Menu Close

Laki-laki perlu mendukung hak aborsi, karena mereka juga merasakan manfaatnya

Seorang laki-laki memegang poster bertuliskan "Saya bersama (perempuan)" dałam aksi protes terhadap putusan Mahkamah Agung Amerika Serikat untuk mencabut hak aborsi.
Aksi protes atas putusan Mahkamah Agung Amerika Serikat untuk menganulir Roe vs Wade. Gayatri Malhotra/Unsplash

Layaknya dalam isu-isu kesetaraan gender lainnya, seakan sudah lumrah jika posisi laki-laki jarang disebut dalam isu aborsi.

Kondisi tersebut memang tepat dalam beberapa hal, mengingat aborsi adalah masalah kesehatan reproduksi perempuan (serta individu transgender dan gender non-biner yang memiliki rahim). Ini menyangkut hak mereka untuk menentukan apa yang terjadi pada tubuh mereka sendiri.

Terlepas dari semua kemajuan pengetahuan dan perkembangan alat medis di abad ke-21 ini, faktanya perlindungan terhadap hak aborsi masih terancam di banyak negara. Ini berkaitan dengan kuatnya budaya masyarakat patriarki yang mengontrol kebebasan perempuan – dan mengakarnya ketakutan patriarkis karena laki-laki merasa tidak punya kuasa atas proses reproduksi.

Di Inggris, misalnya, seorang perempuan memerlukan persetujuan dari dua dokter untuk melakukan aborsi.

Politik di seluruh dunia masih bersifat sangat maskulin. Hal ini membuat sebagian besar laki-laki yang berada dalam posisi kekuasaan memilih untuk membatasi otonomi tubuh perempuan.

Foto sejumlah anggota parlemen laki-laki di Texas, Amerika Serikat (AS), yang sedang menandatangani undang-undang anti-aborsi merupakan salah satu buktinya.

Ada pula kelompok orang yang tergabung dalam gerakan anti-aborsi yang sering melakukan aksi protes di depan klinik-klinik kesehatan dengan membawa poster dan pesan menyesatkan tentang kematian janin, serta melakukan intimidasi terhadap pasien dan tenaga kesehatan. Sebagian besar anggota kelompok tersebut adalah laki-laki.

Padahal, politikus laki-laki sebenarnya juga bisa memilih untuk mendukung hak aborsi. Contohnya, ketika Undang-Undang Aborsi 1967 disahkan di Inggris, 96% anggota parlemen saat itu adalah laki-laki.

Sebelumnya, salah satu dari kami mewawancarai mantan anggota parlemen Partai Buruh, Peter Jackson. Ia mengatakan bahwa komitmennya untuk mendukung hak aborsi didorong oleh dipenjaranya seorang perempuan di daerah pemilihannya karena melakukan aborsi.

Terkait kontribusinya dalam menggolkan UU Aborsi di parlemen, Jackson berkata:

Jika Anda bertanya apa kontribusi saya yang paling signifikan, jawabannya adalah saya ikut berjuang mewujudkan hak-hak perempuan yang belum pernah mereka miliki sebelumnya.

Jadi, kita membutuhkan lebih banyak anggota parlemen laki-laki yang menyadari perlunya berpihak pada perempuan.

Situasi politik, memang telah mengalami kemajuan sejak tahun 1960-an dalam menyoal isu kesetaraan gender. Akan tetapi, kita tetap membutuhkan lebih banyak representasi perempuan dalam parlemen, untuk menjamin bahwa segala pengambilan keputusan mempertimbangkan kebutuhan dan pengalaman perempuan.

Apa manfaat kebebasan reproduksi perempuan bagi laki-laki?

Tentu saja kehamilan tidak bisa terjadi tanpa organ reproduksi laki-laki. Namun, fakta ini masih sangat jarang diungkit dalam berbagai diskusi tentang aborsi. Mari kita pikirkan, bagaimana mungkin perempuan bisa hamil dengan sendirinya?

Dalam hubungan heteroseksual, masih terdapat norma yang mengakar bahwa tanggung jawab untuk penggunaan kontrasepsi serta hal-hal terkait kesehatan seksual dan reproduksi sudah selayaknya dibebankan secara timpang kepada perempuan. Padahal, aktivitas seksual dianggap sebagai sesuatu yang diinisiasi oleh dan untuk memenuhi kepuasan laki-laki.

Kita masih kurang melibatkan laki-laki dalam diskusi tentang aktivitas seksual dan hubungan yang sehat, serta tentang peran mereka terhadap masalah kesehatan seksual dan reproduksi mereka sendiri dan pasangannya.

Masih sangat sedikit anak laki-laki yang mendapatkan pendidikan tentang kesehatan reproduksi perempuan, seperti mempelajari tentang menstruasi. Ini terefleksi dalam perdebatan-perdebatan tentang aborsi, ketika sebagian besar anggota parlemen laki-laki menunjukkan kurangnya pemahaman dasar tentang reproduksi perempuan.

Di Inggris, jumlah laki-laki yang melakukan vasektomi justru menurun dalam beberapa tahun terakhir, padahal prosedur vasektomi relatif sederhana.

A male protestor holds a sign reading 'not my body, not my choice' and another protestor holds a sign reading 'girls just wanna have rights'.
Para pengunjuk rasa berbaris di luar Mahkamah Agung AS untuk menentang penggulingan Roe v Wade. Alamy

Untuk saat ini, langkah maju yang bisa dilakukan oleh laki-laki adalah mulai menyadari manfaat-manfaat yang juga bisa mereka dapatkan dari terjaminnya hak perempuan untuk melakukan aborsi.

Sekitar 45% dari total kehamilan di Inggris adalah kehamilan yang tak direncanakan. Tak terhitung banyaknya pria (termasuk mereka yang duduk di kursi kekuasaan) yang tidak siap menjadi orang tua atau tidak berniat menjadi orang tua, namun akhirnya bisa menjalani kehidupan mereka dengan bebas dan menikmati karir mereka – karena pasangan seksualnya dapat melakukan aborsi ketika terjadi kehamilan yang tidak diinginkan.

Dengan adanya hak aborsi, laki-laki pun punya kebebasan untuk memilih memiliki anak hanya ketika mereka sudah siap. Mereka bisa menghindari peran menjadi orang tua ketika mereka tidak atau belum menginginkannya. Mereka bisa menghindarinya berkali-kali lebih banyak daripada perempuan selama hidupnya – bahkan tanpa mereka sadari.

Mayoritas masyarakat (sekitar 86%) di Inggris, termasuk laki-laki, cenderung mendukung hak aborsi. Sebenarnya, mayoritas masyarakat di AS juga memiliki pemahaman serupa, tapi kita mungkin tidak menyadarinya karena mereka cenderung tidak menyuarakannya.

Kesehatan seksual dan reproduksi, serta peran menjadi orang tua, adalah urusan dan tanggung jawab laki-laki juga. Jika kita bisa mulai membicarakannya secara terbuka dengan teman, kolega, dan anak laki-laki kita – serta ikut bersuara mendukung perubahan sosial – semua pihak akan merasakan manfaatnya.

Saatnya mulai bicara

Membuat keputusan tentang aborsi merupakan hal yang sulit dan dapat menyebabkan gejolak emosi yang kompleks. Akan sangat sulit menghadapinya bahkan ketika isu ini jarang dibahas.

Dalam percakapan dengan kami baru-baru ini, seorang aktivis kesetaraan gender di Irlandia menjabarkan bagaimana orang-orang menceritakan kisah pribadi mereka tentang apa arti aborsi bagi kehidupan mereka. Pembicaraannya sudah bukan lagi tentang abstraksi zigot dan embrio. Menurut aktivis tersebut, inilah faktor kunci dalam langkah besar Irlandia untuk melegalkan aborsi pada 2018.

Tentu saja, bukan berarti laki-laki harus mengambil alih atau mengontrol diskusi tentang aborsi. Laki-laki juga kadang terlalu banyak mencampuri urusan kehamilan dan memaksakan keinginan mereka. Padahal, pemaksaan reproduksi adalah bagian dari kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Perlu ditekankan bahwa hal yang paling penting dan utama saat ini adalah mendukung hak perempuan untuk memilih apa yang terjadi pada tubuh mereka – dan lebih banyak mendengarkan kebutuhan dan pengalaman mereka.

Laki-laki juga mendapatkan maanfaat bagi hidupnya jika perempuan diberi hak untuk memutuskan melakukan aborsi. Hak asasi manusia yang mendasar ini bisa lebih terjamin jika kita mulai lebih mengakui dan membicarakannya.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,500 academics and researchers from 4,943 institutions.

Register now