Menu Close
(Antara)

Cek Fakta: Indonesia akan terkena gelombang panas pada Juli-Oktober. Benarkah?

“Nanti Juli, Agustus, September, Oktober dan mudah-mudahan enggak terus, itu akan ada gelombang panas, kekeringan, yang itu harus diantisipasi.”

Presiden Joko “Jokowi” Widodo di Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, Rabu, 26 Juni 2024.

Presiden Joko Hafidz Mubarak A/Antara Foto

Jokowi mengingatkan Indonesia akan menghadapi risiko gelombang panas dan kekeringan. Dia mengklaim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meramalkan risiko itu akan terjadi dalam empat bulan ke depan.

Apakah Indonesia akan mengalami gelombang panas dalam empat bulan ke depan? Kami bertanya kepada dua Profesor Riset bidang meteorologi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Edvin Aldrian dan Erma Yulihastin. Kami juga memastikan klaim tersebut ke peneliti sekaligus Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, untuk memeriksa klaim ini.

Benarkah?

Edvin mengatakan bahwa Indonesia hampir tidak mungkin mengalami gelombang panas dalam empat bulan ke depan. Pasalnya, kata Edvin, gelombang panas atau dikenal dengan heatwave biasanya hanya berlangsung lima hingga tujuh hari. Perubahan iklim menyebabkan durasi panas bertahan lebih lama hingga dua pekan, tergantung dinamika iklim yang terjadi di suatu wilayah.

“Jadi kemungkinannya almost unlikely (hampir tidak mungkin), itu waktu yang lama sekali,” ujar edvin.

Edvin mengatakan, Indonesia sebagai negara beriklim tropis dan kepulauan hampir tidak mungkin mengalami gelombang panas. Sebab, iklim Indonesia sangat dipengaruhi oleh kondisi lautan. Studi dari BRIN menyebutkan Indonesia berpeluang mengalami serbuan panas ataupun hotspell.

Kemungkinan ini, kata Edvin, juga didukung bahwa tahun ini akan terjadi kemarau basah akibat La Nina. Fenomena tersebut mengakibatkan hujan akan sering terjadi di hari-hari kemarau Indonesia. “La Nina membuat Indonesia hujan lebih sering,” kata dia.

Profesor riset BRIN bidang meteorologi, Erma Yulihastin, mengemukakan La Nina akan membuat sejumlah daerah “kehilangan” musim kemarau. “La Nina terutama berdampak pada hilangnya kemarau di sebagian besar Kalimantan dan Sumatra. Untuk Jawa terutama di Jawa Barat,” kata dia.

Sementara, Erma mengatakan bahwa memang ada wilayah tertentu seperti di Jawa Timur akan mengalami kemarau dari Juni-Oktober. Namun, dalam masa tersebut masih ada potensi turun hujan di tiap bulan, bahkan memicu hujan ekstrem.

Kecilnya risiko Indonesia mengalami gelombang panas turut diamini Ardhasena dari BMKG. Dia menganggap Jokowi mungkin memaksudkan pertanyaannya untuk menjelaskan risiko kemarau panjang. “Narasi beliau maksudnya empat bulan musim kemarau yang panas,” kata dia.


Artikel ini merupakan hasil kolaborasi program Panel Ahli Cek Fakta The Conversation Indonesia bersama Kompas.com dan Tempo.co, didukung oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 186,100 academics and researchers from 4,986 institutions.

Register now