Menu Close
Ilustrasi laut yang tercemar. M. Ibnu Chazar/ANTARA

Parasetamol mencemari Teluk Jakarta: Apa bahayanya terhadap biota laut?

Akhir-akhir ini, publik dihebohkan dengan hasil penelitian Wulan Kaogouw dan tim dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang menyatakan Teluk Jakarta tercemar material acetaminophen atau parasetamol dan beberapa parameter lain yang melebihi ambang batas normal.

Parasetamol adalah senyawa kimia yang kerap digunakan sebagai obat analgesik (obat penghilang rasa sakit) dan antipiretik (obat antinyeri dan antidemam). Obat-obatan ini banyak dikonsumsi penduduk Indonesia, termasuk anak-anak.

Ada empat lokasi titik pengambilan sampel di teluk Jakarta: Angke, Ancol, Tanjung Priok, dan Cilincing.

Di titik Angke dan Ancol, kadar parasetamol yang ditemukan dalam air sangat tinggi, sekitar 610 nanogram per liter (ng/L) dan 420 ng/L.

Nilai pencemaran parasetamol ini merupakan yang tertinggi dibanding temuan pencemaran serupa lainnya di perairan Sydney, Australia (67,1 ng/L), bagian utara dari Portugal (95,2 ng/L), Teluk Santos di Brazil (34,6 ng/L), dan bagian utara dari Taiwan (53,60 ng/L). Selain itu, nilai pencemaran lain yang lebih tinggi pernah dilaporkan terjadi di Eropa, yaitu pada Laut Aegean (2,9 mikrogram per liter/μg/L) dan Laut Mediterania (200 μg/L).

Potensi dampak kontaminasi parasetamol perlu mendapat perhatian yang serius dari berbagai pihak yang berwenang. Sebab, biota laut akan masuk pada rantai makanan, dan manusia menjadi bagian di dalamnya.

Berbagai bahaya ketika laut tercemar parasetamol

Berbagai studi menemukan paparan parasetamol telah berdampak pada biota air dengan tingkat risiko yang tidak dapat diabaikan.

Peneliti oseanografi dari BRIN, Wulan Koagouw, dalam studinya bersama Corina Ciocan, melaporkan paparan parasetamol dalam konsentrasi rendah (40 ng/L) berpotensi menyebabkan gangguan reproduksi dan reaksi peradangan pada kupang (Mytilus edulis) –sejenis kerang– di Pantai Hove; Sussex sebelah timur, Inggris. Bayangkan saja apa yang bisa terjadi dengan paparan dengan konsentrasi tinggi dan dalam waktu yang panjang.

Efek paparan parasetamol berkadar yang lebih tinggi pada organ insang, ginjal, dan hati ikan Oncorhynchus mykiss atau rainbow trout juga ditemukan sebelumnya dalam studi oleh peneliti dari Departemen Biologi, McMaster University, Kanada; Eugene Choi dan tim.

Laporan yang terbit di jurnal Aquatic Toxicology pada 2018 tersebut menyebutkan bahwa paparan parasetamol sebesar 10 μg/L dan 30 μg/L mengakibatkan perubahan struktur jaringan pada masing-masing organ tersebut dan berpotensi mengubah keseimbangan fisiologis pada ikan.

Struktur tiga dimensi dari parasetamol (PubChem CID: 1983) dengan visualisasi menggunakan perangkat lunak PyMOL. Arif Nur Muhammad Ansori

Sedangkan dampak paparan parasetamol pada Cyprinus carpio atau ikan mas sebelumnya telah ditemukan dalam penelitian yang didukung oleh laboratorium Tiacaque Carpicola Center di Meksiko. Studi dilakukan oleh peneliti ekotoksikologi, Verónica Margarita Gutiérrez-Noya dari Universidad Autónoma del Estado de México dan tim ini terbit di jurnal Science of The Total Environment pada Mei lalu.

Penelitian tersebut menemukan paparan parasetamol menyebabkan perubahan pada perkembangan ikan seperti gangguan tulang belakang dan pembentukan tulang (lordosis, skoliosis, malformasi kraniofasial), serta gangguan pertumbuhan.

Selain itu, parasetamol juga menyebabkan perubahan pada jaringan kelenjar yang menghasilkan hormon dan kerusakan organ hati pada ikan Rhamdia quelen (sejenis ikan lele). Temuan ini berbasis penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari Departemen Farmakologi, Federal University of Paraná, Izonete Cristina Guiloski dan tim yang terbit di jurnal Environmental Toxicology and Pharmacology pada 2017.

Sementara, ikan zebra atau Danio rerio yang terpapar parasetamol ditemukan mengalami perubahan morfologi dan mengalami ketidaknormalan selama masa perkembangan embrio. Dampak terhadap ikan tersebut diperkuat riset lainnya oleh peneliti ekotoksikologi dari Universidad Autónoma del Estado de México, Jonathan Ricardo Rosas-Ramírez, yang dipublikasikan di jurnal ilmiah Science of The Total Environment.

Dalam penelitian, ikan zebra (zebrafish) banyak digunakan dalam penelitian skala laboratorium. Sebab, ikan ini adalah model yang bagus untuk analisis risiko kesehatan pada manusia. Ikan zebra diketahui memiliki genomik yang mirip dengan vertebrata termasuk manusia.

Ikan zebra (Danio rerio). Tropicalfishkeeping.com

Selain ikan, dampak toksisitas parasetamol terhadap alga Nostoc muscorum telah dilaporkan dalam studi oleh tim peneliti dari perguruan tinggi Jamia Millia Islamia, India, yang terbit di jurnal Environmental Science and Pollution Research, Juni 2020. Adapun alga yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari Indian Agricultural Research Institute (IARI), New Delhi, India.

Penelitian ini mendapati parasetamol secara signifikan menurunkan pertumbuhan alga. Selain itu, alga dengan kadar paparan parasetamol yang tinggi juga tercatat mengalami penurunan sejumlah pigmen yang dibutuhkan untuk fotosintesis.

Selain terhadap ikan dan alga, risiko lainnya yang harus dicermati adalah kerusakan keanekaragaman hayati di perairan, termasuk terumbu karang yang dikenal sensitif terhadap polusi air. Namun, penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk melihat dampak pencemaran material obat-obatan terhadap terumbu karang.

Regulasi berperan vital

Saat ini, sebenarnya sudah terdapat peraturan yang mengatur terkait baku mutu air laut ataupun tentang pengelolaan lingkungan hidup. Namun, untuk parameter cemaran seperti obat-obatan farmasi tidak termaktub dalam ketentuan yang ada.

Pemerintah dapat berkaca dari Uni Eropa yang sudah mengeluarkan petunjuk yang menggolongkan parasetamol sebagai “senyawa yang berbahaya bagi organisme air”. Kendati begitu, baku mutu yang ditetapkan dalam regulasi tersebut masih terlalu rendah, sekitar 11-100 mg/L untuk kategori “berbahaya”, dan sekitar < 1 mg/L untuk kategori “sangat berbahaya untuk paparan jangka panjang”.

Suatu regulasi seharusnya diperbarui dengan kolaborasi antara pemegang kebijakan dan para pakar terkait berdasarkan dari data-data ataupun penelitian terkini.

Pencemaran bisa saja terjadi akibat industri-industri yang masih belum memiliki instalasi pengolahan air limbah yang terstandar, pengelolaan limbah rumah tangga yang belum optimal, kebocoran pipa yang mengalirkan limbah, serta sumber pencemar lainnya. Pemerintah harus mengawasi risiko-risiko pencemaran tersebut secara ketat.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,400 academics and researchers from 4,942 institutions.

Register now