Menu Close
Vaccine vials in bubbles.
Memahami seberapa besar perlindungan yang ditawarkan vaksin tidak sesederhana kedengarannya. Andriy Onufriyenko/Moment via Getty Images

Seberapa efektif vaksin untuk melawan Omicron? Epidemiolog menjawab 6 pertanyaan

Pandemi telah membawa banyak istilah dan ide rumit dari epidemiologi ke dalam kehidupan setiap orang. Dua konsep yang sangat rumit adalah kemanjuran dan efektivitas vaksin. Dua hal itu bukanlah hal yang sama. Dan seiring berjalannya waktu dan muncul varian baru seperti omicron muncul, konsep ini juga berubah. Melissa Hawkins adalah [epidemiolog dan peneliti kesehatan masyarakat] di American University. Dia menjelaskan cara para peneliti menghitung seberapa baik vaksin mencegah penyakit, apa yang mempengaruhi angka-angka ini, dan bagaimana omicron mengubah banyak hal.

1. Apa yang sebenarnya dilakukan oleh vaksin?

Vaksin mengaktifkan sistem kekebalan yang menghasilkan antibodi yang tersisa di tubuh Anda untuk melawan paparan virus. Ketiga vaksin yang saat ini disetujui untuk digunakan di AS – vaksin Pfizer-BioNTech, Moderna, dan Johnson & Johnson – menunjukkan keberhasilan yang mengesankan dalam uji klinis.

A medical professional getting a shot.
Uji coba klinis digunakan untuk menghitung kemanjuran vaksin tetapi tidak selalu mewakili kondisi dunia nyata. AP Photo/Ben Gray

2. Apa perbedaan antara efikasi dan efektivitas vaksin?

Semua vaksin baru harus menjalani uji klinis. Dalam proses ini, para peneliti menguji vaksin pada ribuan orang untuk memeriksa seberapa baik mereka bekerja dan apakah mereka aman digunakan.

Efikasi adalah alat ukur dari bagaimana vaksin bekerja dalam uji coba klinis. Para peneliti merancang uji coba untuk memasukkan dua kelompok masyarakat: mereka yang menerima vaksin dan mereka yang menerima plasebo. Mereka menghitung kemanjuran vaksin dengan membandingkan berapa banyak kasus penyakit yang terjadi pada setiap kelompok, yang divaksinasi versus plasebo.

Efektivitas, di sisi lain, menjelaskan seberapa baik vaksin bekerja di dunia nyata. Ia diukur dengan cara yang sama, dengan membandingkan penyakit di antara mereka yang telah divaksin dengan mereka yang belum divaksin.

Efikasi dan efektivitas adalah dua konsep yang dekat, tapi keduanya bukanlah hal yang sama. Cara kerja vaksin akan sedikit berbeda dari hasil uji coba setelah jutaan orang divaksinasi.

Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja vaksin di dunia nyata. Varian baru seperti delta dan omicron dapat mengubah banyak hal. Jumlah dan usia orang yang terdaftar dalam uji coba termasuk komponen yang penting. Dan kesehatan mereka yang menerima vaksin juga merupakan komponen penting.

Serapan vaksin – proporsi populasi yang divaksinasi – juga dapat mempengaruhi efektivitas vaksin. Ketika proporsi populasi yang cukup besar telah divaksinasi, maka kekebalan kelompok atau herd immunity akan berperan.

Vaksin dengan efikasi sedang atau bahkan rendah dapat bekerja dengan sangat baik pada tingkat populasi. Demikian juga, vaksin dengan efikasi tinggi dalam uji klinis, seperti vaksin virus corona, mungkin memiliki efektivitas yang lebih rendah dan berdampak kecil jika tidak ada pengambilan vaksin yang tinggi dalam populasi.

Memahami perbedaan antara efikasi dan efektivitas adalah penting, karena yang satu menjelaskan pengurangan risiko yang dicapai oleh vaksin dalam kondisi percobaan, sedangkan yang lainnya menjelaskan bagaimana hal ini dapat bervariasi pada berbagai populasi dengan tingkat paparan dan penularan yang berbeda.

Peneliti dapat menghitung keduanya, tapi mereka tidak dapat merancang studi yang akan mengukur keduanya secara bersamaan.

3. Bagaimana cara mengukur efikasi dan efektivitas?

Baik Pfizer maupun Moderna melaporkan bahwa efikasi vaksin mereka mencapai lebih dari 90% efikasi dalam mencegah infeksi COVID-19 yang bergejala. Dengan kata lain, di antara orang-orang yang menerima vaksin dalam uji klinis, risiko terkena COVID-19 berkurang 90% dibandingkan dengan mereka yang tidak menerima vaksin.

Coba bayangkan bagaimana kegiatan uji coba vaksin dilakukan. Anda mengacak 1.000 orang untuk menerima vaksin dalam satu kelompok. Anda mengacak 1.000 lainnya untuk diberikan plasebo di grup lain. Katakanlah sekitar 2,5% orang dalam kelompok yang divaksinasi terinfeksi COVID-19 dibandingkan dengan 50% pada kelompok yang tidak divaksinasi. Itu berarti vaksin tersebut memiliki kemanjuran 95%. Kami menentukannya karena (50% – 2,5%)/50% = .95.

Jadi, angka 95% menunjukkan penurunan proporsi penyakit di antara kelompok yang divaksinasi. Namun, vaksin dengan kemanjuran 95% tidak berarti 5% orang yang divaksinasi akan terkena COVID-19. Hal ini merefleksikan Anda pada berita yang lebih baik lagi: risiko penyakit Anda berkurang hingga 95%.

Efektivitas vaksin dihitung dengan cara yang sama persis, tapi ia ditentukan melalui studi observasional. Sejak awal, vaksin telah bekerja lebih dari 90% efektif dalam mencegah penyakit parah di dunia nyata. Tapi, pada dasarnya, virus berubah, dan ini dapat mengubah nilai efektivitas tadi.

Misalnya, sebuah penelitian menemukan bahwa ketika varian delta melonjak pada Agustus 2021, vaksin Pfizer terbukti 53% efektif dalam mencegah penyakit parah pada penghuni panti jompo yang telah divaksinasi pada awal 2021. Usia, masalah kesehatan, penurunan kekebalan, dan tekanan baru menurunkan efektivitas pada kasus ini.

A model of the coronavirus.
Varian baru dari virus corona semuanya sedikit berbeda dari jenis asli yang menjadi dasar vaksin, sehingga kekebalan terhadap varian mungkin berbeda. Alexey Solodovnikov, Valeria Arkhipova/WikimediaCommons, CC BY-SA

4. Bagaimana dengan varian omicron?

Data awal tentang omicron dan vaksin datang dengan cepat dan mengungkapkan efektivitas vaksin yang lebih rendah. Perkiraan terbaik menunjukkan bahwa vaksin bekerja 30%-40% efektif untuk mencegah infeksi dan 70% efektif untuk mencegah penyakit parah.

Sebuah riset preprint – belum ditinjau secara resmi oleh ilmuwan lain – yang dilakukan di Jerman menemukan bahwa antibodi dalam darah yang dikumpulkan dari orang yang divaksinasi penuh dengan Moderna dan Pfizer menunjukkan berkurangnya kemanjuran dalam menetralkan varian omicron.

Riset preprint di Afrika Selatan dan Inggris lainnya menunjukkan penurunan yang signifikan dalam seberapa baik antibodi menargetkan varian omicron. Lebih banyak terobosan diharapkan, dengan penurunan kemampuan sistem kekebalan untuk mengenali omicron dibandingkan dengan varian lain.

A sign outside of a pharmacy saying vaccines are available for walk-in appointments.
Kebanyakan orang di Amerika Serikat sekarang memenuhi syarat untuk mendapatkan vaksin virus corona yang dapat membantu melindungi dari varian omicron. AP Photo/Nam Y. Huh

5. Apakah vaksin booster meningkatkan kekebalan melawan omicron?

Data awal memperkuat bahwa dosis ketiga akan membantu meningkatkan respons imun dan perlindungan terhadap omicron, dengan perkiraan efektivitas 70%-75%.

Pfizer telah melaporkan bahwa orang yang telah menerima dua dosis vaksinnya rentan terhadap infeksi dari omicron. Tapi, suntikan ketiga meningkatkan aktivitas antibodi terhadap virus. Temuan ini didasarkan pada percobaan laboratorium menggunakan darah orang yang telah menerima vaksin.

Dosis booster dapat meningkatkan jumlah antibodi dan kemampuan sistem imun seseorang untuk melindungi dari omicron. Namun, tidak seperti AS, sebagian besar dunia tidak memiliki akses ke dosis booster.

6. Apa maksud dari semua ini?

Meski efektivitas vaksin terhadap omicron menurun, jelas bahwa vaksin berhasil dan tergolong sebagai pencapaian kesehatan masyarakat terbesar. Vaksin memiliki tingkat efektivitas yang bervariasi dan masih berguna. Vaksin flu biasanya bekerja 40%-60% efektif dan mencegah penyakit pada jutaan orang dan rawat inap di lebih dari 100.000 orang di AS setiap tahun.

Akhirnya, vaksin tidak hanya melindungi mereka yang divaksinasi, tapi juga mereka yang tidak dapat divaksinasi. Orang yang divaksinasi lebih kecil kemungkinannya untuk menyebarkan COVID-19, yang mengurangi infeksi baru dan menawarkan perlindungan kepada masyarakat secara keseluruhan.


Rachel Noorajavi menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 181,000 academics and researchers from 4,921 institutions.

Register now