Menu Close
Kecelakaan Lion Air JT-610 yang terbang dari Bandara Soekarno Hatta Tangerang ke Pangkal Pinang Sumatra menewaskan 189 penumpangnya. Adi Weda/EPA

Kotak hitam Lion Air JT-610 ditemukan, banyak bukti lain yang diperlukan untuk tahu mengapa pesawat jatuh

Penyelam dari tim pencarian dan pertolongan (SAR) gabungan minggu lalu menemukan “kotak hitam” dari puing pesawat jet penumpang Lion Air JT-610 yang jatuh di laut Karawang Jawa Barat Senin pekan lalu, menewaskan 189 orang di dalamnya.

Laporan mengatakan tim pencarian dan penyelamat berhasil mendapatkan perekam data penerbangan, satu dari perekam rekaman yang harus ada di setiap pesawat komersial. Rekaman yang lain adalah perekam suara kokpit.

Perekam data penerbangan dan perekam suara kokpit dapat mengungkapkan banyak informasi tentang penerbangan. Tergantung jenisnya, perekam data penerbangan digital modern dapat menangkap lebih dari 2000 parameter, memberikan wawasan menyeluruh kepada penyelidik tentang berbagai fungsi sistem pesawat terbang dan konfigurasi apa terjadi sampai pesawat jatuh.

Apa saja yang akan black box ungkapkan

Investigasi keselamatan udara menggunakan ilmu yang pasti. Hal ini didasarkan pada metode investigasi dan analisis yang terbukti dan sistematis, yang kesimpulan didasarkan pada bukti yang tersedia. Para peneliti JT-610 akan mengeksplorasi banyak aspek dari operasi Lion Air, mencari faktor-faktor yang berkontribusi.

Perekam akan memberi tahu penyelidik tentang peringatan dan alarm yang berbunyi di kokpit, dan apa tanggapan kru terhadap peringatan tersebut. Mereka juga akan mengungkapkan semua input kontrol yang dibuat, efek yang dihasilkan, semua posisi switch kokpit, dan informasi relevan lainnya.

Perekam penerbangan dapat memberikan indikasi yang jelas tentang sistem apa yang tidak berfungsi dan apa tanggapan kru terhadap kegagalan fungsi tersebut.

Mencari tahu alasan mengapa pesawat jatuh?

Namun, data penerbangan hanya dapat menjelaskan apa yang terjadi. Penyelidik harus secara sistematis menyelidiki bukti lain untuk memastikan mengapa hal itu bisa terjadi. Peneliti juga akan menganalisis catatan pemeliharaan maskapai, rezim pelatihan awak penerbangan, sistem dan dokumentasi pemuatan pesawat, catatan penumpang dan rekaman kontrol lalu lintas udara, misalnya.

Seorang petugas memegang data rekaman penerbangan JT-610 tak lama sesudah ditemukan, 1 November 2018. Bagus Indahono/EPA

Peneliti khusus juga akan melihat aspek instrumentasi pesawat, avionik (alat elektronik yang dipasang di pesawat), mesin, badan pesawat, sistem kelistrikan, sistem hidrolik, serta faktor manusia dan kinerja awak kabin. Itu semua akan dianalisis secara menyeluruh sebelum kesimpulan akhir akan diambil.

Tidak diragukan lagi, sebagian besar penyelidikan akan menjawab pertanyaan tentang bagaimana pesawat baru yang canggih dengan berbagai cadangan untuk sistem-sistem yang penting dapat mengalami serangkaian kegagalan yang menyebabkannya jatuh. Pengalaman penerbangan sebelumnya menunjukkan mungkin ada masalah dengan sistem pitot statis yang memberikan tekanan udara statis dan dinamis ke instrumen penerbangan utama. Walau kesalahan itu tampaknya sudah diperbaiki sebelum penerbangan, kerusakan itu mungkin muncul kembali atau memburuk selama atau setelah lepas landas.

Jika peneliti JT610 menemukan bahwa kerusakan sistem statis pilot memang terjadi, pertanyaan lain akan diangkat tentang mengapa kru tidak dapat mengatasi kerusakan itu. Pesawat dirancang dengan sistem udara statis terpisah untuk kapten dan perwira pertama. Secara teoretis kegagalan seharusnya tidak dapat mempengaruhi instrumentasi pada kedua sisi kokpit.

Selain itu, pilot seharusnya dapat menggunakan sumber udara statis alternatif, untuk memulihkan udara statis untuk setiap instrumen yang terpengaruh. Selain itu, pesawat pasti dilengkapi dengan cakrawala buatan, indikator kecepatan udara, altimeter dan kompas, sehingga kru seharusnya memiliki instrumentasi minimum penerbangan, independen dari semua sistem lainnya, untuk memungkinkan mereka dengan aman menerbangkan pesawat kembali ke bandara.

Dalam situasi seperti itu, pilot akan menerbangkan Boeing 737 itu dengan tingkat instrumentasi yang sama seolah-olah itu adalah pesawat ringan mesin tunggal dasar.

Jika itu semua terbukti, maka fokusnya akan beralih ke standar pengecekan dan pelatihan pilot Lion Air, metode pelatihan simulasi dan serangkaiannya. Apakah pilot pernah dihadapkan dengan kegagalan instrumentasi parsial atau penuh di simulator? Apakah mereka pernah mencoba menerbangkan simulator hanya pada instrumen siaga, dan jika mereka melakukannya, bagaimana kinerja mereka dalam situasi seperti itu?

Hal ini pada gilirannya akan menimbulkan pertanyaan tentang standar penerbangan maskapai penerbangan, kebijakan sumber daya kru, pengaturan tata kelola perusahaan, pengambilan keputusan manajemen dan budaya keselamatan operasional, dan banyak lagi.

Saya yakin para peneliti JT-610 akan secara sistematis mengungkapkan apa yang terjadi dan mengapa. Saya juga yakin akan ada banyak faktor kausal yang terungkap yang menyebabkan tragedi itu. Pada akhirnya kita akan belajar dari pelajaran ini, sehingga korban tidak akan hilang dan orang yang mereka cintai menderita sia-sia.


Artikel ini diterjemahkan dari bahasa Inggris oleh Gracesillya Febriyani

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,300 academics and researchers from 4,942 institutions.

Register now