Menu Close

Mengapa diplomasi pendidikan untuk anak pekerja migran Indonesia di Malaysia penting?

Gedung Community Learning Center (CLC) di Tawau, Sabah. Dokumentasi tim Riset Migrasi Pusat Riset Politik BRIN, 2023, Author provided

Dinamika hubungan Indonesia dan Malaysia dari waktu ke waktu tidak dapat dilepaskan dari isu perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan keluarganya. Salah satu bentuk perlindungan tersebut adalah pemberian akses dan layanan pendidikan bagi anak pekerja migran.

Meski muncul dalam pernyataan pers Presiden Joko “Jokowi” Widodo saat lawatan ke Malaysia Juni lalu, isu pendidikan ini tidak secara khusus masuk dalam nota kesepahaman yang dihasilkan dalam kunjungan tersebut.

Padahal, keseriusan diplomasi pendidikan antara kedua negara diperlukan untuk memastikan keberlanjutan dan optimalisasi upaya pemenuhan akses pendidikan anak PMI.

Mengapa diplomasi pendidikan perlu dan apa saja prioritas isu dalam diplomasi tersebut?

Pemenuhan komitmen atas hak pendidikan anak pekerja migran

Diplomasi sering kali berangkat dan didasari oleh upaya negara dalam memenuhi komitmen mereka terhadap perjanjian internasional yang diratifikasinya.

Dalam konteks hak anak, Indonesia dan Malaysia telah meratifikasi the United Nations Convention on the Rights of Childs (CRC) tahun 1989. Konvensi ini menyepakati perlindungan hak-hak dasar anak tanpa memandang status dan asal kelompok sosial mereka. CRC mewajibkan seluruh negara memberikan akses terhadap pendidikan sebagai salah satu hak dasar anak.

Di samping itu, kedua negara juga telah berkomitmen untuk memenuhi hak anak melalui ASEAN Declaration on the Rights of Children in the Context of Migration yang Rencana Aksi Regionalnya telah disepakat sejak awal tahun 2022.

Sekolah bagi anak pekerja migran

Kesepakatan Indonesia-Malaysia untuk memasukkan aspek pendidikan anak PMI dalam Annual Consultation 2006 juga patut diapresiasi. Berangkat dari kesepakatan ini, Konsulat Jenderal RI (KJRI) Kota Kinabalu dan Konsulat RI (KRI) Tawau sebagai perwakilan RI di Negara Bagian Sabah berinisiatif mendirikan Community Learning Center (CLC). CLC diresmikan pada 2010 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, serta memiliki legalitas formal dari Pemerintah Malaysia sejak 2011.

CLC yang menginduk pada Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) hadir sebagai upaya memperluas jangkauan pendidikan bagi anak-anak PMI di Sabah yang berada di lokasi dengan akses sulit seperti wilayah perkebunan/ladang sawit sehingga tidak bisa bersekolah di SIKK. Upaya tersebut semakin diperkuat dengan mendatangkan guru-guru dari Indonesia yang dibiayai oleh pemerintah Indonesia.

Meski upaya pemberian layanan pendidikan untuk anak-anak PMI memang masih menghadapi banyak kendala, kesamaan kepentingan dalam pemenuhan komitmen global Indonesia dan Malaysia membuat kedua negara harusnya dapat seirama dalam mengatasi kendala tersebut.


Read more: Sulitnya akses pendidikan anak pekerja migran di Malaysia, apa kendalanya?


.

Manfaat pemenuhan pendidikan anak pekerja migran

Diplomasi pendidikan bagi anak PMI antara Indonesia dan Malaysia ternyata membawa dampak yang baik bagi pemenuhan kepentingan domestik masing-masing negara.

Bagi Indonesia, penyediaan akses pendidikan bagi anak-anak pekerja migran di Sabah membantu regularisasi (keteraturan) pendataan anak-anak Indonesia yang sebelumnya tidak terdata dan berisiko menjadi stateless.

Dalam jangka panjang, proses regularisasi anak ini juga mendorong orang tua mereka untuk lebih sadar akan pentingnya kelengkapan dokumen administrasi kewarganegaraan. Hal ini akan membantu pemerintah, baik Indonesia maupun Malaysia, mengurangi jumlah pekerja migran tak berdokumen, khususnya di wilayah Sabah dan Serawak.

Bagi Malaysia, penyediaan akses pendidikan bagi anak PMI menghindarkan perusahaan-perusahaan kelapa sawitnya dari boikot penjualan hasil perkebunannya di pasar dunia.

Dengan menyediakan akses dan sarana pendidikan, perusahaan dapat memenuhi salah satu prasyarat sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Malaysian Palm Oil Certification Council (MSPO) yang memastikan industri kelapa sawit dapat berdampak baik bagi lingkungan dan masyarakat secara berkelanjutan. Karenanya, produk dari perusahaan bersertifikasi ini boleh dipasarkan secara meluas.

Selain itu, wawancara kami dengan manajer dari tiga perusahaan perkebunan sawit yang berbeda mengonfirmasi bahwa dengan adanya CLC di ladang, perusahaan memiliki daya tarik yang lebih tinggi dalam merekrut tenaga kerja Indonesia yang dikenal ulet dalam bekerja. Pekerja yang telah bekerja di ladang pun menjadi lebih fokus dan loyal dalam bekerja karena tidak perlu mengkhawatirkan akses dan keberlanjutan pendidikan anak-anak mereka.

Berbagai manfaat dalam penyediaan akses pendidikan ini patut ditindaklanjuti dengan upaya diplomasi untuk mengoptimalkan pemenuhan pendidikan anak PMI di Malaysia.

Agenda diplomasi pendidikan

Ada tiga hal yang perlu menjadi perhatian dalam diplomasi pendidikan anak PMI antara Indonesia dan Malaysia.

Pertama, kedua negara perlu menyepakati landasan yang menjamin legalitas pendirian CLC di luar wilayah ladang. Selama ini, telah ada beberapa CLC nonladang yang beroperasi dan secara berkala dikunjungi oleh Jabatan Pendidikan Malaysia (JPM).

Menurut hasil wawancara kami dengan beberapa pengelola CLC nonladang, sejauh ini JPM menganggap fasilitas dan proses pembelajaran di CLC nonladang cukup baik dalam penyelenggaraan pendidikan, namun mereka tetap tidak bisa memberikan izin operasional akibat belum adanya kesepakatan di level negara.

Tidak hanya itu, pemberian landasan hukum bagi CLC nonladang juga penting untuk mengikis kebutuhan akan adanya alternatif pendidikan nonformal lain yang pembelajarannya tidak berstandar kurikulum Indonesia sehingga menyulitkan untuk kelanjutan studi siswa.

Kedua, diplomasi di antara kedua negara perlu menekankan pada pentingnya bantuan dan kemudahan pengiriman guru bina dari pemerintah Indonesia ke Malaysia. Hasil wawancara kami dengan sejumlah responden memperlihatkan bahwa proses perizinan atau visa kerja bagi guru bina yang akan dikirim ke Malaysia cenderung birokratis.

Padahal keberadaan guru bina ini sangat krusial, tidak hanya untuk penataan manajemen dan operasional CLC tapi juga membina dan mendampingi guru pamong (guru yang direkrut lokal) dalam proses pembelajaran.

Ketiga, upaya diplomasi perwakilan Indonesia di Malaysia perlu diperkuat dengan mempromosikan keberadaan CLC secara lebih luas kepada pekerja Indonesia. Penguatan peran perwakilan RI di wilayah-wilayah dengan sebaran CLC yang cukup banyak, seperti di Tawau, diperlukan untuk menjangkau secara lebih luas ke ladang-ladang yang terpencil. Untuk itu, dukungan jumlah personel yang memadai di KJRI dan KRI menjadi syarat penting.

Penguatan diplomasi yang didasarkan prinsip berbagi tanggung jawab di antara kedua negara dalam pemberian akses pendidikan merupakan langkah utama dan paling mendasar. Langkah ini penting sebagai pembuka jalan bagi seluruh pihak untuk bekerja sama menyediakan akses pendidikan bagi seluruh anak-anak PMI di Malaysia.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now