Menu Close

Perdamaian di Ukraina tidak bergantung pada Putin atau Zelenskyy – rakyat Ukraina yang menentukan

FF BB E BF D ED AE CA. Emilio Morenatti/AP

Invasi Rusia ke Ukraina telah berlangsung lebih dari satu tahun. Karena tampaknya tidak ada dari kedua belah pihak yang akan menang besar dalam perang ini, setidaknya dalam waktu dekat, banyak yang kini menyerukan negosiasi untuk penyelesaiannya.

Misalnya, Cina menjanjikan untuk segera menyediakan rincian rencana perdamaian.

Pertanyaan kritis yang mendasari negosiasi penyelesaian adalah: bagaimana menyeimbangkan pemenuhan tuntutan kedua negara agar tercapai perdamaian yang stabil dan bertahan lama?

Jawabannya ada pada “pemain” yang seringkali diabaikan: masyarakat Ukraina.

Untuk alasan hukum dan politik, demokrasi konstitusional Ukraina mengharuskan segala kesepakatan damai diratifikasi oleh rakyatnya. Jika mereka diabaikan, kemungkinan untuk mewujudkan kesepakatan damai sangat kecil.

Negosiasi menggantung karena aneksasi Rusia

Memasuki tahun kedua perang Rusia-Ukraina, negosiasi-negosiasi bilateral perihal kendali wilayah perbatasan Ukraina – yang diakui secara internasional – masih kerap menemui jalan buntu.

Pada 30 September 2022, Rusia merebut secara ilegal empat wilayah bagian timur dan selatan Ukraina.


Read more: Should the West negotiate with Russia? The pros and cons of high-level talks


Dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali November lalu, Presiden Ukraina Volodomyr Zelenskyy menawarkan 10 poin rencana perdamaian yang menyerukan Rusia untuk memulihkan integritas teritorial Ukraina dan menarik semua angkatan bersenjatanya dari negara itu. Zelenskyy mengatakan ini “tidak bisa dinegosiasikan”.

Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan ia bersedia untuk bernegosiasi, tetapi kemudian Kremlin menambahkan bahwa Ukraina harus mengakui otoritas Rusia atas empat wilayah Ukraina.

Sebagai tanggapan, semakin banyak suara dari kaum “realis” dan anti-perang yang menyerukan Presiden AS Joe Biden – atau negara Barat secara lebih luas – untuk berusaha menengahi negosiasi antara Ukraina dan Rusia dan menghentikan kekerasan. Ini termasuk mendorong Ukraina untuk bersikap lebih “fleksibel” dalam proses negosiasi.

Cina juga mengajukan rencana perdamaian untuk mendorong negosiasi dan mengakhiri perang. Rencana tersebut akan fokus pada penegakkan prinsip-prinsip kedaulatan dan integritas teritorial, tetapi juga dengan mempertimbangkan kepentingan keamanan Rusia.

Tawaran Cina tersebut telah memicu banyak debat moral tentang apakah Ukraina perlu bernegosiasi atas status wilayah kedaulatannya.

Peran rakyat Ukraina yang terlupakan

Diskusi-diskusi yang sudah ada sejauh ini telah melewatkan satu realitas penting. Kesepakatan perdamaian tidak bisa hanya menjadi pakta diplomatik antara Ukraina, Rusia, Cina, dan negara Barat, tapi juga membutuhkan dukungan rakyat Ukraina, baik atas alasan hukum maupun politik.

Secara hukum, Ukraina adalah negara demokrasi konstitusional. Artinya, setiap penyerahan resmi wilayah kedaulatan Ukraina (termasuk Krimea) membutuhkan adanya perubahan konstitusi dan, oleh karena itu, sebuah referendum. Faktanya, Pasal 156 Konstitusi Ukraina mengharuskan perubahan mendasar tersebut untuk dimasukkan ke dalam all-Ukrainian referendum (referendum yang diputuskan melalui voting oleh seluruh masyarakat Ukraina).


Read more: How can Russia's invasion of Ukraine end? Here's how peace negotiations have worked in past wars


Secara politis, setiap kesepakatan perdamaian yang stabil harus mendapat dukungan publik yang luas, atau tidak akan digubris oleh pemimpin berikutnya.

Zelenskyy sangat menyadari hal ini. Pada Maret 2022, dia bersedia berjanji kepada Rusia bahwa Ukraina tidak akan pernah bergabung dengan NATO dengan imbalan jaminan keamanan dalam bentuk lain dari AS dan Eropa. Namun ia juga mengatakan bahwa pada akhirnya keputusan ini bukan keputusannya sendiri, tapi harus melalui ratifikasi oleh rakyatnya.

Ini masuk akal secara politis: serangkaian konsesi dalam kesepakatan damai dengan Rusia yang tidak menguntungkan Ukraina akan mengakhiri karier politik Zelenskyy dan kemungkinan besar akan dibatalkan oleh presiden berikutnya.

Peran rakyat Ukraina dalam hukum dan politik ini tidak mengejutkan. Mereka sebagian besar diabaikan dalam Perjanjian Minsk, kesepakatan yang disusun oleh para diplomat dari Ukraina, Rusia dan Eropa untuk menyelesaikan konflik yang pecah setelah pencaplokan Krimea oleh Rusia serta pemberontakan di wilayah Donbas, bagian timur Ukraina, yang didukung Rusia.

Pemimpin Rusia, Ukraina, Prancis, dan Jerman berkumpul di Minsk pada tahun 2015 untuk merundingkan penghentian pertempuran antara kelompok separatis - yang didukung Rusia - dan pasukan Ukraina. Alexander Zemlianichenko/AP

Apalagi Pasal 11 Perjanjian Minsk II mewajibkan Ukraina mengamandemen konstitusinya untuk mendesentralisasikan kewenangan atas dua wilayah di Donbas.

Perjanjian ini gagal karena kurangnya dukungan dari rakyat Ukraina. Reformasi desentralisasi sangat kontroversial dan memicu protes keras. Peluang untuk melakukan reformasi pun tertutup.

Terlebih lagi, dalam referendum tahun 2019, rakyat Ukraina memasukkan komitmen untuk “keanggotaan penuh” di NATO ke dalam Konstitusi Ukraina. Ini semakin mengacaukan implementasi Perjanjian Minsk.


Read more: Russia says peace in Ukraine will be ‘on our terms’ – but what can the West accept and at what cost?


Mayoritas rakyat Ukraina menolak memberikan tanahnya kepada Rusia

Para pihak yang menginginkan kesepakatan damai harus menerima kenyataan bahwa tercapainya kesepakatan tersebut bukan hanya dari hasil tawar-menawar dan negosiasi diplomatik yang cerdas. Dalam upaya mencapai kesepakatan damai, harus diperhitungkan juga realitas demokrasi Ukraina dan peran penting rakyatnya dalam politik.

Mengabaikan peran rakyat Ukraina akan menjadi kesalahan fatal. Ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa perang tersebut memperdalam rasa permusuhan terhadap Rusia di antara masyarakat Ukraina. Akibatnya, semakin tidak mungkin bahwa Ukraina akan mendukung aneksasi Rusia atas wilayah kedaulatan Ukraina.

Jajak pendapat juga menunjukkan sebanyak 84% orang Ukraina saat ini menolak konsesi teritorial apa pun ke Rusia.

Sikap Ukraina bisa saja berubah seiring waktu, terutama jika kesepakatan damai dibuat sedemikian rupa sehingga mendapatkan dukungan dari rakyatnya. Tetapi, tidak diragukan lagi, kebutuhan akan dukungan rakyat akan membatasi jumlah konsesi yang dapat dibuat Ukraina dan mempersulit penyusunan rincian kesepakatan damai apa pun.

Namun, apabila hal ini diabaikan, sulit untuk menghindari akibat yang lebih serius: tanpa perubahan besar dalam waktu singkat – seperti kemenangan luar biasa bagi salah satu pihak atau pergantian kepemimpinan di Rusia – maka stabilitas dan kesepakatan damai akan semakin sulit dicapai.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,500 academics and researchers from 4,943 institutions.

Register now