Menu Close
pexels rdne stock project.

Kasus ‘bullying’ pelajar di Cilacap: apa yang harus dilakukan agar tidak berulang?

CC BY59.1 MB (download)

Kasus bullying atau perundungan merupakan masalah yang berulang kali terjadi. Belakangan, kasus bullying siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Cilacap mendapat perhatian dari banyak orang dan membuat masyarakat geram.

Kasus ini menjadi hangat ketika sebuah video aksi perundungan terhadap siswa SMP di Cilacap beredar di media sosial. Dalam video tersebut, tampak seorang siswa dianiaya oleh siswa lain. Adegan ini ditonton oleh beberapa siswa dan mereka yang mencoba melerai justru mendapat ancaman dari pelaku perundungan.

Menanggapi permasalahan ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bersama Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dinas terkait, dan penegak hukum mengadakan rapat koordinasi (rakor) untuk membahas penanganan kasus kekerasan anak. Pertemuan tersebut membahas aspek perlindungan anak, termasuk pemenuhan hak dan perlindungan khusus bagi anak korban, saksi, dan anak yang berkonflik dengan hukum.

Lalu, apa yang harus dilakukan agar permasalahan ini tidak kembali terjadi?

Dalam episode SuarAkademia terbaru, kami berdiskusi dengan Dewi Rahmawati Nur Aulia, peneliti bidang sosial dari The Indonesian Institute.

Menurut Dewi, kasus perundungan ini berulang kali terjadi karena adanya pembiaran dari masyarakat sekitar. Padahal, pengawasan dari masyarakat dan tingkat pemahaman yang baik bahwa perundungan adalah masalah yang serius, bisa menjadi salah satu langkah untuk mencegah masalah ini terulang kembali.

Dewi juga mengatakan bahwa pemerintah perlu mensosialisasikan peraturan yang berlaku kepada masyarakat mengenai kasus bullying. Ia berpendapat, undang-undang perlindungan anak dan pasal 351 KUHP tentang tindak pidana penganiayaan, sudah cukup untuk memberikan gambaran bahwa perundungan adalah masalah yang serius.

Simak episode selengkapnya di SuarAkademia - ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,900 academics and researchers from 4,948 institutions.

Register now