Menu Close

Tembak mati begal: solusi atau pelanggaran HAM?

Tembak mati begal: solusi atau pelanggaran HAM?

Kasus begal yang merampas harta benda hingga merenggut nyawa seseorang makin marak di Medan, Sumatera Utara. Hingga Juni 2023, Kepolisian Sumatera Utara berhasil menangkap 140 tersangka kasus kriminal jalanan, termasuk begal.

Di tengah situasi seperti ini, Walikota Medan Muhammad Bobby Afif Nasution meminta pihak kepolisian bertindak tegas terhadap pelaku aksi kekerasan dan pencurian di jalanan yang banyak meresahkan masyarakat Medan.

Dalam sebuah acara yang diadakan oleh Polrestabes Medan dan Polres Belawan belum lama ini, Bobby menegaskan pentingnya tindakan tegas dari aparat untuk mengatasi maraknya aksi kekerasan dan begal di jalanan. Menurutnya, langkah tegas seperti penembakan mati terhadap para pelaku bisa saja dilakukan.

Pernyataan Walikota Medan ini menuai kontroversi. Meskipun ada beberapa kelompok yang mendukung, tidak sedikit organisasi masyarakat yang juga mempertanyakan apa yang disampaikan oleh Bobby Nasution.

Apakah penindakan tembak mati begal ini akan efektif mengatasi permasalahan kriminal jalanan?

Dalam episode SuarAkademia kali ini, kami berbincang dengan Ardi Putra Prasetya, Kriminolog dari Universitas Indonesia.

Ardi mengatakan pernyataan Bobby yang mendukung tindakan tembak mati terhadap pelaku kriminal jalanan harus dilihat secara luas. Meskipun tindakan ini bisa menurunkan tingkat kriminalitas di satu daerah, Ardi berpendapat tembak mati pelaku begal ini bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM) dan bisa menimbulkan extrajudicial killing (pembunuhan di luar hukum).

Untuk mengatasi permasalahan begal, Ardi berpendapat pihak kepolisian seharusnya melakukan penelitian yang mendalam tentang meningkatnya kejahatan jalanan ini. Dengan riset yang komprehensif, seharusnya polisi bisa menemukan inti permasalahan yang menyebabkan naiknya angka kriminalitas dan bisa mendapatkan langkah yang tepat dalam melindungi masyarakat.

Simak obrolan selengkapnya di SuarAkademia – ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now