Menu Close

Riset: upah layak dapat berantas kemiskinan, tingkatkan produktivitas ekonomi dan untungkan perusahaan

Upah layak mendorong produktivitas pekerja dan menguntungkan perusahaan. Ivan Samkov/Pexels, CC BY

Sulit rasanya mencari jalan keluar di tengah tingginya biaya hidup saat ini. Inflasi pangan terus meroket di seluruh dunia akibat Perang Rusia dan Ukraina yang mengganggu rantai pasok, dan Indonesia pun tak luput dari gelombang kenaikan harga.

Harga-harga yang terus meningkat memunculkan ketakutan bahwa jika tidak ada perubahan, banyak keluarga di dunia yang akan menghadapi kesulitan finansial yang berat.

Efek dari beban finansial ini bisa sangat merusak. Kemiskinan dapat menyebabkan kematian prematur, gizi buruk, penyakit dan kelelahan.

Menghadapi proyeksi yang suram ini, terdapat kebutuhan mendesak akan kepemimpinan yang efektif dan dapat membawa perubahan – dan hal ini tidak hanya datang dari pemerintah. Bisnis pun memainkan peran penting.

Hal penting yang dapat dilakukan perusahaan untuk mengurangi kemiskinan adalah dengan membayarkan upah layak bagi karyawannya. Laporan terbaru kami menunjukkan secara detail bagaimana upah layak tidak hanya menguntungkan karyawan dan pekerja, namun juga perusahaan dan masyarakat secara keseluruhan.

Upah layak dapat membantu memutus siklus kemiskinan dengan memastikan bahwa upah yang diterima pekerja cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga yang penting sekaligus dalam menghadapi situasi gawat darurat atau pengeluaran yang tak terduga.

Para pakar yang kami wawancarai melaporkan bahwa upah layak dapat menurunkan tingkat stres dan waktu kerja berlebih yang kadang harus ditempuh pekerja demi memenuhi kebutuhannya. Artinya, langkah ini dapat memangkas cuti sakit dan meningkatkan kesejahteraan pekerja secara menyeluruh.

Shopper holding receipts.
Harga-harga terus meningkat. Shutterstock/Denys Kurbatov

Dari perspektif bisnis, pemberian upah layak dapat menurunkan tingkat pergantian staf, serta mengurangi biaya rekrutmen dan pelatihan. Produktivitas akan meningkat, dan bahkan terdapat tanda-tanda awal bahwa menaikkan upah karyawan pemula bisa mendongkrak pemasukan.

Kami juga menemukan bahwa jika semakin banyak perusahaan berkomitmen untuk memberikan upah layak, keuntungannya dapat meluas ke masyarakat. Kenaikan upah mendorong konsumsi di tingkat ekonomi lokal, sementara penurunan kemiskinan dan kesenjangan berujung pada kohesi sosial yang lebih baik. Kohesi sosial merupakan situasi merekatnya masyarakat karena adanya persamaan pemenuhan kebutuhan yang melahirkan interaksi.

Singkatnya, laporan kami (diproduksi oleh Business Fights Poverty, Cambridge Institute for Sustainability Leadership dan Shift) mendukung temuan bahwa upah layak menawarkan keuntungan ganda – lebih dari sekadar apa yang diperoleh pekerja secara individual.

Hal ini diharapkan dapat mendorong kepercayaan perusahaan untuk melihat upah bukan sekadar beban pengeluaran, namun juga investasi positif. Bagaimana pun juga, ketahanan bisnis bergantung pada karyawan yang dipekerjakannya.

Dampaknya secara luas ke masyarakat juga cukup jelas. Kami menemukan bahwa upah layak tidak hanya dapat memberantas kemiskinan, namun juga menjawab berbagai target pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) sebagai bagian dari progran Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Contohnya, salah satu tujuan yang tercantum dalam SDGs adalah “pekerjaan layak bagi semua”, dan pemasukan yang adil adalah komponen inti dari pekerjaan layak. Pemberantasan kemiskinan juga dapat memberikan akses pada rumah, makanan, dan kesehatan.

Diagram showing impact of a living wage on UN Sustainability Goals.
Bagaimana upah hidup dapat membantu pencapaian SDGs. Courtesy of Shift (shiftproject.org/sdgs), Author provided (no reuse)

Untungnya, kepekaan terhadap upah layak kini mulai menjadi bagian dari kepemimpinan bisnis, yang dihargai baik oleh investor maupun konsumen.

Sebagai contoh di Inggris, IKEA, Klub Bola Everton, institusi finansial Nationwide Building Society, adalah tiga dari 10.000 bisnis yang telah berkomitmen untuk membayarkan apa yang disebut oleh yayasan kampanye Living Wage Foundation sebagai “upah layak yang sebenarnya”.

Secara praktik, artinya perusahaan-perusahaan ini membayarkan minimal £9.90 (Rp 182.000) per jam (£11.05 di London). Kampanye serupa juga hadir di berbagai negara, termasuk Selandia Baru dan Kanada.

Meningkatkan standar

Beberapa perusahaan bahkan mengambil langkah lebih jauh lagi dengan memperluas cakupan komitmen upah layak ke pemasoknya. Pada 2021, Unilever mengumumkan rencana untuk menerapkan upah layak bagi mereka yang menyediakan barang dan jasa seperti logistik dan pengemasan bagi perusahaan. Untuk mewujudkan rencana ini, Unilever bekerja sama dengan pemasok untuk membayarkan dan melaporkan upah layak pekerja mereka.

Laporan kami, yang menggabungkan analisis ekstensif dari penelitian sebelumnya dengan banyak wawancara, menunjukkan bahwa pebisnis lain juga harus bergabung dengan gerakan ini.

Dr Annabel Beales, yang ikut menulis laporan bersama kami, mengatakan: “Mengingat skala kemiskinan yang meningkat, pergeseran ke ekonomi yang berlandaskan upah layak sangat mendesak dan kami membutuhkan lebih banyak bisnis untuk memainkan peran mereka. Keputusan untuk membayarkan upah layak sebagai bentuk investasi memberikan bisnis berbagai imbalan dalam hal kinerja, ketahanan, dan stabilitas.”

Investor dan pebisnis harus merasa yakin bahwa pembayaran upah layak adalah keputusan bisnis yang masuk akal. Sementara itu, pemerintah dapat meningkatkan upah minimum menurut undang-undang untuk mencapai tingkat upah layak.

Konsumen juga dapat mendukung gerakan ini melalui keputusan pengeluaran mereka dan bisnis yang mereka dukung. Sebab, bisnis besar maupun kecil memiliki peran penting dalam memerangi penyebab kemiskinan – dan dapat lebih sukses secara ekonomi sebagai hasilnya.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,700 academics and researchers from 4,947 institutions.

Register now