Menu Close
Visualisasi data yang tepat memudahkan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dan pengambil kebijakan terkait penyakit. Notkoo/Schutterstock

Riset: visualisasi data kesehatan Indonesia sulit dibaca, apa penyebabnya?

Visualisasi data dan informasi kesehatan sangat bermanfaat untuk kepentingan pelaporan, pengawasan, dan evaluasi kinerja program, advokasi, serta koordinasi lintas sektoral di bidang kesehatan. Visualisasi yang akurat dalam bentuk grafik, tabel, dan peta juga akan memudahkan kerja-kerja pencegahan dan promosi kesehatan di masyarakat.

Data dan informasi kesehatan merupakan komponen penting dalam menyusun rencana program dan kebijakan dalam pengelolaan program kesehatan, baik untuk penyakit menular maupun tidak menular. Di Indonesia, data dan informasi ini dikumpulkan, dikelola, dianalisis, dan disajikan oleh banyak pihak, mulai dari Puskesmas hingga Kementerian Kesehatan di Jakarta.

Masalahnya, hasil penelitian saya dan kolega yang baru-baru dipublikasikan menemukan bahwa di Indonesia masih banyak visualisasi data dan informasi kesehatan yang bermasalah, yang menyebabkan data sulit dibaca dan dimanfaatkan.

Tahun lalu, saya dan kolega meneliti kualitas penyajian atau visualisasi data dan informasi kesehatan yang dibuat oleh petugas kesehatan baik di tingkat nasional, provinsi (lima daerah), kabupaten dan kota (sepuluh daerah), maupun di 21 Puskesmas di Indonesia.

Kami menganalisis visualisasi digital berupa dashboard program kesehatan yang digunakan di lingkungan Kementerian Kesehatan, dinas kesehatan, dan Puskesmas. Dashboard ini hanya bisa diakses oleh petugas kesehatan. Visualisasi itu meliputi HIV, tuberkulosis, malaria, imunisasi, gizi, kematian ibu dan anak, dengue, sumber daya manusia kesehatan, dan program kesehatan lainnya.

Dari 80 dashboard yang kami analisis, 83% di antaranya menunjukkan kesalahan-kesalahan dalam memilih metode visualisasi, indikator, jenis grafik, serta kesalahan dalam penyajian–tidak tidak kronologis, judul tidak lengkap, dan keterangan visualisasi yang kurang lengkap.

Dampak visualisasi yang keliru

Kesalahan visualisasi tersebut terjadi karena petugas tersebut memang belum punya keterampilan memilih indikator dan metode visualisasi. Hal ini diperburuk dengan kurang tepatnya metode pelatihan untuk petugas kesehatan karena mereka hanya dilatih untuk menggunakan aplikasi. Pelatihan cenderung luput menyasar logika dalam penggunaan aplikasi, dan kurang dihubungkan dengan praktiknya di dunia nyata.

Penyajian data yang kurang tepat dapat menyulitkan interpretasi data kesehatan oleh pemegang kebijakan (baik di tingkat layanan kesehatan seperti Puskesmas, maupun di tingkat administratif seperti dinas kesehatan). Penyajian data yang kurang tepat bisa juga menyebabkan kesalahan interpretasi kondisi di lapangan dalam membaca data kesehatan untuk kepentingan intervensi pencegahan maupun pengobatan.

Hal ini tentu saja berdampak pada respons pemerintah yang kurang tepat dalam menangani permasalahan kesehatan yang sebenarnya terjadi di lapangan.

Salah satu contoh visualisasi yang berpotensi bermasalah adalah menyajikan perbandingan kasus atau kinerja melalui angka absolut dan angka relatif (persentase). Bandingkan dua tabel di bawah yang menyajikan data imunisasi dua desa berikut:

Tabel kedua merepresentasikan kinerja program imunisasi di Desa A dan B dengan lebih baik dengan cara menyajikan informasi dalam bentuk persentase (cakupan) dan menampilkan data jumlah total anak sebagai sasaran. Dengan menyajikan dan menginterpretasikan tabel kedua, petugas imunisasi di Puskesmas yang membawahi kedua desa tersebut dapat memfokuskan dan mengoptimalkan sumber daya untuk perbaikan cakupan imunisasi di desa B.

Selain itu, diagram lingkaran juga sering disalahgunakan. Perhatikan contoh di bawah.

Perbedaan Penyajian dengan Diagram Lingkaran dan Grafik Batang | Kredit: Aprisa Chrysantina | The Conversation

Dua diagram lingkaran di atas, yang menggambarkan data imunisasi lengkap beberapa provinsi, tampak serupa. Tapi ketika datanya divisualisasikan dalam bentuk grafik batang di bawah, tampak bahwa keduanya sangat berbeda.

Untuk itu, penggunaan diagram lingkaran harus dilakukan dengan hati-hati untuk jenis data tertentu.

Banyak data, minim keterampilan

Pada era teknologi informasi, berbagai organisasi dan penyedia layanan kesehatan baik publik maupun swasta berlomba-lomba untuk mengadopsi teknologi informasi untuk mengumpulkan, menganalisis, menyajikan data, dan membuat laporan. Teknologi informasi yang dimaksud, antara lain, sistem manajemen pasien dan administrasi, sistem pendukung pengambilan keputusan, sampai dengan aplikasi telepon pintar.

Pemahaman dan keterampilan pengelolaan data untuk visualisasi data menjadi sangat penting. Petugas kesehatan tidak hanya harus melek teknologi informasi, tapi juga harus melek manajemen data yang meliputi pengetahuan dan keterampilan untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan data dan informasi kesehatan.

Walau tampak sederhana, penyajian data dalam bentuk grafik, tabel atau peta ternyata masih belum dikuasai dengan baik oleh petugas kesehatan. Riset saya menunjukkan materi untuk mendukung kompetensi manajemen data kesehatan belum masuk ke dalam kurikulum pendidikan petugas kesehatan. Petugas kesehatan tidak hanya berasal dari ilmu kesehatan (kesehatan masyarakat, kebidanan, kedokteran), tapi juga disiplin lain seperti teknologi informasi, ekonomi, agama, dan ilmu sosial.

Di tengah melimpahnya data kesehatan, pemangku kebijakan di bidang kesehatan harus lebih fokus kepada pemahaman dan keterampilan dasar ini. Hal ini penting untuk mempersiapkan kapasitas sumber daya untuk era teknologi informasi dalam pengelolaan pemerintahan dan era data besar.

Upaya ini dapat dimulai dengan memasukkan kompetensi manajemen data ke dalam kurikulum pendidikan formal di bidang kesehatan maupun dalam kurikulum pelatihan di lingkungan kementerian, dinas, dan layanan–baik di sektor publik maupun privat–untuk menyiapkan tenaga kerja kesehatan yang lebih kompeten.

Visualisasikan data secara akurat

Beberapa prinsip penting terkait visualisasi data sederhana (tidak hanya untuk sektor kesehatan) adalah:

Pertama, setiap bentuk visualisasi data lebih tepat untuk menyajikan/menceritakan data atau informasi tertentu. Misalnya:

(1) Secara umum grafik garis tepat untuk menunjukkan tren kasus, kejadian, dan persediaan logistik berdasar waktu.

(2) Diagram lingkaran lebih tepat untuk menunjukkan komposisi, terutama yang proporsinya relatif berbeda, dan perlu diberi tambahan label untuk memudahkan pembacaan.

(3) Dan tabel dapat digunakan untuk menyajikan angka yang lebih terperinci dan menyajikan angka absolut dan relatif/persentase secara bersamaan dalam satu visualisasi.

Kedua, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan grafik ataupun tabel yang masih sering dilakukan di lapangan. Misalnya:

(1) Hindari membandingkan terlalu banyak indikator dalam satu visualisasi karena membuat grafik atau tabel menjadi ruwet dan tidak dapat dibaca.

(2) Dan hindari membandingkan indikator-indikator yang tidak memiliki hubungan dalam pengelolaan program dalam satu visualisasi karena hal itu dapat menyebabkan grafik atau tabel tidak memberikan informasi yang bermakna.

Ketiga, data yang akan disajikan harus memiliki kualitas yang baik, dan kualitas yang baik dapat diperoleh dari analisis dan visualisasi data. Keduanya sinergis dan saling mendorong satu sama lain. Oleh sebab itu, proses validasi dan verifikasi data harus dilakukan secara serius sebelum data diterbitkan. Penggunaan data secara rutin akan memberikan kesadaran akan kualitas dan manfaat data oleh petugas kesehatan.

Selain itu, dashboard standar yang direkomendasikan WHO dapat dimanfaatkan sebagai contoh praktik terbaik visualisasi data kesehatan. Standar WHO ini juga perlu dimasukkan dalam materi pembelajaran manajemen data, baik di kurikulum formal pendidikan kesehatan maupun program pelatihan untuk petugas kesehatan.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,500 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now