Menu Close

Mengapa orang bisa kecanduan bermain judi ‘online’?

Ilustrasi mesin judi slot. Dana.S/Shutterstock

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tengah gencar melakukan memberantas berbagai macam konten judi online (daring) dan judi slot di seluruh platform digital, termasuk konten media sosial, situs web, dan aplikasi yang terakses ke judi online.

Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi pun memastikan bahwa 9.000 situs judi online dan slot sudah diblokir per 17 September 2023.

Ini bukan upaya pertama yang dilakukan pemerintah dalam perang melawan judi online. Berdasarkan laporan Kominfo, sejak 2018 hingga Juli 2023 pemerintah sudah memblokir sebanyak 846.047 situs judi online secara bertahap.

Namun, meski aksesnya telah diputus, situs atau aplikasi judi online terus bermunculan dengan nama yang berbeda. Masyarakat tetap dapat terus mengaksesnya dengan mudah.

Ini kemungkinan karena situ judi online bisa “menyamar” sebagai situs resmi lembaga tertentu, misalnya perbankan, bahkan ada jutaan laman web slot gacor (jenis permainan judi slot) yang “nebeng” di situs pemerintah dan akademik.

Dari Januari hingga Juli 2023, Kominfo menemukan ada 1.509 judi online yang menyusup situs perbankan. Sementara itu, sejak 1 Januari 2022 sampai 13 Februari 2023, Kominfo mencatat ada 683 situs pemerintahan dan lembaga pendidikan yang ditebengi iklan judi online.

Sebagai akademisi di bidang hukum, kami mencoba menganalisis penyebab judi online masih marak dilakukan dari segi sosiologi hukum guna mengetahui faktor apa yang membuat individu bisa kecanduan bermain judi online.

Berdasarkan hasil wawancara kami terhadap sejumlah responden, juga diikuti oleh pengamatan analisis terkait aspek gejala sosial, kami menemukan empat faktor utama yang dapat menyebabkan terus bertambahnya angka pelaku perjudian online.

1. Faktor ekonomi

Faktor ekonomi ini mencakup segala yang terkait kondisi keuangan seseorang. Orang-orang yang kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan atau mencari penghasilan pada akhirnya akan mencari jalan pintas untuk menghasilkan uang banyak dengan cepat dan mudah. Hal ini sangat relevan dengan kondisi krisis ekonomi dunia saat ini pascapandemi COVID-19.

Pandemi telah menyebabkan banyak orang kehilangan pekerjaan dan kesulitan untuk mencari nafkah karena sangat sedikitnya lapangan kerja yang tersedia. Banyak sekali masyarakat yang merasa putus asa sehingga akhirnya memilih untuk melakukan perjudian online karena kemudahan aksesnya.

Suatu riset menunjukkan bahwa tren judi online mulai meningkat pesat ketika pandemi COVID-19 yang membuat seluruh kegiatan mengajar dilakukan secara online. Pembelajaran jarak jauh ini membuat banyak pelajar mulai mencoba bermain judi online. Mereka mengakui suka berjudi online karena jarang diketahui orang–orang tua atau anggota keluarga mereka tidak akan mengetahuinya–dan mereka bisa bermain kapan saja dan di mana saja selama terkoneksi dengan internet.

Alasan lainnya, dan yang paling membuat mereka menyukainya, adalah karena mereka hanya perlu mengeluarkan modal yang sedikit, tetapi hasil yang didapat bisa berkali-kali lipat.

2. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan ini bukan hanya tentang tempatnya, tetapi juga lingkungan sosial atau pergaulan seseorang. Lebih tepatnya, lingkungan tempat seseorang hidup akan selalu memengaruhi bagaimana seseorang itu bertindak.

Salah satu narasumber kami menyatakan ia pernah bermain judi online di salah satu platform media sosial akibat ajakan dari teman-temannya. Narasumber lain menyatakan bahwa ia juga pernah bermain judi online akibat rasa penasaran yang timbul dari melihat orang-orang sekitarnya yang juga bermain judi online.

3. Faktor kesempatan

Kesempatan adalah tentang mudahnya seseorang untuk mengakses situs perjudian online. Hanya dengan ponsel dan internet, setiap bisa memainkan judi online di manapun dan kapanpun.

Cara memainkannya pun tampaknya tidak sulit. Media massa pernah melaporkan bahwa menurut pengakuan beberapa penjudi, judi slot sangat sederhana dan cukup mudah dimainkan. Pemain hanya perlu menekan tombol spin di mesin yang ditampilkan di layar telepon. Mesin kemudian akan memutar dan mengacak berbagai macam bentuk ikon, tidak diketahui secara pasti gambar apa yang muncul.

Mesin kemudian akan berhenti berputar dan jika terdapat gambar yang sama dan membentuk pola tertentu, maka pemain tersebut menang.

4. Faktor kurangnya kesadaran individu

Kurangnya kesadaran individual ini lebih tepatnya merujuk pada kesadaran moral dan kesadaran hukum.

Moral seseorang berkaitan dengan keyakinan dan cara ia membedakan tindakan yang benar dan salah. Banyak orang yang tetap melakukan perjudian online walaupun sepenuhnya tahu bahwa tindakannya tersebut bertentangan dengan moral dan hukum serta egois–karena mementingkan kebahagian atau kesenangan pribadinya dan tidak peduli dengan kerugian yang dialami orang terdekatnya seperti keluarganya.

Orang-orang semacam itu juga merasa bahwa selama tindakannya hanya dilakukan sebagai hiburan dan tidak merugikan orang lain, maka tidak masalah melakukan perjudian online. Pandangan seperti ini menunjukkan telah lunturnya nilai moral seseorang.

Pada akhirnya, pelaku perjudian online memiliki alasannya tersendiri dalam melakukan hal tersebut. Namun, apapun itu alasannya, maraknya kasus perjudian online dan potensi besarnya bahaya terhadap kehidupan masyarakat menimbulkan adanya urgensi reformasi hukum yang bisa secara tegas dan jelas mengatur tindak pidana ini.

Di satu sisi, pemerintah sebaiknya lebih memperhatikan aspek kepastian hukum pengaturan mengenai perjudian pada hukum Indonesia agar selaras dengan nilai-nilai sosial. Jangan lupa untuk melakukan perbaikan dan pemerataan ekonomi agar masyarakat bisa hidup layak tanpa perlu berpikir mencari sumber uang melalui kegiatan-kegiatan ilegal.

Di sisi lain, masyarakat juga harus berpartisipasi dalam menumbuhkan kesadaran moral agar bersedia menaati hukum demi sehingga dapat membantu pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana perjudian online.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,700 academics and researchers from 4,947 institutions.

Register now