Menu Close

Cek Fakta: Sri Mulyani sebut makan siang gratis berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Benarkah?

“Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi ke level 8%, wajib adanya peningkatan kontribusi dari produktivitas. Hal ini dapat diperoleh melalui investasi SDM dan transformasi ekonomi. Dengan demikian, program perbaikan SDM termasuk melalui program makanan bergizi dan perbaikan reformasi kesehatan, perbaikan kualitas pendidikan, serta penyempuranan jaring pengaman sosial menjadi sangat penting dalam meningkatkan produktivitas SDM. Seperti halnya Korea Selatan serta Taiwan yang konsisten berinvestasi terhadap SDM dan meningkatkan produktivitasnya. Dalam 15 tahun menuju negara maju, investasi dan peranan sektor manufaktur di Korea Selatan tumbuh di atas 10% setiap tahunnya. Taiwan, untuk menjadi negara maju, investasi tumbuh 20% dan sektor manufaktur tumbuh di atas 8%.”

Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dalam Rapat Paripurna DPR ke-19 Masa Persidangan V 2023-2024, Selasa 4 Juni 2024.

makan siang gratus
Sri Mulyani menyampaikan tanggapan pemerintah atas pandangan Fraksi PDI Perjuangan terhadap kerangka RAPBN 2025 dalam rapat paripurna DPR ke-19 masa persidangan V tahun sidang 2023-2024 di ko.

The Conversation Indonesia menghubungi Alexander Michael Tjahjadi, peneliti dari Think Policy dan M. Rizki Pratama, dosen Kebijakan Publik dari Universitas Brawijaya untuk menganalisis klaim Sri Mulyani mengenai kaitan program makan siang gratis dengan pertumbuhan ekonomi.

Tak semudah itu

Menurut Michael, makan siang gratis tak bisa langsung dikaitkan dengan efek berganda perekonomian karena butuh waktu yang panjang untuk menilainya.

Terkait dengan manfaat makan siang terhadap pengembangan kapasitas sumber daya manusia, misalnya, sebuah studi di New York menunjukkan bahwa program makan siang gratis di sana berhasil meningkatkan standar deviasi matematika hingga 0,083 dari satu tahun masa sekolah (equal year of schooling/EYOS) bagi para pelajar miskin.

EYOS merujuk pada perolehan pembelajaran relatif terhadap seberapa banyak yang dipelajari siswa selama satu tahun ajaran. Sebuah studi menunjukkan bahwa rata-rata, satu standar deviasi pembelajaran setara dengan 4,7 dan 6,5 tahun masa sekolah.

Angka deviasi dari studi New York ini terbilang rendah jika dibandingkan, misalnya, dengan eksperimen program instruksi berbasis teknologi di India yang meningkatkan standar deviasi matematika hingga 0,6 dalam rentang waktu 90 hari.

Michael menambahkan, riset dari Korea Selatan, salah satu negara yang disebut Sri Mulyani, sebenarnya menunjukkan bahwa makan siang gratis tidak memberikan efek dalam perkembangan anak sekolah dan justru menimbulkan stigma negatif terhadap para penerimanya, yang berdampak buruk terhadap performa pelajar tersebut di sekolah. Hal ini terutama terjadi di sekolah-sekolah yang proporsi penerima programnya cenderung kecil dibandingkan jumlah keseluruhan siswa.

Terkait, Rizki memaparkan bahwa kontribusi program makan siang gratis terhadap perekonomian sangat bergantung pada desain programnya. Sebab, kebijakan makan siang gratis bertujuan meningkatkan pendidikan dan kesehatan anak sebagai prioritas utama dan bukan yang lain.

Program makan siang gratis–yang dalam literatur dikenal dengan berbagai konsep–bertujuan memberikan pangan bergizi pada pelajar ketika mereka berada di sekolah agar dapat meningkatkan kemampuan anak untuk dapat belajar secara efektif yang tidak akan terjadi jika anak mengalami malnutrisi dan kelaparan. Asupan gizi yang layak di sekolah juga memberikan manfaat bagi kesehatan anak. Sebuah studi juga menunjukkan ada dampak lain seperti keberlanjutan karena sekolah dapat memilih menu makanan lokal dan organik serta mengurangi sampah makanan.

Meski beberapa studi menunjukkan dalam jangka panjang terdapat peningkatan penghasilan populasi yang terpapar program makan siang gratis, sulit untuk bisa memverifikasi apakah program ini akan memberikan kontribusi yang signifikan bagi pertumbuhan ekonomi.


Artikel ini merupakan hasil kolaborasi program Panel Ahli Cek Fakta The Conversation Indonesia bersama Kompas.com dan Tempo.co, didukung oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 186,100 academics and researchers from 4,986 institutions.

Register now