Menu Close
Warga antre untuk mengikuti vaksinasi COVID-19 ketiga (booster) di Vaccine Center Sport Arcamanik, Bandung, Jawa Barat. ANTARA FOTO/Novrian Arbi/tom.

Dua alasan mengapa pemerintah Indonesia harus beri kejelasan perpanjangan status pandemi

Pemerintah Indonesia baru saja memperpanjang status kebencanaan pandemi COVID-19 melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2021 pada akhir tahun 2021 kemarin di tengah kekhawatiran atas merebaknya varian Omicron di tanah air.

Keputusan ini merupakan respons terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 37/PUU-XVIII/2020 yang sebenarnya ingin membatasi kewenangan pemerintah dalam mengatur keuangan negara selama pandemi yang dijamin oleh Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020. UU yang dikenal sebagai UU COVID-19 tersebut memungkinkan pemerintah untuk mengambil kebijakan keuangan tanpa melalui persetujuan dari badan legislatif kondisi dianggap sedang darurat.

Putusan MK tersebut berusaha membatasi kewenangan pemerintah dalam kondisi darurat paling lama hingga akhir tahun ke-2 sejak tahun 2020.

Karena belum ada tanda-tanda kondisi pandemi akan selesai, ditambah dengan kemunculan varian baru, pemerintah mengeluarkan Keppres No. 24 tahun 2021 untuk merespon putusan MK.

Presiden Joko ANTARA FOTO/Biro Pers dan Media Setpres/Handout/wsj.

Namun, Keppres tersebut belum memberikan batasan yang jelas tentang berakhirnya masa kondisi darurat pandemi.

Padahal, ada setidaknya dua alasan mengapa kejelasan tentang masa berlaku kondisi darurat dalam hal ini pandemi penting bagi pemerintahan.

1. Memberikan kepastian hukum

Meski tidak ada yang bisa memprediksi kapan pandemi akan berakhir, kejelasan tentang berlakunya masa darurat itu – dari sudut pandang hukum – penting bagi sebuah pemerintahan.

Secara konseptual, jangka waktu kondisi darurat di tengah krisis harus jelas untuk menegaskan kepada masyarakat bahwa keadaan tersebut akan ada ujungnya. Hal itu juga melahirkan kepastian hukum.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani (terlihat di layar LCD) menyampaikan pidato dalam Rapat Paripurna ke-10 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2020-2021. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp.

Artinya, negara tidak mungkin terus mempertahankan status kondisi darurat karena sifat kedaruratan hanya bersifat sementara.

Bila hal itu diabaikan pemerintah, maka penyelenggaraan negara berimplikasi terganggu.

Misalnya, ketidakjelasan kondisi darurat berisiko mengganggu pengaturan keuangan sehingga bisa berdampak pada pencairan dana darurat yang dibutuhkan selama pandemi.

2. Menghindari penyalahgunaan keuangan negara

Selain kepastian hukum, kejelasan masa berlaku kondisi darurat juga diperlukan demi menghindari penyalahgunaan keuangan negara. Sebab, selama pandemi, pemerintah berkuasa menggunakan uang negara tanpa persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Sejumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) membawa beras bansos Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) di Lingkungan Citapen, Kelurahan Kertasari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/tom.

Jika dibiarkan tidak jelas, otomatis pemerintah harus kembali pada peraturan semula yang mewajibkan persetujuan DPR. Hal ini tentu membutuhkan proses yang tidak sebentar dan malah akan menghambat langkah-langkah darurat untuk penanganan pandemi.

Solusi

Guna memberikan kepastian hukum soal jangka waktu kapan pandemi berakhir, pemerintah dapat mengubah Keppres yang ada dengan menambahkan frasa :

Status perpanjangan pandemi berlaku sampai akhir tahun 2022, bila terdapat kondisi pandemi diperkirakan akan berlangsung lebih lama, sebelum memasuki tahun ke-3, maka Presiden dapat memperpanjangan Keppres dengan menerbitkan Keppres baru.

Dengan menambahkan hal ini, pemerintah akan memiliki posisi hukum yang kuat untuk mengeluarkan kebijakan yang tepat dalam penanggulangan pandemi COVID-19.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,400 academics and researchers from 4,942 institutions.

Register now