Menu Close

#JanganJadiDosen: mengapa gaji dosen tak sebanding dengan beban pekerjaannya?

CC BY82.6 MB (download)

Tagar #JanganJadiDosen baru-baru ini menjadi trending topic di berbagai platform media sosial, salah satunya X (twitter). Hal ini dipicu oleh cuitan seorang pengguna media sosial yang mengkritik gaji dosen di Indonesia yang tidak sebanding dengan tuntutan dan kriteria pekerjaannya.

Tweet tersebut ramai direspon ribuan orang yang mengaku dosen dan membagikan slip gaji mereka selama ini. Pengakuan dari berbagai dosen ini dianggap sebagai potret situasi pengajar di pendidikan tinggi yang masih belum mendapatkan pendapatan yang semestinya.


Read more: Berapa gaji dosen? Berikut hasil survei nasional pertama yang memetakan kesejahteraan akademisi di Indonesia


Lalu, mengapa para dosen selama ini belum mendapatkan gaji yang layak?

Dalam episode SuarAkademia terbaru, kami berbincang dengan Shofwan Al Banna Choiruzzad (Shofwan), Associate Professor dari Universitas Indonesia.

Shofwan mengatakan ramainya perbincangan tentang gaji dosen belakangan ini adalah permasalahan lama di kalangan para tenaga pengajar yang kembali mencuat ke ranah media sosial karena tidak pernah diselesaikan dengan baik.

Shofwan berpendapat, masalah gaji dosen ini adalah masalah struktural. Beberapa faktor seperti, keinginan universitas meraih level world class university yang secara tidak langsung menambah beban pekerjaan dosen, sistem pengelolaan kampus, hingga aturan tentang sistem pengupahan yang belum disesuaikan dengan situasi terkini, mengakibatkan upah dosen tidak sebanding dengan tingginya beban pekerjaan.

Ia menambahkan pentingnya pemerintah untuk melihat dan mengkaji kembali peraturan tentang undang-undang guru dan dosen dan undang-undang perguruan tinggi. Shofwan beranggapan undang-undang yang ada perlu disesuaikan dengan iklim perguruan tinggi saat ini sehingga dapat menyesuaikan kebutuhan universitas. Sehingga, nantinya akan berdampak juga terhadap tata kelola universitas yang lebih baik dan penerimaan gaji dosen kedepannya.

Simak obrolan lengkapnya hanya di SuarAkademia–ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now