Menu Close
Peranti Remotely Operated Vehicle (ROV) Deep Discoverer menjelajahi Palung Mariana di kedalaman 6.000 meter (3,7 mil). Office of Ocean Exploration and Research AS

Indonesia kekurangan ilmuwan untuk menyibak misteri laut dalam: bagaimana cara mengatasinya?

Meski berstatus negara maritim, Indonesia masih kekurangan ilmuwan terampil yang berfokus pada penelitian laut dalam. Kawasan ini masih amat jarang diteliti.

Data Pusat Riset Laut Dalam (PRLD) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), per 2023 hanya ada sekitar 20 peneliti aktif dalam pusat riset ini. Dari jumlah tersebut, ada tiga yang sudah mendekati atau masuk masa pensiun.


Read more: Laut dalam di Indonesia timur kaya bakteri, tapi belum banyak dipelajari


Selain jumlah peneliti, publikasi riset laut dalam dari Indonesia pun tak banyak yang sudah terbit sejak 5-10 tahun terakhir, jika dibandingkan dengan publikasi terkait riset di wilayah pesisir.

Kondisi ini amat disayangkan. Seharusnya Indonesia memiliki lebih banyak peneliti yang melakukan kajian ilmiah mengenai laut dalam. Masalah yang sama juga dihadapi oleh negara-negara berkembang lainnya yang memiliki wilayah laut dalam.

Kawasan laut dalam memiliki karakter kedalaman 200 meter atau lebih, bertekanan air (hidrostatis) tinggi, tak tertembus cahaya, dan bersuhu amat dingin -4°C (kecuali di Laut Mediterania yang bersuhu 13°C sepanjang tahun dan ada yang bersuhu tinggi 60-464°C di lokasi tertentu).

Kawasan laut dalam layak diteliti karena memiliki beraneka manfaat jasa ekosistem yang menopang kehidupan di Bumi seperti penyerapan karbon, sumber pangan, obat-obatan, hingga bahan mineral. Keberadaan makhluk hidup di laut dalam juga layak ditelusuri agar kita mendapatkan pengetahuan seputar adaptasi mereka di lingkungan ekstrem.

Sekitar 70% dari total wilayah laut Indonesia tergolong laut dalam (analisa data batimetri Indonesia, Badan Informasi Geospasial). Lebih dari separuhnya berada di kawasan timur, meliputi Laut Banda, Laut Arafura, Laut Seram, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Sulawesi, Laut Flores, Laut Sawu, Laut Timor, dan Samudera Pasifik di bagian utara Papua. Dua wilayah laut dalam lainnya berlokasi di bagian barat Indonesia, yakni Samudera Hindia di sebelah barat Pulau Sumatra dan di selatan pulau Jawa.

Sebagai ilmuwan yang berkiprah di penelitian laut dalam, saya mengusulkan beberapa solusi: perbaikan di institusi pendidikan tinggi, kolaborasi penelitian, dan edukasi publik. Langkah ini bisa dilakukan pemerintah, perguruan tinggi, dan institusi riset untuk memperbaiki persoalan jumlah dan iklim riset laut dalam di Indonesia.

Peningkatan intensitas dan kualitas riset diperlukan untuk lebih memahami ekosistem laut dalam. Pemahaman yang lebih baik merupakan dasar pengambilan keputusan berbasis sains yang holistik terkait manajemen sumber daya laut dalam.

1. Memupuk minat ilmuwan laut dalam sejak dini

Sektor pendidikan tinggi Indonesia mesti berkontribusi mengenalkan laut dalam Indonesia dan segala potensinya sejak pendidikan sarjana. Saat ini, pengenalan laut dalam kepada mahasiswa, khususnya di jurusan ilmu kelautan, amatlah kurang.

Hal ini merupakan refleksi dari pengalaman saya sendiri sebagai mahasiswa sarjana program studi ilmu kelautan salah satu universitas negeri tertua di Provinsi Maluku.

Selama empat tahun pendidikan (1995-1999), saya tidak ingat pernah belajar tentang laut dalam, atau bahkan mengetahui informasi terkait Palung Weber, palung terdalam di Indonesia yang ada di Laut Banda, Maluku.

Ilustrasi peneliti kelautan. (KKP)

Dua dekade kemudian, tidak banyak yang berbeda. Dalam diskusi kelompok terpumpun terkait pengembangan kurikulum pendidikan doktor Ilmu Kelautan pada universitas yang sama awal Mei 2023 misalnya, saya mengamati bahwa tidak satupun mata kuliah dalam kurikulumnya yang secara eksplisit menyebutkan mengenai laut dalam.

Kondisi ini memprihatinkan. Pendidikan doktoral semestinya menjadi ujung tombak untuk menghasilkan kebaruan ilmu laut dalam. Apalagi, sebagai wilayah yang masih jarang dipelajari, laut dalam berpotensi menghasilkan banyak ilmu pengetahuan baru yang relevan bagi kehidupan masyarakat Indonesia, terutama di Maluku.

Peluang pelatihan bagi peneliti dan mahasiswa muda Indonesia, baik lokal maupun di luar negeri sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas riset laut dalam, seperti misalnya yang dilakukan dalam program Deep Ocean Early Career Researchers. Skema bimbingan dari akademikus yang lebih berpengalaman (mentorship) juga penting untuk menginspirasi generasi selanjutnya dalam menekuni penelitian laut dalam.


Read more: Bias daratan megaproyek IKN: bagaimana ruang laut terlupakan dalam perencanaan ibu kota baru


2. Kolaborasi penelitian

Kolaborasi riset, terutama dengan pihak luar negeri sangat berguna dalam meningkatkan kapasitas peneliti agar terjadi interaksi dan transfer ilmu pengetahuan terkait laut dalam.

Ada setidaknya dua kolaborasi riset dengan pihak luar negeri terkait laut dalam yang sudah dilakukan dalam setidaknya lima tahun belakangan. Contoh pertama adalah TRIUMPH (Transport Indonesian seas, upwelling, and mixing physics) (2017-2022). Kegiatan ini merupakan kolaborasi PPLD LIPI, First Institute of Oceanography of China, dan University of Maryland Amerika Serikat.

TRIUMPH berfokus pada fisika kelautan, terutama pada proses-proses pengangkutan, pengangkatan (upwelling), dan percampuran (mixing) massa air laut. Pemahaman proses-proses ini berdampak pada pengambilan keputusan tentang mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, pengelolaan sumber daya perikanan, prakiraan cuaca, dan manajemen bencana.


Read more: 4 analisis soal ketimpangan riset lingkungan di Indonesia timur yang perlu segera diatasi


Kolaborasi kedua adalah proyek SJADES (South Java Deep-Sea Biodiversity Expedition), ekspedisi bersama antara Indonesia dan Singapura pada tahun 2018 di perairan selatan Jawa dan berfokus pada keanekaragaman hayati laut dalam.

Ekspedisi ini menghasilkan temuan-temuan spesies baru laut dalam yang dipublikasikan di Raffles Bulletin of Zoology pada 2021

3. Menjangkau anak muda

Solusi lainnya adalah dengan menjangkau generasi muda melalui berbagai media: dari seni, media sosial, hingga buku. Konten ini harus disajikan dalam bahasa dan gambar yang mudah dipahami.

Pengenalan ini penting agar mereka mengetahui keberadaan dan potensi laut dalam sedini mungkin. Harapannya, mereka tertarik untuk mempelajari lebih dalam terkait laut dalam.

Sebagai contoh, sebuah kanal edukasi Kok Bisa pernah membahas mengenai misteri apa saja yang ada di laut dalam. Sejak ditayangkan pada enam tahun lalu, video tersebut sudah ditonton sebanyak 3,9 juta kali. Angka tersebut seharusnya bisa menjadi indikator keingintahuan publik mengenai laut dalam.

Sosialisasi riset laut dalam sebenarnya pernah dilakukan oleh peneliti PPLD LIPI (kemudian menjadi PRLD BRIN) kepada para siswa SMP dari Raja Ampat, Papua Barat, dan sekitarnya dalam kegiatan Sail Raja Ampat pada 2014. Namun, kegiatan sosialisasi yang dilakukan masih jauh dari memadai, baik dari segi intensitas maupun kualitas.

Pemerintah melalui BRIN membutuhkan kerja sama dengan banyak pihak terkait dan lintas disiplin untuk menyebarkan konten seputar laut dalam yang berkualitas dan mudah dipahami.

Sosialisasi riset laut dalam menggunakan poster dan spesimen laut dalam kepada siswa SMP dari Raja Ampat saat Sail Raja Ampat 2014. (PPLD LIPI)

Selain tiga langkah di atas, pemerintah juga perlu mengatasi banyak tantangan lainnya terutama infrastruktur dan pendanaan penelitian laut dalam yang terbatas, masih berbelitnya birokrasi terkait perizinan peneliti asing mitra, pemakaian teknologi ataupun peralatan, dan penggunaan data bersama.

Harapannya, peneliti laut dalam bisa lebih banyak dan lebih aktif menyingkap misteri laut dalam di tanah air.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,100 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now