbarukan. Kita juga harus memahami bahwa diperlukan waktu yang panjang agar skema bursa karbon ini mampu menguatkan praktik keberlanjutan perusahaan dan intervensi dari pemerintah) untuk proses ini tetap diperlukan.

Ketiga, perusahaan yang bertransaksi di bursa karbon diharapkan dapat memperbaiki tata kelola organisasi agar berfokus pada isu environmental, social and corporate governance (ESG) yang kerap dijadikan pertimbangan investor.

Indonesia dapat mencontoh bursa karbon yang telah berkembang di negara lain, seperti Cina. Penelitian, misalnya, menunjukkan bahwa bursa karbon di Cina berhasil meningkatkan kualitas lingkungan sekaligus mendorong pertumbuhan regional.

Meningkatkan kinerja bursa karbon Indonesia

Saya mengidentifikasi beberapa hal krusial yang perlu diperhatikan agar bursa karbon di Indonesia dapat semakin baik dan memberikan manfaat yang maksimal dalam jangka panjang. Manfaat ini tidak hanya dalam konteks bisnis, tapi juga dalam konteks sosial dan isu keberlanjutan.

  1. Otoritas dan pemangku kebijakan perlu mendorong perusahaan agar berinvestasi pada upaya pengurangan emisi karbon, terlepas dari berapa emisi yang dihasilkan. Selama ini, bursa karbon dinilai sebagai tempat “cuci tangan” perusahaan yang menghasilkan emisi karbon tinggi dari aktivitas bisnisnya.

    Misalnya, alih-alih memperbaiki tata kelola internal perusahaan terkait emisi karbon, perusahaan dengan dampak lingkungan tinggi tetap membeli kredit karbon untuk memoles citra pro-lingkungan. Pembelian kredit karbon sepatutnya diimbangi dengan perbaikan internal korporasi untuk mengurangi emisi karbonnya.

    Dorongan dari pemangku kebijakan sangat penting agar bursa karbon tidak lagi dinilai sebagai tempat “penyucian dosa” perusahaan yang memiliki emisi karbon yang tinggi. Salah satunya adalah dengan menetapkan harga karbon yang setara dengan biaya sosial karbon. Sejauh ini, beberapa pihak menganggap nilai ekonomi karbon di dunia masih terlalu murah dibandingkan dosa lingkungan yang ditimbulkannya.

  2. Pemangku kebijakan perlu menyusun mekanisme perdagangan karbon agar berfokus pada penurunan emisi karbon dan bukan menawarkan keuntungan finansial dari transaksi di bursa semata.

    Oleh karena itu, diperlukan transparansi dan akuntabilitas dalam mekanisme perdagangan dan aturan main yang memang berfokus pada penurunan emisi karbon, sembari menggalakkan sosialisasi dan anjuran terkait operasi yang lebih pro-lingkungan.

  3. Pemangku kepentingan dan investor perlu “menekan” manajemen perusahaan agar terlibat dalam bursa karbon.

    Dari sudut pandang manajemen, jika perusahaan tidak mendapatkan manfaat yang besar dari aktivitas di bursa karbon, kecil kemungkinan bagi mereka untuk mau terlibat di dalamnya. Pemangku kepentingan terkait perlu menekankan manfaat dan keuntungan apa yang diperoleh oleh manajemen jika terlibat dalam aktivitas di bursa karbon.

    Sebagai contoh, perbankan BUMN terlibat di bursa karbon untuk mencitrakan organisasinya sebagai organisasi yang pro-lingkungan dikarenakan pemerintah telah berkomitmen untuk mengembangkan bursa karbon. Secara esensi, prinsip ini juga harus dipraktikkan dalam industri perbankan, misalnya apakah perbankan akan tetap memberikan dukungan pendanaan bagi industri-industri penghasil emisi karbon tinggi.

    Opsi lainnya, bank dapat mensyaratkan keterlibatan perusahaan di bursa karbon sebelum memberikan pinjaman. Ini merupakan bentuk peran perbankan untuk mewujudkan investasi hijau.

    Dengan logika yang sama, investor mayoritas di perusahaan juga dapat “menekan” manajemen untuk berpartisipasi aktif dalam bursa karbon.

  4. Menyusun skema agar komunitas lokal atau masyarakat adat yang mengelola hutan dapat berpartisipasi di bursa karbon.

    Eksistensi dari bursa karbon di Indonesia sepatutnya dapat dirasakan oleh masyarakat luas dan tidak terbatas pada perusahaan-perusahaan besar. Secara faktual, banyak komunitas sosial dan masyarakat adat di Indonesia yang mengelola hutan secara turun temurun dan berkontribusi meredam perubahan iklim. Karena itu, mereka dapat dilibatkan dalam konteks perdagangan karbon.

    Misalnya, komunitas lokal dan masyarakat adat yang mengelola hutan dapat membentuk sebuah organisasi yang nantinya dapat menjadi bagian dari bursa karbon. Tentu ini memerlukan waktu dan kajian akademis yang memadai. Namun, eksistensi komunitas lokal dan masyarakat adat perlu mendapatkan apresiasi dan difasilitasi skema yang mengutamakan prinsip distribusi kesejahteraan yang adil agar mereka mendapatkan “hak finansial memadai” dari upaya mereka dalam mengelola hutan. Hal ini juga merupakan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak komunitas sosial dan masyarakat adat oleh pemerintah.

  5. Memperjelas tata ruang atau kawasan-kawasan hutan yang berpotensi menjadi bagian dari penurunan emisi karbon.

    Adanya bursa karbon di Indonesia akan berkorelasi dengan tata ruang dan kawasan hutan yang berpotensi menjadi bagian dari proyek penurunan emisi karbon. Dengan adanya bursa karbon, pemerintah nampaknya perlu memperjelas kawasan mana yang dapat menjadi bagian dari proyek penurunan emisi karbon dan melindungi kawasan tersebut dari ancaman peralihan lahan.

    Hal ini juga akan memperkuat basis data dari pemerintah terkait kawasan-kawasan yang dapat menjadi bagian dari penurunan emisi karbon di masa depan. Proses ini akan memberikan ruang kepada pemerintah provinsi dan kabupaten kota untuk turut terlibat dalam pembentukan kawasan baru untuk penurunan emisi karbon.

Dengan cara-cara ini, kolaborasi antar pihak dapat terjadi dan memberikan kesempatan kepada seluruh pemangku kepentingan untuk berpartisipasi dalam peningkatan kualitas bursa karbon dan perdagangan karbon di Indonesia.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,700 academics and researchers from 4,947 institutions.

Register now