Menu Close
Permasalahan ‘ferienjob’ yang marak akhir-akhir ini disebabkan oleh minimnya pemahaman tentang aturan ketenagakerjaan di Jerman. Bluedog studio/shutterstock.

Nelangsa mahasiswa magang: mengenal ‘ferienjob’ dan aturan ketenagakerjaan di Jerman

Apa yang sebenarnya terjadi dalam kasus ferienjob (kerja di waktu libur) yang heboh akhir-akhir ini?

Sebagai orang Indonesia yang sedang menempuh studi S3 di Jerman, saya mencoba melihat kejadian ini berdasarkan sudut pandang aturan ketenagakerjaan di Jerman.

Saya melakukan cek silang dengan beberapa narasumber mulai dari mahasiswa yang mengikuti program ferienjob, pihak universitas di Indonesia, dan mahasiswa Indonesia di Jerman yang memahami aturan ketenagakerjaan di Jerman dengan menggunakan teknik convenience sampling atau pengambilan sampel berdasarkan kemudahan dan ketersediaan akses. Saya juga menelusuri dokumen-dokumen, khususnya dokumen terkait pengajuan visa dan kontrak kerja.

Apa itu ferienjob?

Istilah ferienjob yang sedang populer di Indonesia sebenarnya adalah penyederhanaan dari Ferienbeschäftigungs für auslandische Studierende (FaS) alias kerja singkat untuk mahasiswa yang terdaftar di universitas di luar Jerman.

Pekerjaan ‘Ferienjob’ umumnya ditawarkan di pabrik, perkebunan, atau perusahaan-perusahaan yang membutuhkan tenaga banyak dan murah. BigPixel Photo/shutterstock.

Kebutuhan tenaga kerja di bidang perhotelan, restoran, pertanian, tenaga kebersihan, dan beberapa industri lainnya mendorong perusahaan-perusahaan di Jerman untuk merekrut para mahasiswa dari luar Jerman sebagai pekerja siap pakai.

Masa kerja ferienjob maksimal adalah 90 hari. Ini sama sekali bukan kegiatan akademis, tetapi murni soal pasar tenaga kerja.

Aturan kerja di Jerman

Dalam satu hari, batas jam kerja di Jerman adalah 8 jam dan dapat diperpanjang maksimal sampai 10 jam. Secara teoretis, dalam satu minggu, batas maksimal jam kerja adalah 48 jam. Lazimnya orang Jerman bekerja sekitar 40 jam per minggu. Berdasarkan wawancara dan surat kontrak kerja, mahasiswa dapat bekerja sampai 35–38 jam per minggu tergantung kebutuhan perusahaan.

Jerman juga memiliki aturan batas minimum upah per jam. Batas minimum upah per jam per 1 Oktober 2022 adalah 12 euro (sekitar Rp207.000). Selain itu, ada tambahan uang lembur jika bekerja shift malam (20.00–06.00) sebanyak 25%, hari Minggu bisa mencapai 50% dan hari libur nasional bisa mencapai 100% atau bahkan 125%.

Dari hasil wawancara, mahasiswa dapat memperoleh upah per jam sampai kisaran 13 euro (sekitar Rp224.000) dan upah kotor per bulan lebih dari 2000 euro (sekitar Rp34.500.000).

Upah diberikan melalui pihak agen perantara di Jerman melalui aplikasi digital. Pihak agen memberikan uang saku per minggu sekitar 125 euro (sekitar Rp2.157.000). Uang saku ini nantinya akan diperhitungkan dalam pemotongan upah. Selain itu, ada potongan pajak dan potongan akomodasi yang disediakan oleh pihak agen di Jerman. Di dalam kontrak dengan mahasiswa, klausul biaya akomodasi dihitung pada kisaran 17-20 euro (sekitar Rp293.000–Rp345.000) per hari. Potongan akomodasi dapat mencapai 600 euro (sekitar Rp10.350.000) per bulan.

Menurut beberapa mahasiswa yang saya wawancarai, upah bersih akhir bulan yang diterima berkisar 500 - 900 Euro (sekitar Rp8.625.000–Rp15.525.000 Rupiah). Besar kecilnya upah ditentukan oleh jumlah jam kerja yang dijalani dalam satu bulan.

Selain itu, potongan dari agen untuk setiap mahasiswa berbeda-beda. Sebagian mahasiswa mendapat talangan biaya tiket pesawat dari pihak agen. Jika demikian, gaji akan dipotong lebih banyak untuk melunasi talangan tiket pesawat tersebut. Itulah kenapa upah bersih yang diterima berbeda-beda.

Potensi risiko ferienjob

Ferienjob memiliki beberapa risiko terkait fleksibilitas aturan, yaitu:

1. Penempatan kerja

Ferienjob tidak menjamin kepastian penempatan kerja. Berdasarkan pengakuan mahasiswa, mereka harus menunggu antara 1–7 hari (bahkan satu bulan) di Jerman sebelum dapat bekerja. Fleksibilitas ini juga berujung pada penempatan kerja yang tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan di Indonesia.

2. Mobilitas

Pekerja ferienjob dituntut untuk bersedia dipindahkan dari satu tempat kerja ke tempat kerja yang lain. Dalam kasus yang ekstrem, mahasiswa harus berkali-kali pindah tempat kerja karena adanya fleksibilitas aturan ini.

3. Jenis pekerjaan

Ferienjob menuntut kesediaan menerima semua jenis pekerjaan termasuk pekerjaan yang membutuhkan kekuatan fisik. Seorang mahasiswa harus bekerja mengangkat barang yang berat sampai jatuh pingsan.

4. Hubungan kerja

Perusahaan dapat memutuskan hubungan kerja di tengah jalan jika mahasiswa dianggap tidak memenuhi tuntutan pekerjaan. Begitu pula, mahasiswa dapat memutuskan hubungan kerja jika perusahaan dianggap melanggar kesepakatan. Mahasiswa menandatangani kontrak kerja dengan agen penyalur tenaga kerja di Jerman dan bukan dengan perusahaan tempat bekerja. Prosedur penempatan kerja adalah pihak agen memberikan semacam surat penugasan kepada mahasiswa di perusahaan.

Secara hukum, mahasiswa punya ruang untuk menyampaikan protes kepada Zentrale Auslands- und Fachvermittlung (ZAV), lembaga pemerintah Jerman yang mengurusi tenaga kerja asing. Tapi faktanya, pelaporan semacam ini tidaklah mudah karena keterbatasan mahasiswa berbahasa Jerman dan dalam memahami aturan ketenagakerjaan.

Pemutusan hubungan kerja dari perusahaan akan berdampak pada perhitungan upah yang diterima mahasiswa karena perhitungan jam kerja menjadi semakin sedikit.

5. Jaminan kesehatan

Aturan ferienjob membebaskan perusahaan dari kewajiban membayar asuransi kesehatan untuk pekerja. Para mahasiswa peserta ferienjob memiliki asuransi perjalanan sesuai syarat pengajuan visa.

Namun, persoalan akan muncul jika mahasiswa harus berobat ke dokter, apalagi sampai dirawat inap di rumah sakit selama berada di Jerman. Sebab, mahasiswa harus membayar terlebih dahulu biaya pengobatannya. Reimbursement (penggantian pembayaran) biaya pengobatan baru bisa diajukan kepada perusahaan asuransi perjalanan ketika mahasiswa kembali ke Indonesia.

6. Kendala bahasa dan komunikasi

Perjanjian kontrak kerja dengan kepastian penempatan kerja dilakukan antara mahasiswa dengan agen penyalur tenaga kerja di Jerman. Perjanjian kontrak kerja ini ditulis dalam bahasa Jerman.

Beberapa mahasiswa mendapat penjelasan isi kontrak secara lisan dari perwakilan agen dengan menggunakan bahasa Inggris sehingga isi kontrak masih dapat dimengerti. Tapi ada juga mahasiswa yang tidak mendapatkan penjelasan dalam bahasa Inggris dari perwakilan agen. Ketidakpahaman terhadap kontrak kerja dapat membuka peluang eksploitasi.

Selain itu, aturan ferienjob, tidak mewajibkan kemampuan komunikasi dalam bahasa Jerman. Begitu pula dalam pengajuan visa, tidak ada syarat bahasa Jerman maupun bahasa Inggris.

Keterbatasan dalam komunikasi berpotensi menghambat kinerja para mahasiswa dari Indonesia. Jika kinerja dianggap tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka para mahasiswa berpotensi untuk diberhentikan oleh perusahaan di tengah jalan.

7. Transportasi dan akomodasi

Aturan ferienjob tidak mengatur fasilitas transportasi atau tunjangan transportasi. Secara hukum, tidak ada kewajiban perusahaan untuk memberikan tunjangan trasportasi kepada para pekerja termasuk pekerja tetap. Biaya transportasi ke tempat kerja ditanggung oleh pekerja kecuali ada klausul kesepakatan tunjangan transportasi di dalam kontrak kerja.

Jika tempat kerja jauh dari pusat kota, maka risiko kesulitan transportasi cukup tinggi karena akses transportasi umum di daerah pinggiran terbatas. Dari pemberitaan di media, ada mahasiswa yang harus berjalan kaki 1,5 jam di musim dingin karena kesulitan transportasi dari tempat kerja.

Kualitas akomodasi penginapan juga dikeluhkan oleh mahasiswa, mulai dari kasur yang keras sampai kualitas secara umum yang dirasa tidak sebanding dengan harga sewa yang harus dibayar. Bahkan, ada yang mengeluhkan potongan biaya akomodasi yang jauh lebih tinggi dari apa yang tertera dari surat perjanjian kontrak kerja.

Akar masalah

Mahasiswa maupun pihak universitas tidak mendapatkan informasi yang memadai terkait risiko-risiko di atas. Mereka juga tidak mendapatkan brosur resmi aturan ferienjob yang diterbitkan oleh Bundesagentur für Arbeit, badan tenaga kerja pemerintah Jerman. Brosur ini dapat diakses secara online tapi hanya tersedia dalam bahasa Jerman. Sejauh ini, penulis belum menemukan terjemahannya dalam bahasa Inggris. Pihak agen di Indonesia pun tidak menyediakan terjemahan brosur tersebut dalam bahasa Indonesia.

Selain itu, menurut pengakuan narasumber mahasiswa, penjelasan agen terkait aturan ferienjob tidak rinci, misalnya aturan terkait risiko sakit yang tidak ditanggung oleh perusahaan tapi asuransi perjalanan. Padahal, penyampaian informasi rinci sejak awal sangat penting untuk memahami aturan ferienjob di Jerman beserta potensi risikonya.

Persoalan lainnya adalah disinformasi. Janji magang di Jerman dengan konversi satuan kredit semester (SKS) merupakan sebuah bentuk disinformasi. Pihak agen di Indonesia menggandeng akademisi untuk memikat pihak universitas dan mahasiswa. Faktanya, ferienjob bukanlah kegiatan akademik di Jerman. Bahkan tidak ada keterhubungan antara penempatan kerja dengan bidang ilmu yang ditekuni mahasiswa.

Selama prosesnya benar, ‘ferienjob’ bisa memberikan pengalaman positif untuk mahasiswa. Supavadee butradee/shutterstock.

Ferienjob adalah program resmi di Jerman. Ketika semua berjalan dengan lancar dan mahasiswa mendapatkan hak-haknya, ferienjob dapat memberikan pengalaman positif.

Namun, jika mahasiswa mendapatkan persoalan ketika berada di Jerman, fleksibilitas aturan ferienjob berpotensi merugikan mahasiswa. Itulah mengapa penting memahami aturan ferienjob di Jerman untuk memitigasi risiko sejak sebelum keberangkatan.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,700 academics and researchers from 4,947 institutions.

Register now