Sekitar 365 juta tahun yang lalu, satu kelompok jenis ikan meninggalkan air untuk hidup di darat. Hewan-hewan ini dikenal sebagai tetrapoda awal , yaitu sebuah garis keturunan yang kemudian menyebar hingga mencakup ribuan spesies, termasuk amfibi, burung, kadal, dan mamalia. Manusia merupakan keturunan tetrapoda awal, sehingga manusia mewarisi transisi perubahan habitat dari air ke darat.
Akan tetapi, bagaimana jika mereka kembali ke air, bukan terus menjelajahi darat? Bagaimana jika hewan-hewan yang baru saja meninggalkan air ini memutuskan untuk kembali hidup di air?
Sebuah fosil baru menunjukkan bahwa satu species ikan telah melakukan hal tersebut. Berbeda dari hewan-hewan lain dengan hubungan erat yang menggunakan sirip mereka untuk menopang tubuh di dasar air dan terkadang menelusuri daratan, makhluk yang baru ditemukan ini memiliki sirip yang dibuat untuk berenang.
Pada bulan Maret 2020, saya bergabung dengan the University of Chicago di Amerika Serikat dan menjadi peneliti di sebuah laboratorium milik seorang biologis Neil Subin.Saya bekerja dengan seorang peneliti, Justin Lemberg, untuk meneliti fosil yang ditemukan pada tahun 2004 lalu saat ekspedisi ke wilayah Arktik Kanada.
Pada permukaan batu tempat fosil ditemukan, kami dapat melihat beberapa pecahan rahang dengan panjang sekitar 2 inci (5cm) dan gigi runcing. Bercak-bercak sisik putih dengan tekstur yang tidak rata juga terlihat. Meskipun anatomi ini menunjukkan bahwa fosil tersebut merupakan makhluk tetrapoda awal. Tapi kami masih ingin meneliti apa yang ada di dalam batu.
Kami menggunakan teknologi tomografi terkomputasi (CT scan) yang memancarkan X-Rays ke arah spesimen untuk menemukan berbagai hal yang mungkin tersebunyi dan tidak terlihat. Pada tanggal 13 Maret, kami memindai sepotong batu yang terlihat biasa dengan beberapa sisik di atasnya. Kami menemukan bahwa batu tersebut berisi sirip lengkap yang terkubur di dalamnya. Hal ini mengejutkan kami. Tapi, beberapa hari kemudian, laboratorium dan kampus ditutup karena COVID-19.
Sirip yang terungkap
Sirip seperti ini sangatlah berharga karena dapat memberi petunjuk bagi para ilmuwan mengenai evolusi tetrapoda awal dan kehidupan mereka ratusan juta tahun lalu. Misalnya, kami dapat menduga jika seekor hewan sedang berenang atau berjalan berdasarkan bentuk tulang tertentu pada kerangka hewan tersebut.
Meski pemindaian sirip yang pertama tersebut menjanjikan, kami perlu melihat kerangka dalam resolusi yang lebih tinggi. Setelah kami diizinkan untuk kembali ke kampus, seorang profesor di departemen ilmu geofisika universitas segera membantu kami untuk memotong balok menggunakan gergaji batu. Hal ini membuat balok memperlihatkan lebih banyak bentuk sirip dibanding bentuk batunya. sehingga memungkinkan kami untuk memindai dengan lebih baik dan melihat sirip dari jarak yang lebih dekat.
Setelah debu dihilangkan dan kami selesai menganalisis data pada rahang, sisik, dan sirip, kami menyadari bahwa hewan ini merupakan sebuah spesies baru. Tidak hanya itu, spesies ini ternyata memiliki hubungan dekat dengan vertebrata berkaki, yaitu hewan yang memiliki jari tangan dan kaki.
Kami menamakan spesies ini Qikiqtania wakei. Nama genusnya, yang diucapkan “kick-kiq-tani-ahh,” mengacu pada kata-kata dalam bahasa Inuktikut, yaitu Qikiqtaaluk atau Qikiqtani yang adalah nama tradisional untuk wilayah tempat fosil ini ditemukan. Saat ikan ini masih hidup pada ratusan juta tahun lalu, wilayah ini merupakan lingkungan yang hangat dengan sejumlah sungai dan aliran air. Nama spesies ini merupakan sebuah penghormatan untuk mendiang David Wake seorang ilmuwan dan mentor yang merupakan inspirasi bagi banyak dari kami di bidang biologi perkembangan dan evolusi.
Kerangka mengungkapkan cara hidup seekor binatang
Qikiqtania mengungkap banyak hal terkait masa penting pada sejarah silsilah kita. Melalui sisik Qikiqtania, ilmuwan dapat secara jelas memahami bahwa spesies ini hidup di bawah air. Sisik tersebut menunjukkan kanal sensorik yang membuat ikan ini mampu mendeteksi aliran air di sekitar tubuhnya. Rahangnya membantu ilmuwan mengetahui bahwa ikan ini merupakan hewan pemangsa yang mencari makan dengan menggigit dan mencengkram mangsanya dengan taring dan menelan makanan dengan cara mengisap.
Akan tetapi, sirip pada kedua sisi (sirip pektoral) Qikiqtania adalah temuan yang paling mengejutkan. Ikan ini memiliki tulang humerus, tulang yang juga terdapat pada lengan atas manusia. Tapi tulang humerus Qikiqtania memiliki bentuk yang sangat tak biasa.
Seperti Tiktaalik, tetrapoda awal memiliki tulang humerus dengan tonjolan mencolok di bagian bawah dan sekumpulan tonjolan yang khas, tempat otot menempel. Benjolan tulang ini menunjukkan bahwa tetrapoda awal hidup di dasar danau dan sungai, menggunakan sirip atau lengan untuk menopang diri, awalnya di dasar laut dan kemudian di darat.
Saat tetrapoda awal lainnya seperti Tiktaalik berada di tepi air untuk mengenal daratan, Qikiqtania melakukan sesuatu yang berbeda. Humerus miliknya benar-benar berbeda dari yang pernah dikenal sebelumnya. Bagi saya dan rekan-rekan saya, hal ini menunjukkan bahwa Qikiqtania telah meninggalkan tepi air dan kembali berkembang untuk hidup, sekali lagi, di permukaan dan di perairan terbuka.
Humerus Qikiqtania ini berbeda karena tidak memiliki tonjolan khas. Sebaliknya, humerus Qikiqtania tipis dan memiliki bentuk seperti bumerang, dan sirip lainnya besar dan berbentuk seperti dayung. Sirip ini dibentuk untuk berenang.
Evolusi bukanlah pergerakan satu arah
Evolusi bukan merupakan proses yang sederhana atau linier. Meskipun tetrapoda awal mungkin terlihat bahwa mereka memiliki kecenderungan untuk hidup di darat, Qikiqtania secara pasti menunjukkan hal yang berbeda. Evolusi tidak langsung menuju manusia, melainkan sebuah serangkaian proses kompleks yang secara bersama-sama menumbuhkan pohon kehidupan yang rumit. Spesies baru terbentuk dan mereka menjadi lebih beragam. Cabangnya dapat menuju ke berbagai arah.
Banyak alasan yang membuat fosil ini istimewa. Bukan hanya karena ditemukannya ikan yang telah tertanam di dalam batu selama ratusan juta tahun oleh para ilmuwan di Kutub Utara di Pulau Ellesmere merupakan sebuah keajaiban. Bukan hanya karena fosil ini sangatlah lengkap, dengan anatomi lengkap yang terungkap oleh sebuah kebetulan di puncak pandemi global. Fosil ini juga menunjukkan sekilas keragaman yang lebih luas dan rentang gaya hidup ikan pada transisi air ke darat untuk pertama kalinya. Fosil ini juga membantu para peneliti melihat lebih dalam dan mencoba memahami pohon kehidupan yang rumit.
Penemuan bergantung pada masyarakat
Qikiqtania ditemukan di tanah Inuit, dan spesies ini dimiliki komunitas Inuit. Saya dan rekan-rekan saya dapat melakukan penelitian ini hanya karena kemurahan hati dan dukungan dari orang-orang di desa kecil Resolute Bay dan Grise Fiord, Iviq Hunters dan Trappers of Grise Fiord, dan Departemen Warisan dan Budaya, Nunavut. Untuk mereka, atas nama seluruh tim peneliti kami, kamu mengucapkan “nakurmiik.” Terima kasih. Ekspedisi paleontologis ke tanah mereka benar-benar mengubah pemahaman kami terhadap sejarah kehidupan di bumi.
Beberapa tahun terakhir, COVID-19 menjadi penghalang bagi para ahli paleontologi untuk berpergian dan mengunjungi situs di seluruh dunia. Kami memiliki keinginan yang besar untuk kembali, mengunjungi teman lama, dan mencari lagi. Siapa tahu ada hewan-hewan yang masih tersembunyi dan menunggu untuk kami telusuri.