Menu Close

Mendengarkan musik dengan volume keras membuat lebih dari 1 miliar anak muda berisiko alami kehilangan pendengaran

Musik adalah bagian penting dari kehidupan manusia. Musik ada di sekeliling kita, dan layaknya hangatnya sinar matahari, bisa membuat mood kita menjadi baik. Saking menikmatinya, banyak orang sampai membawa musik kemanapun berada melalui smartphone, atau saat akhir pekan ketika menghadiri klub malam, acara live music, hingga konser.

Di sisi lain, banyak dari kita juga pernah merasa terganggu oleh suara keras dari tempat hiburan musik, atau mungkin menyampaikan kekesalan akibat suara yang keluar dari headphone seseorang. Kita pun kemungkinan tahu bahwa kita sebaiknya mencegah risiko kehilangan pendengaran akibat suara keras, misalnya dari pembangunan, mesin pabrik, atau penggunaaan alat-alat listrik di rumah.

Sebuah kajian sistematis yang baru saja terbit di jurnal BMJ Global Health melaporkan bahwa banyak remaja dan anak muda melakukan praktik yang kurang aman dalam mendengarkan musik via perangkat personal (seperti smartphone atau perangkat lainnya) dan juga ketika pergi ke klub atau konser. Ini bisa jadi faktor besar yang berkontribusi terhadap kehilangan pendengaran.

Bahkan, para peneliti memperkirakan mendengarkan musik bersuara keras bisa membuat hingga 1,35 miliar anak muda di seluruh dunia berisiko mengalami kehilangan pendengaran.

Tentang riset

Dalam suatu kajian sistematis, peneliti biasanya mengamati banyak studi untuk memetakan temuan-temuan yang konsisten. Dalam kajian ini, misalnya, para peneliti mempelajari 33 studi yang terbit antara tahun 2000-2021 melalui proses peer review (telaah sejawat), meliputi total 19.000 subjek atau responden berusia 12-34 tahun.

Dalam studi ini, para pengkaji mengidentifikasi pendengaran musik yang tidak aman terjadi pada level di atas 80 desibel selama lebih dari 40 jam per minggu. Sebagai gambaran, level ini lebih tinggi dari standar yang berlaku di sebagian besar negara bagian di Australia yang sektor industrinya mulai wajib menerapkan perlindungan dari suara keras – seperti menggunakan penutup telinga.

Kajian ini mengkonfirmasi tingginya praktik mendengarkan musik yang tidak aman di antara remaja dan anak muda: 23,81% mendengarkan musik di perangkat personal pada level tidak aman, dan 48,2% di lokasi hiburan dengan suara keras (meski angka ini sedikit lebih abu-abu). Berdasarkan estimasi populasi global, ini setara hingga 1,35 miliar anak muda berisiko mengalami kehilangan pendengaran di seluruh dunia.

Padahal, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan lebih dari 430 juta orang di seluruh dunia sudah memiliki disabilitas pendengaran. Prevalensi ini bisa naik dua kali lipat jika pencegahan kehilangan pendengaran tidak segera menjadi prioritas.

Hasil ini selaras dengan riset-riset sebelumnya yang dilakukan oleh National Acoustic Laboratories (NAL) dan HEARing Cooperative Research Centre di Australia.

Lebih dari satu dekade lalu, kami melaporkan potensi tinggi terjadinya kehilangan pendengaran akibat kegiatan pergi ke klub malam, bar, dan konser yang dilakukan anak muda di Australia yang berusia 18-35 tahun.

Waktu itu, kami menemukan 13% anak muda Australia (18-35 tahun) tiap tahunnya rutin mendapatkan gempuran suara keras dari klub malam, konser, dan gelaran olah raga yang melebihi batasan maksimum di sektor industri. Pada tahun 2015, WHO meluncurkan inisiatif bernama “Make listening Safe” untuk mempromosikan pentingnya anak muda menjaga pendengarannya.

man in headphones
Kita bisa mengatur supaya level suara yang keluar dari perangkat kita tidak melebihi batas aman. Pexels/Burst, CC BY

Kenapa membahayakan pendengaran

Jadi masalah apa yang timbul dari suara musik yang keras? Lagi-lagi, seperti sinar matahari, paparan berlebihan bisa berakibat buruk pada kita.

Suara keras, termasuk musik, bisa membunuh sel dan membran rambut di telinga bagian dalam (koklea). Begitu kita mengalami kehilangan pendengaran, seseorang bisa jadi kesulitan mendengar atau memahami ucapan atau suara di sekitar mereka.

Penelitian menunjukkan bahwa kehilangan pendengaran terjadi akibat kombinasi suara yang terlalu keras (tidak harus sampai terasa sakit untuk bisa merusak), mendengarkan suara keras terlalu lama (dan semakin keras suaranya, batasan waktunya jadi semakin pendek sebelum pendengaran kita berisiko terdampak), serta seberapa sering kita terekspos (kerusakan pendengaran pun bersifat akumulatif seiring waktu).

Aturan praktisnya, jika kita mendengar adanya dengungan di telinga ketika atau setelah mendengarkan suara atau musik, sumber tersebut berisiko merusak pendengaran kita. Jenis kehilangan pendengaran semacam ini bersifat permanen dan bisa membuat kita membutuhkan alat bantu pendengaran atau implan koklea.

Apa tidak boleh mendengar musik keras sama sekali?

Jadi apa yang bisa kita lakukan, tanpa harus membuang headphone kita atau sepenuhnya menghindari klub malam atau konser?

Pertama, sama seperti kasus matahari dan kulit, kita perlu menyadari risiko yang bisa menimpa pendengaran kita, lalu mengambil langkah untuk menjaga diri. Kita perlu menyadari suara keras di sekitar kita dan bagaimana caranya memastikan paparan terhadap suara-suara tersebut tidak melebihi batas.

Misalnya, kita bisa menggunakan pelindung pendengaran personal seperti penutup telinga (ear muffs) atau sumbat kuping (ear plugs) saat di klub, membatasi kunjungan kita ke lokasi atau acara musik, atau membatasi waktu kita di acara yang memutar musik dengan keras.

Di Australia, orang bisa mengakses kalkulator risiko suara secara gratis untuk meghitung risiko personal mereka melalui pengukur level suara daring. Ini juga bisa membantu mereka menerapkan perubahan gaya hidup yang bisa melindungi pendengaran mereka tanpa harus berhenti menikmati musik.

Sebagian besar smartphone kini juga disertai atau bisa mengakses perangkat lunak untuk memonitor level pendengaran yang aman, kemudian membatasi paparan.

woman on bus with earphones
Anak muda bisa merusak pendengaran mereka dengan praktik pendengaran musik yang tidak aman. Shutterstock

Menghadirkan alat pelindung pendengaran di lokasi-lokasi tertentu bisa jadi lebih menantang dan mungkin membutuhkan pendekatan regulasi atau sektor industri. Penelitian kami pada tahun 2020 mengidentifikasi prosedur pengendalian bahaya di lokasi hiburan, seperti rajin mengubah volume antara tinggi dan rendah, merotasi staf, menyediakan ruang sunyi, dan menaikkan titik-titik speaker lebih tinggi dari tinggi kepala.

Temuan kamu juga menunjukkan bahwa DJ dan lokasi hiburan terbuka dengan inisiatif-inisiatif yang bertujuan untuk melindungi risiko kehilangan pendengaran untuk pelanggan dan staf mereka.

Mencapai kompromi itu sangat memungkinkan, dan perubahan-perubahan ini bisa tetap menghadirkan kenikmatan pelanggan di acara musik sembari tetap menjaga pendengaran mereka. Dengan begitu, semua orang bisa menikmati musik untuk waktu yang lebih lama lagi.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,500 academics and researchers from 4,943 institutions.

Register now