Menu Close
Sudirman Range di dekat Puncak Jaya (Carstenz) pada 2015 (Arfani Mujib/Wikimedia Commons), CC BY-SA

‘Salju abadi’ Papua terancam punah tahun depan akibat perubahan iklim dan El Niño

Gletser atau lapisan es tropis terakhir yang dijuluki ‘salju abadi’ di dekat Puncak Jaya, Papua, menyusut sangat cepat.

Luas tutupan es salju berketinggian 4.884 meter di atas permukaan laut ini menciut sampai 98%, dari 19,3 km2 pada 1850 menjadi hanya 0,34 km2 pada 2020.

Data terbaru dari satelit Sentinel-2A juga menunjukkan penyusutan luas tutupan es Papua tak terbendung: menjadi sebesar 0,27 km2 pada Juli 2021 dan 0,23 km2 pada April 2022.

Gletser Papua mencair
Perubahan total luas tutupan gletser Papua dari 2002 sampai dengan 2018. Author provided

Selain luasan yang berkurang, es juga kian menipis. Ini terlihat dari hasil pemantauan berkala oleh tim Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan PT Freeport Indonesia (PTFI) sejak 2010 hingga 2022. Temuan turut diperkuat dengan hasil penelitian BMKG bersama The Ohio State University, Amerika Serikat.

Selama 2010-2015, kami mendapati es menipis sekitar 5 m dengan laju penipisan 1,05 m per tahun. Pada November 2015-2016, penipisan es sangat signifikan: hingga 5 m. Ini kemungkinan disebabkan oleh efek El Niño 2015–2016 yang amat kuat.

Pada awal 2021, berdasarkan foto udara, kami mendapati ketebalan es telah berkurang 12,5 m lagi sejak November 2016 atau setara dengan laju penipisan sekitar 2,5 m per tahun.

Kami menggunakan pemodelan CORDEX-SEA dan data observasi untuk memprediksi hilangnya tutupan es Papua berdasarkan proyeksi iklim di masa depan. Hasilnya, tutupan es di Puncak Jaya diperkirakan hilang pada tahun 2026.

Namun, laju penipisan gletser bisa lebih parah. Gletser dapat habis total paling cepat pada tahun 2024. Risiko ini semakin besar karena El Niño–yang membuat iklim bumi lebih hangat–dapat terjadi pada tahun ini.

Semua hasil pengamatan di atas terangkum dalam artikel yang saya tulis bersama kolega dan terbit di Proceedings of the National Academy of Sciences Amerika Serikat (PNAS) pada 2019.

Salju abadi Papua menipis
Penipisan tebal es pada gletser Papua; (A) skema tiang (stake) sambungan pipa yang menggambarkan perubahan tebal es gletser dari Juni 2010 sampai dengan November 2016. Foto udara gletser East Northwall Firn pada (B) Juni 2010, (C) November 2015, (D) November 2016, (E) Maret 2018 dan (F) Februari 2021. Laju penipisan es pada periode waktu yang berbeda. (Author provided)

Mengapa gletser tak abadi

Gletser Papua merupakan gletser tropis terakhir yang tersisa di wilayah Pasifik Barat. Puncak Jaya memiliki salju karena di ketinggian tersebut suhu sangat rendah (< 0 °C) dan kandungan uap air cukup tinggi. Jika kondisi itu terjadi dalam waktu yang lama, salju tersebut akan berakumulasi dan membentuk lapisan es/gletser.

Foto udara gletser tropis Papua (East Northwall Firn) pada tahun 1936. (Dozy, 1938; Peterson & Peterson, 1994)

Gletser Papua diperkirakan sudah mencair sejak revolusi industri atau sekitar 1850. Emisi dari aktivitas industri meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer sehingga suhu permukaan bumi meningkat. Tren serupa juga terjadi di gletser tropis lainnya di Amerika Selatan dan Afrika.

Salah satu faktor penyebab pencairan es Papua adalah peningkatan ketinggian lapisan titik beku yang melampaui ketinggian gletser sejak awal 2000 akibat iklim yang berubah. Peningkatan ketinggian lapisan tersebut membuat suhu di sekitar gletser cenderung lebih hangat dari sebelumnya.

Grafik peningkatan anomali suhu di area sekitar gletser Puncak Jaya (warna merah). (Author provided)

Data dari PT Freeport Indonesia 1997–2016 menunjukkan probabilitas rata-rata suhu harian kurang dari 0 °C sangat kecil sejak tahun 1997. Hal ini berakibat pencairan gletser tidak terbendung.

Pencairan es juga dipercepat oleh lebih banyak uap air yang berkondensasi menjadi air hujan dibandingkan menjadi salju. Kemudian, adanya retakan-retakan (crevasses) pada permukaan es akibat pergerakan es sehingga memungkinkan air hujan masuk ke dasar gletser yang juga berperan dalam proses pencairan dasar es (basal melting).

Susutnya luas tutupan es menyebabkan luas batuan berwarna gelap di sekitar es bertambah. Permukaan batuan menyerap lebih banyak panas dari pada permukaan es sehingga turut mempercepat pencairan es dari bagian samping dan dasar es.

Pada Desember 2022, BMKG mengadakan survei pemantauan gletser lanjutan. Kami mengukur tiang atau stake dengan mengidentifikasi sisa stake yang nampak di permukaan es melalui foto udara gletser.

Foto pencairan gletser Papua
Foto udara gletser East Northwall Firn, diambil pada Juni 2010, November 2015, November 2016, Maret 2018, Agustus 2019, dan Desember 2022. (Author Provided), Author provided

Sayangnya, tiang tersebut tidak dapat diidentifikasi dengan jelas karena tertutup dengan salju baru yang turun pada malam sebelumnya. Namun, mengingat laju penipisan es sebelumnya (~2,5 m/tahun), maka kami memperkirakan ketebalan es pada tahun 2022 berkisar 6 m.

Dampak Pencairan Gletser Papua

Salah satu dampak langsung perubahan iklim di Indonesia yang terkait dengan mencairnya lapisan es di gletser Papua adalah kenaikan tinggi muka air laut.

Tingkat kenaikan permukaan laut di wilayah Asia Tenggara adalah 3,94 ± 0,2 mm/tahun dari Januari 1993 - Agustus 2021, yang secara substansial lebih tinggi dari rata-rata global.

Bagi masyarakat di sekitar Puncak Jaya, tutupan es merupakan tempat sakral. Berkurang atau hilangnya gletser mungkin dapat mempengaruhi kebudayaan mereka.

Selain itu, dampak hilangnya gletser terhadap kehidupan flora dan fauna di sekitar gletser Puncak Jaya juga mungkin terjadi. Namun, hal ini masih membutuhkan penelitian lanjutan.

Dampak lainnya dari pencairan es Papua adalah Indonesia akan kehilangan salah satu destinasi wisata untuk menyaksikan ikon es “abadi” di Puncak Jaya Wijaya sebagai karakter atau ciri khas Papua.

Saran dan Rekomendasi

Gletser tropis merupakan indikator perubahan iklim yang sangat sensitif sekaligus perekam perubahan iklim.

Menurut kami, kepunahan es di Puncak Jaya Papua tak bisa dihindari selama pemanasan Bumi akibat pembakaran bahan bakar fosil terus terjadi.

Hal yang mungkin dapat kita lakukan saat ini adalah memperlambat proses kepunahan gletser tersebut. Misalnya, dengan mengurangi aktivitas yang melepaskan gas rumah kaca seperti penggunaan kendaraan bermotor maupun penghematan listrik. Kita juga bisa berkontribusi dalam aktivitas pemulihan hutan yang bisa menyerap emisi gas rumah kaca.

Bagi Indonesia, kepunahan gletser Papua akan menjadi kehilangan yang cukup berarti. Kita perlu mendokumentasikan proses kepunahan es tersebut dengan melakukan pemantauan secara berkala. Dokumentasi ini akan menjadi catatan tersendiri bagi generasi masa depan Indonesia yang pernah memiliki gletser tropis.

Selain itu, kejadian ini dapat menjadi pelajaran bagi dunia, khususnya negara yang memiliki gletser tropis lainnya.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 183,000 academics and researchers from 4,949 institutions.

Register now