Menu Close
Petugas kesehatan menyiapkan obat untuk pasien demam berdarah dengue (DBD) di RSUD Tamansari, Jakarta. (Sulthony Hasanuddin/Antara)

Cek Fakta: Benarkah perubahan iklim menaikkan kasus demam berdarah?

“Perubahan iklim tak hanya membebani pelayanan kesehatan, karena membuat kasus semakin naik dan naik, tetapi kami juga menimbang bahwa perubahan iklim akan membebani sistem kesehatan. Sebagai contoh kekeringan. Ketika desa diterpa kekeringan, orang-orang pun pindah ke kota. Ketika pindah ke kota, maka kota semakin padat dan hal itu dapat membuat kasus semakin naik.” – Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Imran Pambudi dalam pertemuan International Arborius Summit di Bali, 22 April 2024.

Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, Imran Pambudi, dalam Arbovirus Summit di Bali, 22 April 2024. (Kementerian Kesehatan/Youtube)

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Imran Pambudi, mengklaim bahwa perubahan iklim menyebabkan tren kasus demam berdarah dengue (DBD) kembali naik pada 2024 setelah menurun pada 2023. Benarkah begitu?

Kami berkolaborasi dengan peneliti kesehatan publik dari Universitas Airlangga, Ilham Akhsanu Ridlo, untuk memeriksa pernyataan Imran.

Pernyataan Imran benar

Ilham mengatakan, bukti-bukti ilmiah menunjukkan bahwa perubahan iklim menjadi penyebab utama kenaikan kasus DBD.

“Meningkatnya suhu global antara tahun 1950-2018 telah meningkatkan kesesuaian iklim untuk penularan virus dengue oleh vektor nyamuk Aedes aegypti,” ujar Ilham, yang menyitir informasi dari jurnal kesehatan terkemuka, The Lancet.

Informasi tersebut turut diperkuat dengan studi di Argentina yang menunjukkan adanya hubungan peningkatan kasus demam berdarah dengan jumlah hari dan bulan dengan suhu optimal untuk penularan demam berdarah dari waktu ke waktu.

Di Indonesia, studi ekologi spasial turut menemukan kejadian demam berdarah selama 2006-2016 di Sumatra dan Kalimantan sangat bersifat musiman dan terkait dengan faktor iklim dan deforestasi. “Penelitian ini lebih jauh memerlukan telaah lanjut untuk menggabungkan indikator iklim ke dalam surveilans berbasis risiko mungkin diperlukan untuk demam berdarah di Indonesia,” ujar Ilham.

Faktor pendorong penularan

Selain faktor iklim, Ilham menambahkan faktor lainnya yang mendorong kenaikan kasus demam berdarah. Beberapa di antaranya adalah urbanisasi, peningkatan pergerakan orang dan barang, serta persoalan air dan sanitasi.

“Namun, perubahan iklim dianggap sebagai faktor utama yang mendorong peningkatan dramatis kasus demam berdarah secara global dalam beberapa dekade terakhir,” kata dia.

Artikel ini merupakan hasil kolaborasi program Panel Ahli Cek Fakta The Conversation Indonesia bersama Kompas.com dan Tempo.co, didukung oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,900 academics and researchers from 4,948 institutions.

Register now