Menu Close
bulan darah
Shutterstock

Fenomena ‘Bulan Darah’: mitos gerhana bulan dari seluruh dunia

Jutaan orang akan berkesempatan untuk melihat gerhana bulan - peristiwa yang dikenal di media sebagai blood moon atau gerhana bulan darah - pada hari Jumat, 27 Juli. Gerhana bulan yang dapat dilihat di sebagian besar belahan dunia ini - hanya Amerika Utara dan Greenland yang diperkirakan tidak akan dapat menyaksikannya - akan menjadi gerhana bulan terlama di abad ini, jadi masih banyak waktu untuk melihatnya.

Selama gerhana bulan darah ini, bulan purnama bergerak ke dalam bayangan Bumi yang diterpa sinar matahari, dan untuk sementara waktu menjadi gelap. Sebagian cahaya matahari masih mencapai bulan, dibiaskan oleh atmosfer Bumi, namun menyinari bulan dengan cahaya merah pucat sampai merah tua, tergantung pada kondisi atmosfer.

Sebagai seorang komunikator astronomi, istilah “gerhana bulan darah” adalah masalah besar bagi saya, karena istilah ini mengisyaratkan sesuatu selain gerhana bulan dan memunculkan gambar bulan yang berkilauan dengan warna merah tua, yang sama sekali tidak akurat. Namun, sebagai seorang astronom budaya, frasa ini menampilkan beberapa cara menarik yang digunakan masyarakat modern untuk menciptakan kisah-kisah langit.

Gerhana bulan darah telah memukau budaya di seluruh dunia, dan mengilhami beberapa mitos dan legenda yang menakjubkan, banyak di antaranya yang menggambarkan peristiwa tersebut sebagai pertanda. Hal ini tidak mengherankan, karena jika ada sesuatu yang mengganggu ritme reguler matahari atau bulan, maka akan berdampak besar pada diri dan kehidupan kita.

Teleskop sudah bersiap. SHUTTERSTOCK

Mitos buruk gerhana bulan

Bagi banyak peradaban kuno, “gerhana bulan” dipercaya sebagai sesuatu yang datang dengan niat jahat. Masyarakat Inca kuno, misalnya, menafsirkan warna merah tua sebagai jaguar yang menyerang dan memakan bulan. Mereka percaya bahwa jaguar akan mengalihkan perhatiannya ke Bumi, sehingga orang-orang akan berteriak, mengayunkan tombak dan membuat anjing mereka menggonggong dan melolong, dengan harapan dapat menimbulkan suara yang cukup keras untuk mengusir jaguar tersebut.

Pada masa Mesopotamia kuno, gerhana bulan dianggap sebagai serangan langsung terhadap raja. Mengingat kemampuan mereka untuk memprediksi gerhana dengan akurasi yang masuk akal, mereka akan menempatkan seorang raja pengganti selama durasinya. Seseorang yang dianggap dapat dikorbankan (ini bukanlah pekerjaan yang diminati), akan berpura-pura menjadi raja, sementara raja yang sebenarnya akan bersembunyi dan menunggu gerhana berlalu. Raja pengganti kemudian akan menghilang dengan mudah, dan raja yang lama akan dipulihkan.

Beberapa cerita rakyat Hindu menafsirkan gerhana bulan sebagai akibat dari setan Rahu yang meminum ramuan keabadian. Dewa kembar matahari dan bulan segera memenggal kepala Rahu, namun setelah meminum ramuan tersebut, kepala Rahu tetap abadi. Untuk membalas dendam, kepala Rahu mengejar matahari dan bulan untuk memangsanya. Jika ia berhasil menangkap mereka, maka akan terjadi gerhana - Rahu menelan bulan, yang kemudian muncul kembali dari lehernya yang terpenggal.

Bagi banyak orang di India, gerhana bulan dianggap membawa kesialan. Mereka menutupi makanan dan air serta melakukan ritual pembersihan. Perempuan hamil, khususnya, tidak boleh makan atau melakukan pekerjaan rumah tangga, untuk melindungi janin mereka.

gerhana bulan darah
Saat gerhana bulan darah, Bumi melintas langsung di antara bulan dan matahari. SHUTTERSTOCK

Mitos religius gerhana bulan

Tidak semua mitos gerhana bernuansa kejahatan. Suku Hupa dan Luiseño dari California, Amerika Serikat (AS), percaya bahwa bulannya terluka atau sakit. Setelah gerhana, bulan akan membutuhkan penyembuhan, baik oleh istri bulan atau anggota suku. Suku Luiseño, misalnya, akan bernyanyi dan melantunkan lagu-lagu penyembuhan ke arah bulan yang menjadi gelap.

Yang lebih positif lagi adalah legenda masyarakat Batammaliba di Togo dan Benin di Afrika. Secara tradisional, mereka memandang gerhana bulan sebagai konflik antara matahari dan bulan - sebuah konflik yang harus didorong oleh masyarakat untuk diselesaikan. Oleh karena itu, gerhana bulan menjadi momen untuk menyelesaikan perseteruan lama, sebuah praktik yang masih berlangsung hingga saat ini.

Dalam budaya Islam, gerhana cenderung ditafsirkan tanpa takhayul. Dalam Islam, matahari dan bulan melambangkan penghormatan yang mendalam kepada Allah, sehingga selama gerhana, doa-doa khusus diucapkan, termasuk Salat-al-khusuf, “doa pada gerhana bulan”. Salat ini bertujuan memohon pengampunan Allah dan menegaskan kembali kebesaran Allah.

Sejarah yang menyesatkan

Kembali lagi ke tentang darah, agama Kristen kerap menyamakan gerhana bulan dengan kemurkaan Tuhan, dan sering mengaitkannya dengan penyaliban Yesus. Perlu dicatat bahwa Paskah dirayakan pada hari Minggu pertama setelah bulan purnama pertama di musim semi, sehingga gerhana tidak akan pernah terjadi pada hari Minggu Paskah, yang berpotensi menjadi tanda Hari Kiamat.

Gerhana bulan telah diselimuti takhayul sejak dahulu kala. SHUTTERSTOCK

Memang, istilah “bulan darah” baru mulai populer pada tahun 2013 setelah peluncuran buku Four Blood Moons oleh pendeta Kristen John Hagee. Dia mempromosikan kepercayaan apokaliptik yang dikenal sebagai “ramalan bulan darah” yang menyoroti urutan bulan dari empat gerhana total yang terjadi pada tahun 2014/15. Hagee mencatat bahwa keempatnya terjadi pada hari raya Yahudi, yang hanya terjadi tiga kali sebelumnya - yang masing-masing ditandai dengan peristiwa buruk.

Ramalan ini dibantah oleh Mike Moore (Sekretaris Jenderal Christian Witness to Israel) pada tahun 2014, tetapi istilah ini masih sering digunakan oleh media dan telah menjadi sinonim yang mengkhawatirkan untuk merujuk pada gerhana bulan. Masih adanya sejumlah takhayul sangat tidak membantu para komunikator sains yang mencoba mengingatkan semua orang bahwa apa yang disebut “bulan darah” bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti. Ini mungkin mengesankan, dan mungkin menjadi yang terlama selama satu abad, tetapi ini hanyalah sebuah gerhana.

Jadi, dengan menggunakan istilah “bulan darah”, kita menggabungkan takhayul dengan ilmu pengetahuan, seperti halnya cerita rakyat Hindu Rahu yang memberikan deskripsi legendaris tentang mekanika orbit bulan. “Bulan darah” menarik minat pada langit dan gerhana bulan, tetapi daripada menunggu malapetaka dan kehancuran, lebih baik kita melihatnya sesuai dengan interpretasi Islam - sebagai ilustrasi monumental tentang gerakan tata surya kita yang menarik dan nyata.

Jadi saran saya adalah: saksikanlah gerhana bulan seperti bagaimana langit terbentang di atas kita. Beri nama sendiri, beri makna sendiri, dan nikmati bersama teman dan keluarga. Dan saya rasa akan ditemukan bahwa istilah blood moon tidak bisa menggambarkan keajaiban dari apa yang kita saksikan.


Rahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now