Menu Close

Narasi yang hilang dari liputan media tentang tumpahan minyak Montara

Tumpahan minyak dari sumur Montara di Laut Timor berdampak pada lingkungan hidup dan penghidupan masyarakat Timor Barat. PR Handout Image/PTTEP

Pada 21 Agustus 2009 kebocoran terjadi pada sebuah kilang minyak lepas pantai di Laut Timor. Kebocoran ini menumpahkan 40 juta liter minyak ke perairan antara Indonesia dan Australia.

Dampak kebocoran sumur minyak Montara ini merusak tidak hanya lingkungan hidup di Laut Timor, tapi juga kehidupan, perekonomian, dan kesehatan petani rumput laut dan nelayan dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Sembilan tahun setelahnya, komunitas yang menjadi korban tumpahan minyak masih belum mendapatkan ganti rugi.

Meskipun tumpahan minyak Montara disebut sebagai salah satu yang terburuk sepanjang sejarah Australia, kasus ini dan penanggulangannya tidak mendapatkan sorotan media sebesar kasus tumpahan minyak lainnya seperti tumpahan minyak Deepwater Horizon di Teluk Meksiko.

Bidang yang saya pelajari adalah respons media dan pemerintahan terhadap ancaman kerusakan lingkungan di sekitar perairan timur Samudra Indonesia. Mahasiswa saya (penulis kedua pada artikel ini) dan saya mempelajari artikel online mengenai tumpahan minyak Montara yang diterbitkan antara 2006 and 2017 oleh The West Australian, The Australian dan The Australian Financial Review dan juga penerbit berita Indonesia Pos Kupang, Kompas dan Bisnis Indonesia.

Dari laporan media yang kami teliti, kami temukan lubang-lubang dalam pemberitaan mengenai malapetaka ini dan gugatan hukum yang menyusulnya.


Read more: First Montara, then Deepwater Horizon – is Australia protected from catastrophic oil spills?


Narasi yang hilang

Media yang kami teliti mewakili surat kabar daerah, nasional, dan bisnis dari Indonesia dan Australia. Kami memilih media yang tidak dimiliki oleh pemerintahan dan memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap khalayak mereka.

Kami menemukan bahwa liputan mengenai tumpahan minyak Montara maupun penanggulangan serta tuntutan hukum yang menyusulnya terbilang jarang, tidak konsisten, dan kadang tidak berdasar.

Selama terjadinya tumpahan minyak Montara, Otoritas Keamanan Maritim Australia (AMSA) menyemprotkan 184.000 liter dispersant, bahan kimia yang digunakan untuk memecah minyak menjadi butiran-butiran kecil. Masalahnya, dispersant diketahui membuat minyak lebih beracun bagi sejumlah organisme laut.

Penggunaan bahan kimia beracun ini mungkin memperburuk penderitaan korban, namun media Australia yang kami pelajari tidak membahas hal ini secara mendalam.

The West Australian, The Australian, dan The Australian Financial Review berhenti menulis tentang dispersant dan efeknya dalam laporan-laporan mereka menyusul berita-berita awal mengenai tumpahan minyak Montara pada Agustus dan September 2009, padahal isu dispersant ini dibahas di parlemen Australia.

Media Australia juga tidak menaruh banyak perhatian pada tuntutan hukum class-action yang diajukan oleh petani-petani rumput laut Indonesia terhadap perusahaan minyak PTTEP, yang merupakan pemilik sumur minyak Montara. Lebih dari 15.000 petani rumput laut dari NTT yang mengajukan tuntutan hukum ini, meminta pertanggungjawaban sebesar 200 juta dollar Australia.

Sebagai perbandingan, sebuah studi cakupan media mengenai tumpahan minyak Deepwater Horizon menemukan bahwa liputan mengenai tumpahan minyak tersebut cukup besar sampai bisa mempengaruhi pendapat masyarakat terhadap Presiden Barack Obama.

Dampak minimnya laporan media

Dampak kurangnya intensitas laporan media mengenai tumpahan minyak Montara terbilang signifikan.

Masyarakat Australia tidak menyadari peran yang dimainkan oleh pemerintah Australia dalam bencana ini. Padahal, laporan komisi penyelidikan Montara menuding National Offshore Petroleum Safety Authority (NOPSA) dan Departemen Sumber Daya Teritorial Utara Australia telah gagal dalam menjalankan peranan mereka sebagai regulator.

Publik Australia juga kurang memamahami bahwa AMSA membuat blunder dalam penanggulangan bencana ini karena dispersant disemprotkan oleh AMSA tanpa proses penilaian dan perencanaan yang layak. Sebaliknya, media Australia memuji gerak cepat AMSA dalam menanggapi bencana ini tanpa membahas efek buruk dispersant terhadap masyarakat Indonesia.

Kurangnya cakupan berita mengenai kasus Montara pada media Australia, menyebabkan publik Australia tidak mengetahui bagaimana petani-petani rumput laut di NTT kehilangan mata pencaharian mereka. Akibat tumpahan minyak, petani-petani rumput laut tidak lagi dapat menanam rumput laut.

Sebuah gambar yang diambil pada 13 Juni 2014, perempuan Timor Barat Maria Liman Mulik. Dia memegang gambar suaminya, petani rumput laut Philipus yang meninggal tiba-tiba pada April 2014. Philipus telah menderita gangguan pada kulit sejak tumpahan minyak Montara. AAP Image/Gabrielle Dunlevy

Tumpahan minyak Montara juga mempengaruhi kesehatan masyarakat NTT. Menurut laporan dari Mitra Pengacara Australia (ALA), masyarakat lokal menderita ruam, kista bernanah, dan memar yang tidak dapat dijelaskan setelah terkena air laut. Laporan ini juga menyebut adanya keracunan makanan setelah terjadinya kasus tumpahan minyak.

Kurangnya cakupan berita yang memadai memungkinkan pemerintah Australia untuk membebankan seluruh kesalahan dalam bencana tumpahan minyak Montara kepada PTTEP, melalui narasi yang disodorkan dan dilaporkan oleh media Australia yang kami pelajari.

Pelajaran yang diambil

Ketiadaan liputan berita mengenai bencana lingkungan yang melibatkan lebih dari satu negara menandakan perlu ditingkatkannya kolaborasi media antar negara.

Kurangnya liputan mengenai tumpahan minyak Montara menandakan kurangnya komunikasi antara narasumber lokal dengan media internasional. Masalahnya datang dari keterbatasan narasumber lokal untuk meraih perhatian dan kepercayaan wartawan asing.

Hal ini bisa dilihat dari cara media Australia dan Indonesia memilih dan meliput sumber mereka. Artikel-artikel Indonesia menampilkan informasi yang diperoleh dari Yayasan Peduli Timor Barat atau pemerintah Indonesia, sementara media Australia menampilkan informasi yang diperoleh dari Kementerian Lingkungan dan Kementerian Sumber Daya, juru bicara dari perusahaan minyak yang bersangkutan, dan politikus Australia.

Sebagian besar berita mengenai tumpahan minyak Montara didapatkan dari konferensi pers atau siaran media. Organisasi media baik Australia maupun Indonesi menggunakan cara ini. Sejauh ini, media Indonesia tidak melaporkan langsung mengenai tuntutan pengadilan Daerah Teritorial Australia Utara dan denda yang harus dibayar oleh PTTEPAA.

Solusi yang disarankan

Dalam darurat bencana lingkungan yang melibatkan lebih dari satu negara, apa yang dapat dilakukan agar suara-suara yang terlibat dapat didengar oleh negara lainnya?

Pertama-tama, mereka dapat mencoba untuk menghubungi wartawan dan memastikan bahwa pernyataan mereka dapat diakses secara digital oleh organisasi media. Mereka juga dapat mencoba bergabung dengan organisasi lokal dan berkonsultasi dengan profesional yang ahli di bidang hubungan publik, atau muncul dekat dengan organisasi media yang bersangkutan.

Meski ini tidak menjamin suara mereka dikutip oleh media, ini penting untuk membuat wartawan sadar akan situasi sehubungan bencana yang terjadi di negara lainnya.

Begitu pernyataan mereka didengar oleh masyarakat di negara lain, masyarakat negara tersebut akan memiliki pemahaman yang lebih luas akan kondisi yang dihadapi oleh para korban. Pemahaman yang lebih luas ini akan membuat publik lebih mudah untuk bergerak menuntut penanggulangan bencana yang serupa untuk menjadi lebih baik dan juga praktik industri yang lebih baik dari pemerintah mereka dan industri yang terlibat.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,500 academics and researchers from 4,943 institutions.

Register now