Menu Close

Peredaran narkoba meningkat selama pandemi; keluarga menjadi salah satu faktor penting dalam penanganan

Reno Esnir/Antara Foto

Terbatasnya pergerakan manusia dan barang merupakan dampak nyata dari pandemi. Namun, itu tidak berlaku dalam peredaran narkotika, psikotropika, dan obat terlarang (narkoba).

Peredaran narkoba di Indonesia meningkat selama pandemi. Ini menunjukkan indikasi tren permintaan akan barang narkotika meningkat.

Sampai saat ini, pasar terbesar penyalahgunaan narkoba adalah penduduk usia produktif, yaitu antara 15 dan 64 tahun. Data tahun 2019 menunjukkan 1,8% penduduk usia 15-64 – sekitar setara dengan 3,41 juta orang – terpapar narkoba selama satu tahun terakhir.

Sementara itu, data tahun 2021 dari Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan bahwa selama tiga bulan pertama (Januari - Maret) tahun 2021, jumlah barang bukti narkoba melonjak sekitar 143% dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Peredaran narkoba di Indonesia

Di Indonesia, jenis narkotika yang paling banyak beredar adalah narkotika golongan pertama (contohnya ganja dan opium), kemudian disusul narkotika golongan kedua (morfin), golongan ketiga (kodein), narkotika jenis sintesis (amfetamin), dan narkotika jenis semi sintesis (morfin, heroin).

Menurut perundang-undangan, narkotika golongan pertama adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Narkotika golongan kedua berkhasiat untuk pengobatan tapi digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Sedangkan golongan ketiga berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

Sampai saat ini jumlah pasti penduduk Indonesia yang terpapar narkoba tidak diketahui. Survei yang dilakukan oleh BNN sejak 2005 sampai 2019 masih menjadi rujukan untuk menggambarkan tingkat penyalahgunaan narkoba di Indonesia.

Hasil Survei Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba pada 2019 oleh BNN bekerja sama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menunjukkan penyalah guna narkoba di Indonesia sebagian adalah mereka yang tinggal di wilayah perkotaan. Meski demikian ada kemungkinan peningkatan jumlah pengguna di pedesaan.

Laki-laki memiliki peluang terpapar narkoba jauh lebih besar dibanding perempuan. Terlihat dari angka prevalensi pernah pakai narkoba satu tahun terakhir pada laki-laki mencapai 3,7%, sedang perempuan hanya 0,2%

Baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan, mayoritas penyalahguna narkoba berada pada kelompok usia sangat produktif, yaitu berumur 25-49 tahun, dan kelompok usia muda, yaitu berumur 15-24 tahun.

Padahal, penduduk pada kedua kelompok umur ini berkontribusi besar dalam pembangunan ekonomi dan sosial.

Penduduk berumur 15-64 tahun berstatus bekerja memiliki peluang terpapar narkoba cukup besar, baik bekerja di sektor informal maupun formal. Selain itu, penduduk yang berstatus menganggur atau bersekolah juga memiliki kecenderungan cukup besar terpapar narkoba

Angka prevalensi pelajar dan mahasiswa penyalahguna narkoba setahun terakhir di 13 provinsi tahun 2018 mencapai 3,2%, jauh lebih besar dibanding pekerja sebesar 2,1%. Kelompok pekerja dan pelajar (mahasiswa) adalah dua kelompok paling rentan terpapar narkoba.

Sementara itu, tinggi tingkat pendidikan semakin meningkatkan peluang seseorang terpapar narkoba.

Tingginya tingkat pendidikan dan pengetahuan terkait narkoba tidak serta merta mampu menghambat keinginan melakukan perilaku berisiko.

Penyalahgunaan narkoba tidak hanya cukup dibendung dengan pengetahuan dan pendidikan saja, melainkan diperlukan dukungan dari berbagai pihak, termasuk keluarga sebagai lingkungan sosial terdekat.

Peredaran narkoba selama pandemi di negara-negara lain

Peningkatan penggunaan narkoba selama pandemi tidak hanya terjadi di Indonesia. Secara global, adanya peningkatan penggunaan narkoba selama pandemi.

Salah satu alasannya adalah adanya tekanan sosio-ekonomi selama pandemi. Hal itu mempengaruhi kondisi kesehatan mental sehingga membuat permintaan akan penggunaan obat-obat terlarang menjadi meningkat.

Pandemi ini membuat para penyelundup tidak kehilangan akalnya untuk mengedarkan narkoba. Mereka menemukan rute dan metode baru lewat jaringan internet gelap (“darknet”) maupun dengan melalui pos

Transaksi narkoba di Eropa, misalnya, mengalami perubahan dari yang tadinya dilakukan secara tatap muka, namun karena adanya kebijakan pembatasan mobilitas menjadi dilakukan secara daring.

Yang bisa kita lakukan untuk memutus peredaran

Di tengah situasi pandemi saat ini, pemerintah juga tetap berjuang untuk memutus peredaran narkoba yang semakin meluas.

Dalam peringatan Hari Anti Narkotika Internasional 2021 pada 29 Juni lalu, BNN mengumandangkan kampanye perang melawan narkoba pada era pandemi.

Salah satu program utama gencar dilakukan di 553 desa dan kelurahan agar lingkungan sosial masyarakat dapat menjadi benteng kuat terhadap penyalahgunaan narkoba.

Selain mewujudkan lingkungan sosial yang aman dari peredaran narkoba, tidak dapat dimungkiri bahwa penguatan peran keluarga juga merupakan faktor kunci yang harus terus didorong.

Keluarga merupakan unit sosial terkecil tempat individu-individu bersosialisasi dan belajar.

Interaksi dan komunikasi antara anak dan orang tua, juga dengan anggota keluarga yang lain, harus berjalan secara dua arah dan tidak saling menggurui, termasuk dalam mendiskusikan isu dan permasalahan penyalahgunaan narkoba.

Anak dan remaja perlu lebih terbuka kepada orang tua, sebaliknya, orang tua juga perlu lebih mendengarkan dan memahami perkembangan anak mereka, terlebih pada era digital saat ini.

Situasi pandemi yang berdampak pada semakin banyaknya waktu yang dihabiskan di rumah dapat menjadi momentum interaksi yang lebih baik dalam keluarga. Dengan demikian, keluarga dapat menjadi benteng terkuat dalam upaya memutus penyalahgunaan narkoba.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,100 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now