Menu Close

Generasi muda masih ingin jadi PNS, tapi minat mereka terancam pudar jika pemerintah tidak segera berbenah

Pendaftaran Seleksi Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) secara resmi telah ditutup untuk tahun ini pada akhir Juli kemarin.

Namun, jumlah total pendaftar tahun ini baru mencapai sekitar 4 juta orang – turun dari tahun lalu sekitar 4,2 juta orang. Angka ini belum mencapai target tahun ini dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) sekitar 5 juta pendaftar CASN yang terdiri dari pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).

Berbagai pihak mengatakan hal tersebut menandakan turunnya minat generasi muda pada karier dalam instansi pemerintahan.

Beberapa media, misalnya, melaporkan bahwa tidak banyak Milenial muda dan Generasi Z yang menganggap karier PNS ideal untuk perkembangan profesional. Mereka lebih menginginkan bekerja di sektor swasta atau berbisnis.

Apakah benar minat generasi muda pada karier PNS telah (atau berpotensi) menurun? Dan apa yang bisa dilakukan untuk mengembalikan minat mereka di masa depan?

Masih stabil untuk sementara

Menurut saya, minat generasi muda untuk berkarier sebagai PNS masih cenderung stabil – setidaknya untuk saat ini.

Terdapat dua kanal untuk menjadi PNS: pertama melalui seleksi CASN umum, dan kedua melalui seleksi masuk sekolah kedinasan.

Perbandingan pendaftar pada dua tahun terakhir dari kedua jenis jalur tersebut menunjukkan tren yang berbeda.

Jumlah total pendaftar CPNS umum, misalnya, seperti yang saya sampaikan sebelumnya, memang cenderung menurun.

Namun, kita juga perlu melihat bahwa ternyata, pendaftar di instansi dengan gaji yang tinggi menunjukkan peningkatan.

Misalnya, jumlah pendaftar CPNS umum untuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta – yang merupakan instansi dengan gaji bersih (take home pay) PNS tertinggi kedua di Indonesia – menunjukan tren kenaikan dari 50.528 orang pada tahun 2019 menjadi 52.946 orang pada tahun 2021.

Sementara itu, pendaftar sekolah kedinasan juga mengalami kenaikan selama dua tahun terakhir. Pendaftar di tahun 2020 berjumlah 204.823 dan meningkat cukup drastis menjadi 286.287 pada tahun 2021.

Mengapa hal ini bisa terjadi?

Secara umum, sekolah kedinasan lebih memberikan kepastian karier dibandingkan CPNS umum. Lulusan sekolah kedinasan biasanya menawarkan jaminan posisi sebagai pimpinan di masa depan.

Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), tempat saya mengajar, misalnya, seringkali menghasilkan lulusan yang menjadi calon pemimpin di level pemerintah daerah dan pemerintah pusat, khususnya Kementerian Dalam Negeri.

Apakah tren ini akan bertahan?

Meski demikian, sangat memungkinkan jika minat generasi muda untuk berkarier sebagai PNS mengalami penurunan di masa depan.

Komposisi pendaftar CPNS umum di tahun 2021 mencerminkan bahwa PNS kemungkinan bukan merupakan pilihan pertama para pendaftar. Sebagian besar lowongan PNS yang ada menuntut latar belakang pendidikan yang saat ini prospek kariernya sebenarnya lebih menjanjikan daripada karier PNS – misalnya ekonomi, teknologi informasi, atau hukum. Ini berbeda, misalnya, dengan latar belakang pendidikan guru di mana PNS kerap dianggap menjadi capaian terbaik.

Selain itu, terdapat celah yang cukup besar antara minat pekerjaan dan karakteristik generasi muda dengan kondisi dan budaya kerja PNS.

Milenial muda dan Generasi Z cenderung meminati pekerjaan yang menawarkan fleksibilitas lokasi dan waktu kerja, serta melakukan pekerjaan dengan dukungan teknologi yang canggih.

Faktor-faktor lain seperti idealisme yang tinggi terkait pekerjaan, dan karakter komunikasi kerja yang terbuka, kritis, berani, serta menjunjung tinggi pola kerja yang melindungi hak pegawai akan sangat mempengaruhi minat karier mereka.

Kestabilan gaji beserta jam kerja yang santai, bukan lagi menjadi pertimbangan utama. Ini tergeser prioritas generasi muda yang lebih memilih iklim kerja yang dinamis dan adaptif, serta menawarkan ruang untuk mengembangkan diri dengan cepat.

Masih ada celah yang cukup besar antara minat pekerjaan dan karakteristik generasi muda dengan kondisi dan budaya kerja PNS. (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Pandemi COVID-19 sendiri memang mendorong beberapa instansi seperti Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menerapkan sistem kerja fleksibel – misalnya kerja jarak jauh (remote) bagi jenis pekerjaan tertentu dan bagi pegawai dengan performa tinggi.

Namun, secara umum instansi lain belum memiliki sistem seperti itu.

Dalam kondisi normal, PNS wajib melakukan pekerjaan di kantor dari hari Senin sampai Jumat. Apabila menginginkan karier yang cemerlang, mereka harus siap sedia 24 jam, selama 7 hari, untuk sewaktu-waktu menerima perintah dari atasan.

Sistem kerja PNS juga biasanya tidak ramah terhadap pemikiran yang kritis, berani, dan terbuka di ruang publik. Selain itu, komunikasi yang baik bisa jadi terjaga dalam lingkungan PNS, namun pelaksanaannya dilakukan secara berjenjang sesuai dengan hierarki organisasi.

Misalnya, untuk menyampaikan usulan kepada pegawai Eselon 1, seseorang dengan jabatan fungsional muda (setingkat Eselon 4) membutuhkan persetujuan secara berjenjang dari pejabat fungsional madya (setingkat Eselon 3) dan kemudian Eselon 2.

Apabila seseorang merasa pekerjaan atau lingkungan kerja saat ini tidak sesuai dengan minat diri, mereka tidak serta merta dapat mengajukan mutasi ke instansi lain. Prosesnya pun membutuhkan waktu yang cukup panjang.

Seorang PNS juga tidak bisa meraih promosi jabatan tanpa usulan dari atasan. Hal ini menjadi celah tumbuh suburnya budaya “patronase” (balas budi atau favoritisme) dan politik kantor.

Perbedaan take home pay antar instansi pemerintah pun masih tinggi.

Dalam hal ini, take home pay PNS terdiri dari gaji pokok dan tunjangan. Gaji pokok PNS di seluruh instansi besarannya sama, sementara angka tunjangan berbeda-beda tergantung kemampuan anggaran pemerintah pusat dan daerah, dan seberapa baik capaian instansi tersebut dalam indeks reformasi birokrasi.

Kementerian Keuangan, misalnya, berada di urutan pertama untuk tingkat gaji – untuk golongan III (lulusan S1-S3) menawarkan tunjangan hingga Rp 46 juta per bulan. Sementara institusi lainnya maksimal Rp 9 juta.

Merombak iklim kerja birokrasi untuk mempertahankan minat generasi muda

Saya menawarkan beberapa langkah untuk memperbaiki iklim kerja PNS yang cenderung kaku, dan kurang menarik bagi generasi muda.

Pertama, iklim pekerjaan sebaiknya mengadopsi sistem lokasi dan waktu kerja fleksibel, serta didukung teknologi digital.

Harapannya, langkah ini – yang sudah diadopsi oleh banyak perusahaan bahkan hingga setelah pandemi – bisa membantu menciptakan iklim kerja di instansi pemerintah yang menarik minat pendaftar baru.

Tentu ini tidak berlaku bagi jabatan yang tidak dapat dilakukan dengan gaya tersebut – seperti jabatan Lurah, Camat, dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang harus siap sedia 24 jam. Generasi muda pasti bisa memahami bahwa esensi jabatan tersebut adalah melayani masyarakat.

Kedua, untuk mendukung langkah pertama, pemerintah perlu semakin gencar mendorong reformasi birokrasi di seluruh instansi pemerintahan. Patokan yang ideal, misalnya, adalah kualitas perampingan birokrasi yang berlangsung di tubuh Kemenkeu.

Jika reformasi birokrasi berlangsung merata antar lembaga negara, tunjangan kinerja pegawai akan meningkat dan semakin setara.

Pada akhirnya, hal ini akan memperkecil jarak take home pay antar instansi yang masih cukup lebar, sehigga bisa tetap menarik untuk generasi muda.

Ketiga, setiap lembaga perlu menanamkan budaya kerja yang lebih menghargai ide dan keterbukaan pegawai.

Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) perlu punya peran lebih besar sebagai lembaga yang independen dan objektif dalam melaksanakan mutasi dan promosi PNS.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now