Menu Close
STEM dan Sumber Daya Manusia
shutterstock. Fauzi Muda/shutterstock

Cek Fakta: benarkah lebih banyak lulusan STEM dapat memperkuat sumber daya manusia Indonesia?

“Masalah teknologi selalu berurusan dengan sumber daya manusia. Kita harus mendidik anak-anak kita lebih banyak di bidang science, technology, engineering, and mathematics (STEM).”

– Prabowo Subianto, calon presiden nomor urut 2, dalam Debat Kelima Pilpres 2024 di Balai Sidang Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Minggu, 4 Februari 2024.

Prabowo Subianto berkomentar tentang STEM
Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto menyampaikan pemaparan saat Debat Kelima Pilpres 2024 di JCC, Senayan, Jakarta, Minggu, 4 Februari 2024. Debat tersebut bertemakan kesejahteraan sosial, kebudayaan, pendidikan, teknologi informasi, kesehatan, ketenagakerjaan, sumber daya manusia, dan inklusi. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww

Prabowo menyebutkan pentingnya memperbanyak pendidikan sains, teknologi, rekayasa, dan matematika demi menyokong sumber daya manusia Indonesia. The Conversation Indonesia menghubungi Alexander Michael Tjahjadi, peneliti dari Think Policy untuk menganalisis pernyataan Prabowo tersebut.

Analisis: bukan hanya STEM

Teknologi memang termasuk hal yang diperhitungkan ketika berbicara isu sumber daya manusia. Pertumbuhan ekonomi model Solow, yang dikembangkan oleh ekonom pemenang Nobel asal Amerika Serikat (AS) Robert Solow, misalnya, memasukkan teknologi sebagai bagian dari produktivitas tenaga kerja.

Namun, kita perlu mewaspadai kesenjangan akibat keterampilan teknologi yang tidak merata.

Sebagai contoh, riset dari Center for Security and Emerging Technology (CSET) Georgetown University menunjukkan bahwa pada 2020, Indonesia menyabet peringkat kelima negara dengan lulusan STEM terbanyak setelah Cina, India, AS, dan Rusia. Namun, hal ini tak terefleksi dalam capaian Human Capital Index (HCI) yang berada di posisi ke-94 dunia. HCI menggambarkan kontribusi pendidikan dan kesehatan terhadap produktivitas tenaga kerja.

Sementara itu, riset mengenai kesenjangan digital yang diterbitkan Wiley menunjukkan daya saing digital Indonesia–mencakup pengetahuan, kondisi yang memungkinkan perkembangan digital, dan kesiapan menghadapi transformasi digital–berada di peringkat 85. Indonesia berada di peringkat 43 dalam kemudahan mencari tenaga terampil dan 52 dalam keterampilan digital.

Hasil analisis

Benar bahwa urusan sumber daya manusia erat terkait dengan teknologi. Akan tetapi, dengan adanya potensi kesenjangan keterampilan, STEM bukanlah satu-satunya solusi dalam mengembangkan sumber daya manusia.

Malah, sekarang bukan hanya STEM yang dimasukkan, tetapi termasuk STEAM dengan tambahan A (art) atau seni sebagai bagian pengembangan sumber daya manusia yang lebih holistik.


Artikel ini merupakan hasil kolaborasi program Panel Ahli Cek Fakta The Conversation Indonesia bersama Kompas.com dan Tempo.co, didukung oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now