Menu Close
Sebuah desa perikanan di provinsi Papua. www.shutterstock.com

Jika stabil, Papua diprediksi bisa mengejar ketertinggalannya dalam 5 tahun ke depan. Ini alasannya

Sumber daya manusia di Provinsi Papua yang kini tertinggal dibanding dengan provinsi lainnya di Indonesia berpotensi mengejar ketertinggalannya jika aktivitas pembangunan di Papua berlangsung stabil.

Capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM)–indikator pembangunan manusia sebuah daerah yang diukur dari tingkat kesehatan, pendidikan, dan standar hidup layak–Provinsi Papua saat ini paling rendah dibanding provinsi lainnya.

Namun berdasarkan analisis data, IPM Provinsi Papua akan melewati capaian IPM provinsi dengan IPM terendah lainnya karena indikator pertumbuhan tingkat pendidikan dan ekonomi Papua saat ini lebih tinggi dari provinsi-provinsi tersebut. Angkanya bahkan lebih tinggi dibanding angka rata-rata nasional.

Tentu saja penghitungan ini berdasarkan asumsi bahwa aktivitas pembangunan di Papua berlangsung stabil.

Pada 2018, Papua tercatat sebagai provinsi dengan IPM paling rendah dengan angka 60,06. IPM Provinsi Papua jauh di bawah IPM rata-rata nasional tahun 2018 yang mencapai 71,39.

Papua masuk kelompok provinsi-provinsi dengan IPM terendah, yaitu Papua Barat (63,74), Nusa Tenggara Timur (NTT) (64,39), Sulawesi Barat (65,1), Kalimantan Barat (66,98) dan Nusa Tenggara Barat(NTB) (67,3).

Tren kemajuan

Meski angka IPM Papua paling rendah dibandingkan provinsi lain di Indonesia, tingkat pertumbuhan IPM Papua menunjukkan peningkatan yang pesat. Angka IPM Papua 60,06, lebih tinggi 1,64% di banding tahun sebelumnya.

Dalam lima tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan IPM Papua menunjukkan angka sebesar 1,32% per tahun.

Angka tersebut merupakan yang tertinggi bila dibandingkan dengan capaian provinsi dengan IPM paling rendah: Papua Barat (0,91%), NTB (0,86%), Kalimantan Barat (0,82%), Sulawesi Barat (1,13%), dan NTT (0,86) per tahun.

Bahkan, capaian rata-rata pertumbuhan IPM Papua dalam lima tahun terakhir juga lebih tinggi bila dibandingkan secara nasional yang hanya sebesar 0,89% per tahun.
Dengan capaian tersebut, IPM Provinsi Papua akan melewati Papua Barat dan NTB yang masuk ke dalam lima provinsi dengan IPM terendah dalam jangka waktu kurang dari 10 tahun.

Bahkan 10 tahun setelahnya, IPM Papua diperkirakan akan melampaui empat provinsi lainnya dengan IPM antara 70-80 (IPM tinggi) yaitu Kepulauan Riau, Banten, Kepulauan Bangka Belitung, dan Kalimantan Utara.

Akselerasi pembangunan pendidikan dan meningkatnya daya beli masyarakat

Ada dua hal utama yang berkontribusi pada peningkatan IPM Provinsi Papua.

Pertama, akselerasi pembangunan pendidikan di Provinsi Papua relatif pesat dalam beberapa tahun terakhir.

Akselerasi pembangunan pendidikan diukur dengan pertumbuhan indikator harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah. Angka harapan lama sekolah bertumbuh 2.75% pada tahun 2018 atau dari 10,54 tahun di tahun 2017 menjadi 10,83 tahun di tahun 2018. Capaian tersebut melebihi pertumbuhan angka harapan lama sekolah secara nasional yang hanya sebesar 0,47% atau dari 12,85 tahun di tahun 2017 menjadi 12,91 tahun di tahun 2018.

Capaian tersebut juga mengungguli capaian pertumbuhan angka harapan lama sekolah di Provinsi Papua Barat (0,48%), NTB (0,07%), Riau (0,08%), Banten (0,55%) dan Bangka Belitung (0,34%), dan Kalimantan Utara (0,23%) dalam jangka waktu yang sama.

Sedangkan angka rata-rata lama sekolah di Provinsi Papua pada tahun 2018 bertumbuh sebesar 3,99% atau dari 6,27 tahun di tahun 2017 menjadi 6,52 tahun di tahun 2018.

Capaian tersebut juga lebih tinggi dari pertumbuhan angka harapan lama sekolah secara nasional yang hanya sebesar 0,86% atau dari 8,1 tahun di tahun 2017 menjadi 8,17 tahun di tahun 2018.

Angka tersebut juga melampaui capaian pertumbuhan angka harapan lama sekolah provinsi Papua Barat (1,68%), NTB (1,88%), Riau (0,20%), Banten (1,06%), dan Bangka Belitung (0,77%), dan Kalimantan Utara (2,90%) pada periode yang sama.

Angka tersebut didukung fakta bahwa tingkat partisipasi sekolah semakin meningkat sejak tahun 2011. Angka partisipasi sekolah (APS) usia 7-12 tahun di Provinsi Papua terus meningkat sebesar 9,02% sejak tahun 2011. Sedangkan di provinsi lainnya hanya meningkat di bawah level 3%.

Tren positif tersebut juga dibarengi dengan turunnya tingkat putus sekolah sebesar 5,32% pada 2017 pada jenjang pendidikan SD menjadi 2,21% pada 2018.

Sementara itu di Provinsi Papua Barat, Banten, dan Kalimantan Barat justru meningkat masing-masing sebesar 1,43%, 0,22%, dan 0,01%.

Sedangkan provinsi NTB, Riau, dan Bangka Belitung menurun namun dengan persentase yang kecil yakni masing-masing sebesar 0,77%, 0,07% dan 0,06%.

Secara nasional, tingkat putus sekolah hanya menurun sebesar 0,02% di tahun 2018.

Kedua, pertumbuhan pengeluaran per kapita yang tinggi.

Tahun 2018, pertumbuhan pengeluaran per kapita penduduk di Provinsi Papua rata-rata meningkat sebesar 2,27% atau dari Rp. 6,996 juta per kapita per tahun menjadi Rp. 7,12 juta per kapita per tahun.

Angka tersebut dapat juga dipandang sebagai indikasi adanya peningkatan pendapatan penduduk. Pendapatan penduduk yang meningkat dominan disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tahun 2018 pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua sebesar 7,33% atau naik 2,69% dari tahun 2017.

Angka tersebut lebih tinggi dari angka pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2018 yang mencapai 5,17%.

Data pembangunan

Pertumbuhan IPM yang signifikan didorong oleh aktivitas pembangunan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir.

Ini bisa dilihat dari realisasi belanja daerah dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) Papua yang cenderung meningkat.

Tahun 2017, realisasi belanja naik sebesar 16,8% menjadi Rp 15,08 trilliun rupiah dari Rp 12,9 trilliun pada tahun 2016.

Dalam dua tahun tersebut, anggaran pendidikan naik sebesar 236.3% menjadi Rp 552,4 miliar pada tahun 2017. Lalu anggaran untuk pelayanan kesehatan naik 52,8% menjadi Rp 1,2 triliun.

Tahun 2018, realisasi APBD memang menurun jika dibanding tahun 2017 menjadi Rp 14,09 triliun. Anggaran kesehatan dan pendidikan juga turun menjadi Rp 320,45 milliar dan Rp 903,23 milliar masing-masing.

Berkurangnya anggaran pada tahun 2018 mengakibat turunnya pertumbuhan IPM Papua pada tahun 2018 menjadi 1,64% dari tahun 2017 yang mencapai 1,79%.

Oleh karena jika IPM ingin melampui daerah-daerah lainnya maka aktivitas pembangunan Papua harus dijaga untuk terus stabil.

Tantangan

Ada satu hambatan yang dihadapi Provinsi Papua saat ini untuk mengejar ketertinggalan.

Tahun 2018, kesenjangan pembangunan manusia antarkabupaten dan kota yang paling tinggi di Indonesia terjadi di Provinsi Papua.

Kesenjangan ini terlihat dari perbedaan capaian antara ibukota Provinsi Papua, Jayapura dengan Kabupaten Nduga, salah satu daerah yang terkenal sebagai wilayah konflik.

IPM Jayapura dengan Nduga berselisih sebesar 50,16% dan mencakup semua dimensi.

Misalnya pada dimensi pendidikan, capaian angka harapan lama sekolah di Kabupaten Nduga hanya sebesar 2,95 tahun, dibandingkan di Kota Jayapura sebesar 14,99 tahun.

Hal ini cukup mengkhawatirkan karena penduduk usia tujuh tahun di Kabupaten Nduga hanya memiliki harapan sekolah selama 2 tahun saja

Dengan demikian, kondisi kesenjangan yang terjadi di Provinsi Papua mengharuskan adanya strategi pembangunan manusia yang menyeluruh dan menyentuh semua lini jika daerah ini ingin mengejar ketertinggalannya.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,400 academics and researchers from 4,942 institutions.

Register now