Menu Close

Peranan agama dalam sistem negara demokrasi: inspirasi atau politisasi?

Sistem demokrasi modern di Indonesia merupakan hasil dari perjalanan panjang menuju pemerintahan yang lebih inklusif dan partisipatif. Demokrasi, secara umum, didefinisikan sebagai sistem pemerintahan di mana kekuasaan berada di tangan rakyat, memberikan kebebasan kepada warga negara untuk berpartisipasi dalam proses politik melalui pemilihan umum yang bebas dan adil.

Sejak era reformasi pada akhir 1990-an, Indonesia telah mengalami perubahan besar dalam sistem politiknya, beralih dari rezim otoriter ke arah demokrasi yang lebih terbuka. Pemilihan umum (Pemilu) kini menjadi bagian penting dari kehidupan politik di Indonesia, memungkinkan masyarakat untuk memilih pemimpin mereka secara langsung, baik di tingkat nasional maupun daerah.

Meskipun telah banyak kemajuan, Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dalam menjalankan sistem demokrasinya. Korupsi, politik uang, dan ketidaksetaraan sosial masih menjadi hambatan signifikan dalam mewujudkan demokrasi yang ideal.

Selain itu, dengan kondisi sosiografis Indonesia yang sangat religius dan plural, di mana masyarakat menganut beragam agama dan kepercayaan, diperlukan perhatian khusus untuk memastikan representasi yang adil bagi semua kelompok.

Lalu, bagaimana peranan agama dalam perjalanan sistem negara demokrasi?

Kami membahas hal ini bersama Supriyanto Abdi, dosen Pendidikan Agama Islam dari Universitas Islam Indonesia dalam episode terbaru SuarAkademia.

Supriyanto berpendapat bahwa di Indonesia, peranan agama dalam sistem negara demokrasi sangat signifikan karena mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama yang taat. Agama memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, dan nilai-nilai religius sering kali menjadi panduan dalam pengambilan keputusan politik.

Namun, Supriyanto juga menyatakan bahwa peranan agama dalam politik membawa tantangan tersendiri. Di satu sisi, agama bisa menjadi sumber inspirasi moral dan etika bagi para pemimpin dan pembuat kebijakan. Di sisi lain, politisasi agama dapat menyebabkan konflik dan ketegangan sosial jika tidak dikelola dengan baik.

Supriyanto menambahkan bahwa pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama untuk memastikan bahwa nilai-nilai agama digunakan sebagai kekuatan positif yang memperkuat demokrasi, bukan sebagai alat untuk polarisasi dan diskriminasi.

Simak obrolan lengkapnya hanya di SuarAkademia–ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 185,300 academics and researchers from 4,982 institutions.

Register now