Menu Close
Sejumlah santri di Pondok Pesantren Miftahul Huda, Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin, 29 Januari 2024. Adeng Bustomi/Antara Foto

Mobilisasi politik di pesantren: bagaimana keterbatasan akses digital dan kuatnya peran kiai menentukan arah dukungan dalam pemilu

Dalam konteks pemilihan umum (pemilu), pesantren merupakan salah satu lumbung pemenangan yang cukup penting. Kementerian Agama (Kemenag) mencatat setidaknya per semester ganjil 2023/2024, ada total 39.551 pesantren di seluruh Indonesia, dengan total santri sebanyak 4,9 juta.

Itu belum termasuk pesantren-pesantren yang tidak atau belum tercatat di Kemenag. Jumlah santri tersebut belum termasuk para alumninya yang umumnya loyal dengan sikap politik pesantren tempat mereka dididik.

Signifikansi lembaga pendidikan ini juga terlihat dari kunjungan kandidat politik di berbagai level pemilihan ke pesantren-pesantren. Ketiga calon presiden-Anies Baswedan, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo-telah melakukan safari politik ke sejumlah pesantren di berbagai daerah, bertemu dengan pemilik pesantren beserta para kiai guna meminta doa dan, pastinya, menggalang dukungan.

Ini karena kiai maupun ulama yang memimpin pesantren berada di posisi tertinggi di antara semua elemen pesantren. Riset membuktikan bahwa kiai sangat menentukan arah pengembangan pondok pesantren.

Sayangnya, masih banyak pondok pesantren yang belum memiliki akses digital yang cukup dan layak. Ini terjadi bukan hanya karena faktor eksternal, seperti ada tidaknya jaringan internet di suatu wilayah, tetapi juga karena variasi karakteristik pesantren terkait keterbukaan mereka terhadap teknologi.

Saya melakukan riset kualitatif di dua pesantren besar di Tasikmalaya, Jawa Barat, yakni Pondok Pesantren Miftahul Huda dan Pondok Pesantren Cipasung pada tahun 2018-2019.

Kedua pesantren ini saya pilih karena mewakili dua sistem pendidikan. Miftahul Huda menjadikan pengajaran kitab kuning atau kitab-kitab tradisional yang berisi pelajaran agama Islam sebagai basis utama sistem pendidikan. Sedangkan Cipasung memiliki lembaga pendidikan formal dari tingkat TK hingga perguruan tinggi.

Berdasarkan temuan saya, kedua pesantren ini memiliki kesamaan dalam hal pembatasan akses internet bagi santri. Dalam pandangan kiai dan pemangku kebijakan di kedua pesantren tersebut, pembelajaran keagamaan semestinya mengutamakan sistem luring, memanfaatkan kedekatan dan berkah dari kiai.

Calon presiden Anies Baswedan (tengah) bersama Pimpinan Ponpes DDI Mangkoso Faried Wadjedy (ketiga kanan) daat mengunjungi Pondok Pesantren DDI Mangkoso di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, Rabu 17 Januari 2024. Indrianto Eko Suwarso/Antara Foto

Riset saya juga menemukan bahwa dampak yang paling signifikan dari minimnya akses digital dan pendidikan politik di pesantren adalah kerentanan santri untuk dimobilisasi agar memilih kandidat tertentu sesuai dengan preferensi kiai mereka.

Membatasi diri dari akses digital

Kedua pesantren yang saya teliti cenderung menerapkan sistem pendidikan yang mikroskopik dan bergantung pada peran kiai. Terbatasnya akses digital terjadi karena pondok pesantren umumnya secara konsisten mempertahankan tradisi pendidikan Islam di Indonesia, berbeda dengan sistem pendidikan nasional yang berusaha mengarusutamakan sekularisme.

Baik kiai maupun pemangku kebijakan pesantren ingin membedakan pondok pesantren dengan pendidikan keagamaan Muslim urban yang lebih fleksibel dan memanfaatkan media daring.

Adanya variasi pesantren tradisional dan modern pun tidak serta merta membuat pesantren mudah membuka diri terhadap akses internet. Bisa saja terdapat pesantren yang secara ideologi keagamaan sangat tradisional, tapi justru sangat terbuka terhadap akses internet. Sebaliknya, terdapat pula pondok pesantren yang sangat dekat dengan masyarakat urban, tetapi justru begitu menutup diri terhadap akses internet.

Keterbatasan akses digital semacam ini telah meminimalisir kemungkinan para santri untuk mengelaborasi lebih jauh gagasan-gagasan dari kandidat politik yang akan mereka pilih.

Mobilisasi melalui petinggi pesantren

Pondok Pesantren Miftahul Huda menjadi salah satu contoh menarik terkait mobilisasi suara politik di pesantren. Uu Ruzhanul Ulum yang terpilih sebagai Wakil Gubernur Jawa Barat pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 merupakan cucu dari pendiri pesantren tersebut. Ia juga sekaligus kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Salah satu responden saya mengungkapkan pengalamannya dalam menggerakkan jaringan alumni pondok pesantren tersebut di Kota Bekasi, Jawa Barat. Ia terutama menekankan fakta bahwa Bekasi merupakan basis Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sementara Uu merupakan kader PPP. Responden tersebut dengan bangga menunjukkan kekuatan jaringan alumni Pondok Pesantren Miftahul Huda dalam upaya memenangkan Pilkada 2018.

Calon presiden Prabowo Subianto menyampaikan sambutan saat mengunjungi pondok pesantren Zainul Hasan Genggong di Probolinggo, Jawa Timur, Selasa 2 Januari 2024. Irfan Sumanjaya/Antara Foto

Dalam lingkup yang lebih besar, mobilisasi tersebut secara signifikan menyasar jaringan alumni Pondok Pesantren Miftahul Huda di seluruh Jawa Barat. Alhasil, kandidat Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum berhasil memenangan Pilkada Jawa Barat tahun 2018.

Cara ini kemudian ditiru oleh Presiden Joko “Jokowi” Widodo pada Pilpres 2019, ketika ia maju sebagai capres petahana dengan Ma'ruf Amien sebagai cawapresnya.

Ma'ruf sempat mendatangi Pondok Pesantren Miftahul Huda dalam kapasitasnya sebagai cawapres pada 21 Oktober 2018, ketika masa kampanye Pemilu 2019. Pada prakteknya, Ma'ruf juga memanfaatkan perannya sebagai seorang kiai senior, menekankan pentingnya peran santri bagi pembangunan bangsa. Di hari yang sama, Ma'ruf juga mendatangi Pondok Pesantren Cipasung.

Setelah kedatangan Ma'ruf, kiai di kedua pondok pesantren tersebut mengeluarkan maklumat dan materi kampanye yang menghimbau agar seluruh santri dan alumni Pondok Pesantren Cipasung dan Miftahul Huda memilih paslon Jokowi-Ma'ruf pada Pilpres 2019.

Informan yang terdiri dari santri junior dan senior dalam penelitian saya mengakui bahwa ketaatan terhadap kiai merupakan sumber berkah yang utama, termasuk dalam hal memilih kandidat capres-cawapres.

Pada Pemilu 2024 ini, pola serupa direplikasi oleh paslon Anies Baswedan. Anies meminang Muhaimin Iskandar, yang merupakan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), sebagai cawapresnya. Partai ini dikenal dekat dengan berbagai jaringan dan kalangan pondok pesantren.

Bagi kandidat politik, cara pesantren menyikapi perhelatan politik ini akan selalu menjadi ceruk perolehan suara potensial.

Mendorong kesadaran literasi digital di pesantren

Dengan keterbatasan akses internet, dan pembelajaran yang dominan medium luring, sebagian besar pesantren masih menganggap internet sebagai media hiburan semata. Mayoritas santri tidak menjadikan internet sebagai medium interaksi dan sosialisasi politik.

Calon presiden Ganjar Pranowo menyampaikan orasi kebangsaan saat mengikuti istighosah dan doa bersama di Pondok Pesantren Roudlotussolihin, Lampung Selatan, Lampung, Senin 22 Januari 2024. Akbar Nugroho Gumay/Antara Foto

Di luar mobilisasi pemilih, temuan lain dari penelitian saya adalah kesenjangan aspirasi antara Kiai dan santri terkait internet dan akses digital. Sementara Kiai ingin membedakan eksistensi santri dengan Muslim urban melalui penekanan pendidikan keagamaan secara luring, santri sendiri memiliki aspirasi untuk eksis secara digital layaknya Muslim perkotaan.

Kesenjangan antara kehidupan digital yang bersifat individual, dengan kehidupan di pondok pesantren yang bersifat komunal juga berimplikasi pada prospek para santri untuk bertahan di luar ekosistem pondok pesantren setelah mereka lulus, terutama terkait pendidikan dan pekerjaan yang mengedepankan kemampuan digital.

Dengan demikian, literasi digital dan pendidikan politik di pondok pesantren perlu dilaksanakan secara kontekstual dan bottom-up dengan mengedepankan nilai-nilai lokal di masing-masing pondok pesantren.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now