Menu Close

Teknologi blockchain untuk mengawal penerimaan negara dari PPN

Teknologi blockchain dapat menjadi alat pengawasan PPN yang efektif sekaligus menyederhanakan penerbitan faktur pajak oleh Wajib Pajak. www.shutterstock.com

Pajak Pertambahan Nilai (PPN), salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan, sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Hampir semua produk yang dibeli di supermarket dikenai PPN—saat ini tarif PPN sebesar 10% dari harga barang. Nilai PPN yang dibayarkan dapat dilihat dalam struk belanja. Sekitar sepertiga dari total penerimaan negara dalam struktur APBN berasal dari PPN.

Signifikansi PPN membawa konsekuensi bahwa pengawasan terhadap kepatuhan pembayaran PPN harus dikedepankan.

Teknologi blockchain, kombinasi antara sistem basis data terdistribusi dan teknik kriptografi, yang pertama kali digunakan dalam implementasi mata uang virtual bitcoin, dapat menjadi alat pengawasan PPN yang efektif sekaligus menyederhanakan penerbitan faktur pajak oleh Wajib Pajak.

Teknologi blockchain dapat mengurangi hilangnya potensi pajak atas kecurangan yang mungkin terjadi dalam sistem PPN, terutama terkait faktur pajak yang tidak sah. Kerugian negara akibat faktur tidak sah dapat mencapai triliunan rupiah.

Transparansi yang menjadi fitur blockchain dapat mempermudah pekerjaan otoritas pajak dan para mitra kerjanya dalam menghimpun penerimaan negara dari sektor PPN.

PPN dalam APBN 2017

Menurut dokumen Informasi APBN 2017 yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Republik Indonesia, rencana penerimaan APBN 2017 mayoritas berasal dari perpajakan. Pemerintah mematok target penerimaan perpajakan selama tahun 2017 pada angka Rp1.498,9 triliun rupiah. Dari angka tersebut, 33% berasal PPN.

Meskipun dibayarkan oleh penjual, pada kenyataannya PPN ditanggung oleh konsumen akhir. Faktur pajak diterbitkan oleh penjual sebagai bukti penyerahan PPN dari pembeli kepada penjual. Menerbitkan faktur pajak sama seperti menerbitkan uang yang dapat dipakai untuk mengurangi pajak yang harus dibayarkan ke pemerintah. Di sini ada kemungkinan terjadinya pemalsuan atau pembuatan faktur fiktif.

Hampir semua produk yang dibeli di supermarket dikenai PPN. www.shutterstock.com

Baca juga: ‘E-government’ dapat mengurangi ekonomi bawah tanah dan meningkatkan penerimaan pajak


Bagaimana blockchain mencegah penggelapan pajak

Blockchain dapat dilihat sebagai sebuah sistem buku besar yang terdistribusi (distributed ledger) dengan teknik kriptografi yang sangat canggih sehingga informasi yang tersimpan di dalamnya dapat diamankan sedemikian sehingga tidak mudah diubah. Meskipun memiliki fitur keamanan yang baik, informasi dalam blockchain dapat dilihat oleh pihak-pihak lain.

Sistem blockchain sangat bermanfaat dalam pertukaran data antarpihak yang berbeda. Data yang transparan tersedia bagi pihak-pihak tersebut untuk mengevaluasi dan memanfaatkan data yang direkam dalam sistem secara waktu nyata dan tersinkronisasi dengan baik. Meskipun transparan, data yang direkam tidak dapat dimanipulasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.

Blockchain pertama kali diterapkan pada mata uang virtual bitcoin. Bitcoin sendiri diciptakan oleh seseorang dengan nama samaran Satoshi Nakamoto dan diluncurkan pada awal 2009 sebagai proyek komunitas. Meskipun bitcoin masih menjadi subjek perdebatan di berbagai negara, teknologi blockchain yang digunakannya menarik minat banyak pihak.

Teknologi blockchain memicu diluncurkannya berbagai inisiatif riset oleh perusahaan-perusahaan multinasional dari berbagai latar belakang industri. Dua di antara inisiatif riset yang paling banyak mendapatkan dukungan adalah Hyperledger dan Corda.

Di Indonesia, teknologi blockchain dimanfaatkan untuk memerangi kebakaran hutan di Aceh oleh sebuah kelompok industri yang menamai diri sebagai Carbon Conservation. Mereka akan secara otomatis memberikan dana pada desa-desa di Aceh sesudah mereka berhasil mengurangi kejadian kebakaran. Data pencitraan satelit akan merekam kebakaran hutan dan memeriksa kondisi lapangan. Teknologi blockchain memungkinkan pemberi dana melakukan verifikasi sendiri kesuksesan desa-desa tersebut, sehingga mengurangi pita merah birokrasi.

Institusi akademis seperti Universitas Gadjah Mada juga mulai bergerak untuk memanfaatkan teknologi blockchain dalam lingkungan ekonomi digital yang serasi dengan visi Presiden Joko Widodo untuk diwujudkan pada tahun 2020.

Blockchain dan PPN

Dalam protokol yang dirancang oleh tim kami di Monash University, prosedur faktur pajak dalam PPN ibarat transaksi uang virtual yang memanfaatkan blockchain.

Uang virtual merepresentasikan kredit pajak yang dimiliki seorang penjual. Sebelum transaksi dilakukan, tentunya penjual harus terlebih dahulu membeli uang virtual tersebut dari pihak-pihak yang telah ditunjuk oleh otoritas perpajakan, misalnya perbankan, dengan menggunakan mata uang rupiah.

Pada saat terjadi transaksi yang melibatkan PPN, maka pembeli membayarkan PPN tidak kepada negara secara langsung, melainkan kepada penjual. Sebagai bukti pembayaran PPN, maka penjual mentransfer mata uang virtual sebanyak PPN yang dibayarkan oleh pembeli, kepada pembeli. Transaksi ini dibuat sebagai pengganti faktur pajak yang biasanya diterbitkan oleh penjual untuk diserahkan kepada pembeli.

Protokol berbasis blockchain yang telah dipaparkan di atas dapat mencegah penyelewengan dana PPN oleh Wajib Pajak, karena seluruh uang virtual yang ditransaksikan sebagai pengganti faktur pajak telah dibayarkan dengan lunas. Proses pembuatan faktur pajak juga dapat disederhanakan karena telah direpresentasikan dalam transaksi yang dibuat. Seluruh informasi yang melibatkan PPN terekam dengan baik oleh sistem, termasuk pula perpindahan kredit pajak dari pembeli ke penjual.

Sistem blockchain memudahkan otoritas perpajakan untuk melakukan pemantauan atas kewajiban PPN. Nilai PPN akhir yang diterima oleh negara dapat dihitung dengan menjumlahkan seluruh uang virtual yang dimiliki oleh konsumen akhir.

Dalam skema tersebut, otoritas perpajakan menjadi pemegang kendali sistem blockchain. Hanya otoritas perpajakan yang dapat memberi otorisasi sebelum transaksi uang virtual dapat dilakukan. Verifikasi dan pengelolaan data transaksi juga menjadi tanggung jawab otoritas perpajakan. Proses audit dapat dilakukan dengan mudah, tidak hanya oleh otoritas perpajakan melainkan juga oleh unit lain yang bertugas memantau aktivitas perpajakan.

Kendala protokol blockchain untuk PPN

Protokol blockchain untuk PPN tersebut merupakan desain awal yang masih harus disempurnakan. Beberapa isu penting yang harus diselesaikan di antaranya perlindungan data Wajib Pajak. Pencantuman informasi SPT PPN dalam blockchain membuat informasi tersebut dapat diakses oleh publik.

Selain itu, pembelian mata uang virtual di muka oleh penjual dapat memberikan dampak negatif terhadap arus kas. Hal ini disebabkan karena perusahaan harus mengalokasikan dana yang jumlahnya bisa jadi cukup signifikan, yang mestinya bisa digunakan sebagai tambahan modal bagi usaha mereka.

Protokol yang dikembangkan juga belum mencakup seluruh aturan terkait PPN, sehingga diperlukan penyempurnaan lebih jauh sebelum diluncurkan kepada publik.

Alternatif meningkatkan pendapatan pajak

Pemanfaatan blockchain untuk PPN dapat memberikan manfaat bagi Wajib Pajak dan bagi negara. Bagi Wajib Pajak, teknologi blockchain menyederhanakan proses pelaporan perpajakan.

Sementara bagi negara, teknologi tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan kapabilitas otoritas perpajakan untuk memantau kepatuhan atas kewajiban perpajakan, sekaligus menutup celah potensi hilangnya PPN dari faktur pajak tidak sah.

Meskipun memerlukan penyempurnaan lebih lanjut atas berbagai kendala, namun teknologi blockchain dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan penerimaan negara di sektor perpajakan.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now