Menu Close
shutterstock.

Cek Fakta: Benarkah konflik Iran-Israel tak mengganggu impor pangan Indonesia?

“Kalau pangan tidak berdampak secara langsung semisal bawang putih kan dari China terus pangan-pangan lain juga banyak yang enggak berasal dari wilayah konflik.”

Direktur Stabilitas Pasokan dan Harga Pangan, Badan Pangan Nasional, Maino Dwi Hartono mengatakannya di Jakarta, 18 April 2024.

Pertengahan April lalu, masyarakat global sempat dikejutkan oleh langkah Iran yang meluncurkan serangan pesawat nirawak dan misil ke Israel. Langkah sempat menimbulkan kekhawatiran publik seputar konflik di Timur Tengah semakin panas di tengah gempuran serangan Israel ke Gaza dan Rafah.

Meski demikian, ketegangan akibat serangan Iran ternyata tak berdampak ke Indonesia, khususnya terkait stabilitas pasokan pangan impor. Setidaknya itulah yang dikatakan Direktur Stabilitas Pasokan dan Harga Pangan, Badan Pangan Nasional, Maino Dwi Hartono. Apakah klaim Maino benar?

Kami berkolaborasi dengan Riska Ayu Purnamasari, peneliti Innovation Center for Tropical Sciences (ICTS), untuk memeriksa kebenaran klaim Maino.

Klaim Maino benar, tapi..

Riska mengatakan bahwa secara langsung serangan Iran memang tidak berdampak langsung terhadap stabilitas impor pangan Indonesia. Sebab, berdasarkan data Kementerian Pertanian, Iran ataupun Israel bukanlah negara pemasok komoditas impor yang penting bagi Indonesia seperti bawang putih, kedelai, gandum, dan sebagainya.

Namun, dia mengingatkan Indonesia perlu berhati-hati jika konflik Iran-Israel memanas kembali. Konflik ini tak melulu seputar serangan militer, tetapi juga perang dagang. Apalagi, perseteruan keduanya berisiko melibatkan negara adikuasa seperti Amerika Serikat (AS) ataupun Rusia.

Situasi yang memanas, kata Riska, berisiko menyebabkan guncangan harga minyak dunia—Iran merupakan salah satu negara penghasil minyak terbesar. Fluktuasi harga dapat memicu efek domino ke beraneka sektor.

“Misalnya mengganggu jalur distribusi perdagangan yang memasok berbagai kebutuhan dan ekonomi berbagai negara,” tutur dia.

Risiko ini sudah terjadi. Misalnya, pada hari Israel menyerang Rafah tanggal 28 Mei lalu, harga minyak mentah di pasar berjangka Brent, naik 27 sen menjadi US$84,49 (Rp1,37 juta) per barel. Jika kenaikan harga minyak terus terjadi, pasokan logistik dunia akan terpengaruh. Ini akan berdampak pada harga komoditas di Indonesia, termasuk harga komoditas impor pangan dan pertanian.

Riska mengingatkan situasi konflik di Timur Tengah yang tak kunjung mereda semestinya menjadi momen Indonesia untuk bersiap menjadi negara yang mandiri. Pemerintah dan masyarakat harus membangun kemandirian pangan yang berkelanjutan.

“Hal ini bisa dicapai dengan memperkuat kolaborasi antara berbagai pihak, seperti Kementerian Luar Negeri, Perdagangan, Pertanian, dan Kehutanan, serta melibatkan UMKM, jaringan petani, pelaku agribisnis, universitas, dan organisasi nonpemerintah,” kata dia.


Artikel ini merupakan hasil kolaborasi program Panel Ahli Cek Fakta The Conversation Indonesia bersama Kompas.com dan Tempo.co, didukung oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI)

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 185,400 academics and researchers from 4,982 institutions.

Register now