Menu Close
Pengungsi Ukraina yang menyelamatkan diri dari invasi Rusia menunggu berjam-jam untuk naik kereta menuju Polandia. Mereka di depan stasiun kereta di Lviv, Ukraina, Selasa Maret 2022. ANTARA FOTO/REUTERS/Kai Pfaffenbach/FOC/djo

Perang dan Pandemi: bagaimana dunia bisa cegah wabah penyakit menular akibat konflik bersenjata

Perang dan pandemi merupakan dua istilah yang selalu menghantui keberlangsungan kehidupan umat manusia. Kali ini, kebetulan, perang Rusia-Ukraina terjadi di tengah pandemi COVID-19.

Di luar urusan saling serang-menyerang, sangat mungkin gelombang migrasi pengungsi perang Ukraina yang kini mencapai 1,5 juta orang bakal menyebabkan terjangkitnya penyakit menular baru yang berbahaya.

Fakta sejarah menunjukkan bahwa perang dapat memicu munculnya wabah penyakit menular hingga pandemi global. Perang Peloponnesia pada 431-404 SM menyebabkan wabah di Athena yang merenggut 100.000 nyawa penduduk kota tersebut. Perang Dunia Pertama memicu pandemi Flu Spanyol hingga menyebabkan 20-25 juta jiwa melayang , lebih banyak daripada korban perang itu sendiri.

Perang berkepanjangan di Irak sejak invasi Amerika di sana pada 2003 dan intervensi militer internasional dalam perang melawan ISIS serta di Afghanistan sejak 2001-2021 melahirkan epidemi bakteri super yang memiliki resistansi terhadap antibiotik. Perang saudara Suriah sejak 2011 telah memunculkan kembali wabah polio yang telah punah sejak 1995 di negara tersebut

Tanpa kita sadari ancaman terbesar bagi manusia modern bukan hanya datang dari peluru kendali atau bom nuklir. Ancaman juga datang dari mikroorganisme virus atau bakteri yang dapat menginfeksi manusia, menular dengan cepat, serta merenggut nyawa manusia.

Wabah dan konflik bersenjata

Guru Besar Hukum Internasional University of Notre Dame Mary Ellen O’Connell dalam The Power and Purposes of International Law menyatakan bahwa hukum internasional memberikan landasan dan pedoman berupa kumpulan norma yang bertujuan untuk membantu mewujudkan cita-cita luhur umat manusia: melindungi dari segala ancaman terhadap keberlangsungan hidup manusia termasuk ancaman perang dan pandemi.

Namun seberapa jauh hukum internasional seperti Konvensi Jenewa dan Regulasi Kesehatan Internasional telah memahami ancaman pandemi sebagai dampak perang, sehingga ada upaya pencegahan? Jika belum, apa yang seharusnya kita (dunia) lakukan?

Kita perlu menjawab pertanyaan secara medis mengapa perang dapat menyebabkan wabah penyakit menular. Mengetahui faktor-faktor penyebab wabah merupakan hal terpenting sebelum mengupayakan langkah pencegahan.

Menurut Maire Conolly dan David Heymann dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam artikel Deadly comrades: war and infectious diseases, konflik bersenjata menimbulkan beberapa faktor pemicu penularan wabah penyakit menular.

Perpindahan populasi secara massal seperti migrasi penduduk yang mengungsi dari wilayah perang, kondisi tempat tinggal yang penuh sesak dengan sanitasi yang buruk, kurangnya akses terhadap air bersih, nutrisi serta terbatasnya ketersediaan pelayanan kesehatan merupakan faktor yang dapat memicu wabah penyakit menular.

Seorang anak melihat keluar dari tenda sementara pengungsi di bekas pusat perbelanjaan di Przemysl, Polandia, 6 Maret 2022, setelah menyelamatkan diri dari invasi Rusia di Ukraina. ANTARA FOTO/REUTERS/Yara Nardi/WSJ/djo

Konvensi Jenewa dan kesehatan publik

Untuk mencegah penularan wabah penyakit menular, Konvensi Jenewa memuat empat ketentuan umum yang bertujuan untuk melindungi dan mempertahankan kesehatan publik dan sanitasi dalam konflik bersenjata.

Pertama, artikel 12 Konvensi Jenewa I mewajibkan seluruh pihak yang terlibat dalam konflik bersenjata untuk merawat anggota militer dan setiap korban yang terluka atau sakit, untuk mencegah infeksi penyakit menular.

Kedua, Konvensi Jenewa I mewajibkan pihak yang terlibat dalam konflik bersenjata untuk melindungi personil medis, fasilitas medis.

Ketiga, Konvensi Jenewa IV artikel 23 mewajibkan pihak yang terlibat dalam konflik bersenjata untuk menjamin tersedianya pasokan bahan makanan, obat-obatan dan keperluan dasar manusia.

Keempat, Konvensi Jenewa IV artikel 56 mewajibkan pihak yang menduduki suatu wilayah dalam konflik bersenjata untuk menjamin keberlangsungan pelayanan kesehatan publik di wilayah tersebut.

Meski ketentuan seputar perlindungan hak atas kesehatan dan pelayanan kesehatan publik sudah termaktub, konvensi ini belum mengatur pengawasan dan pelaporan terkait terjangkitnya wabah penyakit menular yang dapat membahayakan kesehatan publik.

Upaya pengawasan dan pelaporan merupakan aspek penting dalam pencegahan penyebaran wabah penyakit menular agar tidak meluas menjadi epidemi ataupun pandemi global.

Peran Regulasi Kesehatan Internasional

Upaya pencegahan dan penanganan dunia wabah penyakit skala global hingga saat ini berpanduan pada Regulasi Kesehatan Internasional yang telah diadopsi oleh Organisasi Kesehatan Dunia.

Regulasi tersebut bertujuan untuk mencegah, melindungi, mengendalikan dan menangani penyebaran wabah penyakit menular internasional. Upaya pelaporan dan pencegahan oleh negara anggota adalah kunci utama dalam melindungi kesehatan masyarakat dunia dari pandemi.

Namun, dalam keadaan konflik kapasitas negara dalam mengawasi serta melaporkan keterjangkitan wabah seringkali melemah. Alhasil, informasi terkait keterjangkitan wabah penyakit menular berbahaya di wilayah konflik sangat sukar didapat.

Informasi tersebut sulit sampai kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) maupun negara-negara lain untuk digunakan sebagai dasar upaya intervensi dan pengambilan kebijakan.

Ibarat bom waktu, jika status penyakit berbahaya seperti Ebola, SARS, polio, hingga bakteri kebal obat tidak terungkap, maka wabah tersebut akan meledak. Penyakit ini dapat menjangkiti wilayah negara-negara di dunia dan menjadi pandemi dalam waktu yang mungkin tidak kita sadari.

Apa yang seharusnya kita upayakan?

Ebola sangat mungkin kembali mewabah menjadi pandemi akibat konflik berkepanjangan di benua Afrika. Bakteri kebal obat juga bisa kembali menyebar akibat perang saudara dan aksi terorisme yang terus terjadi di Suriah dan Irak hingga saat ini.

Tentu pandemi tersebut akan mengancam keselamatan dan kesehatan umat manusia pada masa yang akan datang.

Sebagai generasi penyintas COVID-19, kita dan pemimpin negara seharusnya sadar mengenai dampak yang dapat ditimbulkan oleh pandemi. Tanggung jawab dalam menangkal pandemi global tidak hanya berada pada level tenaga kesehatan dan masyarakat, tapi juga elit pemerintah militer serta organisasi internasional.

Para pemimpin negara wajib berupaya mencegah pandemi dari konflik bersenjata melalui kesepakatan internasional dalam upaya pengawasan dan pelaporan wabah dalam konflik bersenjata. Bukan hanya itu, faktor penyebab pandemi yakni perang dan konflik bersenjata di Timur Tengah, Eropa dan kawasan lain yang menyengsarakan rakyat serta memicu pengungsi, juga harus diakhiri.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 181,000 academics and researchers from 4,921 institutions.

Register now