Menu Close

Keong mas: kisah spesies eksotik impor perusak padi, bagaimana mengendalikannya?

Spesies keong mas sulit dikendalikan jika sudah menyebar di banyak tempat. Wikipedia

Keong mas dikenal sebagai spesies eksotik yang mudah ditemukan di persawahan. Sebenarnya spesies ini bukan asli Indonesia, tapi spesies impor yang baru diperkenalkan ke negeri ini pada tahun 1980-an.

Setidaknya, data sains mengindikasikan dua spesies keong mas yang ditemukan di Indonesia adalah berjenis Pomacea canaliculata dan P. insularum (disebut juga sebagai P. maculata. Keduanya berasal dari Amerika Selatan.

Di Indonesia, perkembangbiakan keong mas yang cepat telah menjadi hama yang merusak tanaman padi dan dapat menurunkan hasil panen hingga separuh dari produksi.

Selain itu, kenaikan suhu global juga diprediksi akan meningkatkan jumlah wilayah yang sesuai sebagai habitat keong mas. Pada 2050 dan 2080 penyebaran keong mas diprediksi meningkat 8–10% di seluruh dunia.

Kita perlu mengendalikan populasi spesies ini agar tidak merusak sumber pangan dan kehidupan manusia.

Dari ikan hias jadi hama

Dalam cerita rakyat di Indonesia, keong mas digambarkan sebagai kisah iri dengki.

Akibat iri dengki, seorang perempuan bernama Candra Kirana disihir menjadi keong mas. Namun, pada akhirnya dia dapat menjadi manusia lagi setelah bertemu dengan Raden Inu. Menariknya, pengarang asli dan mulai kapan cerita ini muncul sangat susah untuk ditelusuri.

Dalam dunia sains, keong mas masuk Indonesia diduga melalui bisnis hewan hiasan rumah. Keong mas, terutama jenis P. canaliculata, di Indonesia diimpor sebagai hewan peliharaan akuarium. Namun, saat perdagangannya tidak begitu sukses, keong mas dibuang ke badan perairan seperti sungai, danau, atau kanal irigasi.

Distribusi secara tidak sengaja, seperti terbawa muatan kapal, ditengarai juga menjadi alat penyebar keong mas di Indonesia.

Setelah puluhan tahun, salah satu dari spesies asing invasif terburuk ini dapat dijumpai di lahan persawahan di negeri ini.

Keberadaan mereka di lahan persawahan salah satunya dapat diketahui dengan adanya telur keong mas yang berwarna merah jambu tersusun seperti anggur. Telur ini menempel di berbagai permukaan seperti batang padi dewasa atau tembok saluran irigasi. Cangkang keong mas ini tidak selalu berwarna keemasan. Cangkang mereka lebih dekat ke warna cokelat muda seperti lumpur.

Di lahan persawahan inilah keong mas menjadi hama utama padi.

International Rice Research Institute (IRRI) Knowledge Bank menyebutkan bahwa jika hama ini tidak dibasmi, area satu meter persegi sawah dapat dirusak dalam semalam dan mengurangi hasil panen sampai lebih dari 50%.

Selain dampak pada persawahan, introduksi suatu spesies eksotik pada suatu ekosistem baru secara umum dapat menimbulkan dampak yang negatif. Spesies eksotik dapat bereproduksi dengan cepat, mengalahkan spesies asli dalam kompetisi memperoleh makanan atau ruang. Spesies eksotik ini dikenal sebagai salah satu penyebab hilangnya biodiversitas global.

Sulit mengendalikan keong mas di sawah

Berbagai metode untuk memberantas hama keong mas di sawah telah dicoba.

Salah satunya, secara lengkap IRRI telah menyajikan informasi cara mengendalikan keong mas. Contohnya, di lingkungan yang telah terinvasi keong mas, kerja sama massal petani memungut keong mas dan menghancurkan telurnya dapat menjadi langkah yang baik.

Manajemen tinggi air maksimum 2 cm di persawahan juga dipercaya mampu menghambat penyebaran keong mas. Pada ketinggian air di bawah 2 cm ini, keong mas akan lebih susah bergerak.

Cara lain untuk menghambat penyebaran mereka di lahan persawahan adalah dengan manajemen aliran air. Penghalang fisik, seperti saringan, akan mampu mengalirkan air irigasi tapi menahan keong keluar sawah. Petani juga dapat meletakkan daun tembakau atau jeruk yang bersifat toksik pada keong mas di tanggul-tanggul sawah.

Mengontrol populasi keong mas dengan pestisida juga dapat dilakukan. Cara ini mungkin efektif, tapi dapat membahayakan hewan akuatik lain, meningkatkan polusi bahan kimia, atau menjadi paparan racun pada petani itu sendiri.

Alternatifnya, penggunaan pestisida nabati untuk keong mas mulai banyak diteliti keefektifannya. Cara alami lainnya adalah penggunaan agens kontrol biologi seperti introduksi bebek ke sawah atau budi daya ikan di sawah (minapadi).

Sementara itu, tahap paling rentan serangan keong mas dalam budi daya padi adalah saat persiapan lahan dan penanaman. Padi berusia 10 hari setelah pindah tanam (dari persemaian) dan 20 hari dengan metode tebar benih adalah kelompok padi paling rentan terhadap serangan keong mas.

Jadi, penyelamatan padi pada tahap ini adalah kunci utama mengurangi potensi kerugian panen akibat hama keong mas.

Namun, belum ada proses pengendalian keong mas, termasuk cara di atas, terbukti efektif, aman, atau menguntungkan secara ekonomi. Upaya tersebut hanya mampu menyelesaikan masalah secara singkat.

Pengendalian keong mas terbaik adalah dengan mencegahnya masuk ke suatu lingkungan budi daya tanaman, seperti lahan padi.

Karantina ketat dan pemusnahan dini saat populasinya masih sedikit harus dilakukan untuk mencegah penyebaran. Saat mereka sudah memperbanyak populasinya, bisa dikatakan sudah terlambat.

Keong mas makin menyebar karena perubahan iklim

Masyarakat yang paling terdampak pada serangan hama keong mas adalah petani. Namun, dalam skala nasional, jika produksi beras nasional turun, seluruh masyarakat dapat terdampak.

Oleh karena itu, masyarakat juga dapat diimbau untuk mengenal hama ini, yang sedikit banyak dapat membantu dalam manajemennya.

Di Jepang, masyarakat diajak untuk melaporkan keberadaan keong mas di sekitar mereka.

Dalam kurun waktu 2017-2019, keberadaan keong mas dilaporkan secara rinci lokasinya dalam bentuk geolokasi di Google Map. Data yang telah dipublikasikan tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk melihat penyebaran keong mas dan bahan riset untuk mengendalikannya.

Dari data geolokasi yang telah dipublikasikan, keberadaan keong mas yang paling banyak dijumpai di daerah barat dan tengah Jepang, yang kondisi iklimnya relatif lebih hangat.

Riset menunjukkan suhu global yang meningkat diperkirakan akan memperluas jumlah wilayah yang sesuai sebagai habitat keong mas.

Pengendalian keong mas pada masa depan tidak hanya akan berkutat di sawah dan perairan tawar, tapi harus lebih luas lagi lagi mengingat dapat begitu berbahayanya spesies eksotik di lingkungan baru.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now