Menu Close

Omnibus law RUU Kesehatan: Apa yang membuat RUU ini dianggap bermasalah?

Omnibus law RUU Kesehatan: Apa yang membuat RUU ini dianggap bermasalah?

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan pemerintah sedang membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law. RUU ini nantinya akan mencabut 9 undang-undang yang berkaitan dengan kesehatan dan mengubah 4 undang-undang terkait.

Pemerintah Indonesia memiliki target menyelesaikan penyusunan daftar inventarisasi masalah dalam Rancangan undang-undang kesehatan pada Juni 2023.

Namun, isi dari RUU Kesehatan omnibus law ini tengah mendapat perhatian yang cukup besar. Beberapa organisasi profesi kesehatan seperti Ikatan Dokter Indonesia, Persatuan Dokter Gigi Indonesia, Persatuan Perawat Nasional Indonesia, Ikatan Apoteker Indonesia, dan Ikatan Bidan Indonesia dalam unjuk rasa pada 8 Mei 2023 meminta parlemen dan pemerintah menghentikan pembahasan mengenai RUU Kesehatan.

Apa yang membuat mereka dan kelompok masyarakat sipil berpandangan bahwa isi dari RUU omnibus law kesehatan ini bermasalah?

Dalam episode SuarAkademia terbaru, kami berbincang dengan Diah Satyani Saminarsih, founder dan CEO dari Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI).

Diah mengatakan bahwa secara garis besar UU Kesehatan yang lama memang sudah membutuhkan pembaruan.

Meskipun begitu, Diah menyoroti minimnya pelibatan masyarakat dalam perumusan masalah di DPR. Menurutnya, proses perumusan yang inklusif dan melibatkan semua pihak akan membuat proses perumusan masalah menjadi lebih baik dan bisa menangkap seluruh permasalahan yang perlu diatur undang-undang dengan sempurna.

Diah juga menyoroti beberapa poin yang seharusnya menjadi isu prioritas, seperti perbaikan layanan kesehatan primer, definisi mengenai kelompok rentan, tata kelola BPJS kesehatan yang tetap di bawah presiden, dan aturan tegas mengenai pelarangan promosi produk yang mengandung zat adiktif seperti rokok.

Simak obrolan lengkapnya hanya di SuarAkademia – ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,300 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now