Menu Close

Kenaikan UMP 2024: Idealkah untuk menghadapi inflasi dan menjaga daya beli?

CC BY62.4 MB (download)

Seluruh provinsi di Indonesia sudah mengumumkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2024. Penetapan yang disahkan masing-masing gubernur ini mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan.

Perhitungan PP Nomor 51/2023 didasarkan pada estimasi inflasi dan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang dikalikan dengan faktor alfa. Faktor alfa–nilainya ditetapkan oleh dewan pengupahan provinsi atau kabupaten/kota–mencakup kontribusi ketenagakerjaan lainnya seperti penyerapan tenaga kerja dan upah rata-rata.

Namun, pengumuman kenaikan UMP ini mengundang protes berbagai pihak. Serikat buruh di berbagai daerah, seperti DKI Jakarta, Sumatera Selatan, dan beberapa daerah lain menganggap kenaikan UMP ini terlalu kecil dan tidak akan cukup untuk menahan laju inflasi. Daya beli masyarakat pun bisa melemah.

Lantas, berapakah kenaikan UMP yang ideal agar situasi ekonomi masyarakat tetap terjaga?

Dalam episode SuarAkademia terbaru, kami berdiskusi dengan Bhima Yudhistira, Direktur dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS).

Bhima berpendapat kenaikan UMP tahun 2024 ini masih belum ideal. Menurutnya, kenaikan UMP untuk tahun depan idealnya ada di kisaran 10%. Angka ini diambil dari tingkat inflasi ditambah tingkat pertumbuhan ekonomi nasional.

Bhima berpendapat, dengan rerata kenaikan UMP 2024 sebesar 3,8%, ada indikasi pemerintah tidak memandang upah sebagai stimulus untuk mendorong konsumsi masyarakat. Ia menambahkan bahwa jika upah rendah, belanja masyarakat terutama kelas menengah ke bawah akan tertahan. Padahal, konsumsi rumah tangga memberikan porsi yang besar bagi pertumbuhan ekonomi.

Simak episode selengkapnya di SuarAkademia - ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,800 academics and researchers from 4,948 institutions.

Register now