Menu Close

International NGO Forum on Indonesian Development (INFID)

International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) adalah sebuah organisasi non-pemerintah yang berdiri pada tahun 1985 dengan nama INGI (Inter-NGO Conference on IGGI Matters). INFID didirikan atas inisiatif dari beberapa tokoh dan organisasi masyarakat sipil Indonesia serta partner-partnernya di Belanda, seperti Gus Dur, Asmara Nababan, Gaffar Rahman, Adnan Buyung Nasution, Dawam Rahardjo, Fauzi Abdullah, Wukirsari, Kartjono, Zoemrotin KS, dan masih banyak lainnya untuk advokasi kebijakan internasional dan nasional terkait isu pembangunan dan demokratisasi di Indonesia. Sejak awal pendiriannya, INFID telah memainkan peran penting dalam pembangunan dan proses demokratisasi Indonesia.

Berkat kerja-kerjanya, di tahun 2004 INFID mendapatkan status konsultatif pada Dewan Ekonomi dan Sosial (ECOSOC) di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Saat ini, INFID berfokus kepada tiga area kerja yaitu Penurunan Ketimpangan, pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs, serta Hak Asasi Manusia (HAM) dan Demokrasi.

Bersama 88 anggotanya yang tersebar di seluruh Indonesia INFID melakukan kajian, pemantuan dan advokasi kebijakan, serta kampanye dan edukasi publik.

Links

Displaying all articles

Ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Freepik

KDRT bukan masalah privat: teknologi bisa bantu ciptakan ruang aman bagi korban

Dengan adanya kemajuan teknologi, salah satunya media sosial, publik sebenarnya punya peluang lebih besar untuk menyuarakan hak-hak korban KDRT dan membantu mereka mendapatkan akses keadilan.
Ilustrasi laki-laki setara dengan perempuan. Freepik

Benarkah parkir khusus perempuan kontradiktif dengan kesetaraan gender? Ternyata masih banyak salah kaprah tentang feminisme

Pandangan umum – yang salah dan menyesatkan – soal feminisme adalah saat esensi kesetaraan gender hanya dilihat ketika perempuan bisa melakukan hal-hal yang sama seperti laki-laki.
Laki-laki kerap tidak dipercaya jika menjadi korban kekerasan seksual. Freepik

Laki-laki juga rentan jadi korban kekerasan seksual, bukti kentalnya toxic masculinity dan budaya patriarki di Indonesia

Budaya toxic masculinity yang dilahirkan oleh masyarakat patriarki diyakini menjadi sumber dari tabunya kenyataan bahwa laki-laki dapat menjadi korban kekerasan seksual.
Unjuk rasa di depan gedung DPRD Jawa Barat, Bandung, Jawa Barat pada Juli 2020. Novrian Arbi/Antara Foto

Riset ungkap pemangku kepentingan dan publik mendukung pencegahan kekerasan seksual

Pemangku kepentingan dan masyarakat mendukung UU yang mengatur pencegahan kekerasan seksual. Namun sebagian besar masyarakat tidak tahu adanya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang sedang dibahas.

Authors

More Authors